My Coldest CEO

Delapan puluh delapan



Delapan puluh delapan

0Sambil memandangi bingkai foto yang terdapat wajah cantik yang terlihat mengintimidasi milik Erica, Sean meminum segelas Pasión Azteca Platinum Liquor Bottle by Tequila Ley yang baru ia beli kemarin. Membayangkan wajah datar itu yang berubah menjadi kesal pada detik selanjutnya adalah hobi baru seorang Sean Xavon.     

//Fyi; Pasión Azteca Platinum Liquor Bottle by Tequila Ley ini harganya mencapai 3,5 juta USD yang kalau dirupiahkan harganya mencapai Rp 500 juta. Selain karena tequila yang langka, minuman beralkohol ini botolnya dikelilingi oleh 6400 berlian.//     

Indra pengecap yang sudah terbiasa minum minuman alkohol dengan harga fantastis, membuat dirinya tidak pernah memikirkan harga yang di bandrol untuk membeli minuman tersebut. Baginya, harga adalah kualitas. Dan kini ia tengah meminum alkohol dengan kualitas yang tinggi, memberikan kepuasan tersendiri baginya.     

Tok     

Tok     

Tok     

"Permisi, Tuan."     

Sean mengangkat sebelah alisnya kala mendengar suara Jeremy yang mengetuk pintu ruangan merah hitam ini. Sangat jarang sekali laki-laki itu mengetuk pintu ruangan ini, bahkan untuk melangkah masuk pun membuatnya berpikir lebih dari dua kali. Dengan malas, ia menaruh gelas yang berisi minumannya itu kembali ke atas meja.     

Ia melangkahkan kakinya mendekat ke arah pintu, lalu langsung membukanya dengan akses sirik jari dan juga pemeriksaan retina mata dengan sinar merah. Setelah selesai dan sistem menerima identitasnya, pintu langsung terbuka menampilkan Jeremy yang berdiri tegak di hadapannya sambil memegang satu box berukuran sedang berwarna hitam polos.     

"Apa itu?" Tanya Sean to the point sambil menaikkan sebelah alisnya. Pasalnya, ia tidak pernah memesan barang apapun dari luar sana. Dan jika ini dari D. Krack atau para kenalan lainnya, ia merasa tidak pernah meminta apapun kepada mereka yang diharuskan untuk mengirimkan kotak seperti ini. Lagipula, jika benar ini adalah 'sesuatu' dari para kenalan jahatnya, tidak mungkin di paketkan seperti ini yang mungkin saja tidak lolos sensor oleh petugas keamanan.     

Jeremy menggeleng kecil. "Maaf Tuan, saya tidak tahu. Dan ini sudah lolos pengujian dan seratus persen tidak mengandung bahan berbahaya." ucapnya dengan sopan sambil memperlihatkan seulas senyuman manis yang tercetak jelas di wajahnya. Ia bertindak sangat sopan, itu adalah sifat yang membuat dirinya masih setia tetap di dalam rumah ini dengan aman tanpa pernah dilukai sedikitpun oleh Sean.     

Sean mengangguk kecil, lalu mengambil kotak tersebut dari tangan Jeremy. Baru saja ia ingin masuk kembali ke dalam ruangan ini, ia langsung saja memutar kembali tubuhnya menghadap laki-laki yang bekerja sebagai maid di rumahnya ini. "Terimakasih," ucapnya sambil memberikan senyum kecil untuk Jeremy. Karena tidak ingin di anggap aneh karena sudah tersenyum, ia langsung saja masuk ke dalam tanpa melihat ke arah Jeremy yang merasa heran dengannya. Lihat, ucapan Erica yang selalu menyuruh dirinya sudah bertindak sopan sudah mulai tertanam.     

Ia kembali ke tempat yang tadi ia duduki, lalu langsung saja menaruh kotak tersebut ke atas meja. Ia langsung mendaratkan bokongnya dengan mulus di sofa. Lalu menatap kotak tersebut dengan alis yang terangkat satu.     

"Apa ada seorang penggemar ku yang mengirimkan hadiah?" Tanya Sean dengan kekehan kecil. Ia merasa bodoh menanyakan hal itu pada dirinya sendiri. Mana mungkin seorang pembunuh bayaran memiliki seorang penggemar, apalagi sampai mengirimkan hadiah untuknya. Apa tidak merasa takut terbunuh olehnya suatu saat nanti?     

Dengan cepat, ia mulai membuka tutup kotak tersebut. Di sana terdapat simbol kucing hitam yang sangat ia kenali. Karena tidak ingin mengambil kesimpulan dengan cepat, ia segera melihat-lihat isinya. Terdapat banyak foto Xena yang di potret dari berbagai sisi. Foto dari sejak gadis itu lepas dari dirinya dan juga Hana, sampai foto Xena pada hari ini. Ia mengetahui itu semua karena di setiap sudut foto di berikan keterangan tanggal, bahkan keterangan waktunya juga ada.     

"Sial." Umpat Sean sambil berdecih kecil. Tangannya terulur mengambil sebuah kertas yang dapat ia tebak isinya adalah rangkaian kalimat yang di tunjukkan untuk dirinya.     

:envelope:     

Terkejut? Ah iya, aku tidak ingin berbasa-basi lagi. Kamu salah sasaran, dan kamu akan kalah untuk kali ini. Ternyata, sampai detik ini kamu selalu kalah dari ku. Ingin tahu cara ku selamat dari tembakan mu? Terasa menyakitkan memang, tapi berkat alat ku yang pasti kamu tahu dengan nama 'nerve repair' yang aku ciptakan untuk menyembuhkan sel syaraf yang rusak. Untung saja setiap saat aku memakai alat itu pada tubuhku. Ah iya banyak basa basi ya? Aku akan menunggu langkah mu yang tertinggal jauh di belakang ku. Selamat salah mengambil langkah, adik pendendam.     

:envelope:     

Membaca surat itu, Sean langsung saja mendengus kasar. Bisa-bisanya Hana memakai alat nerve repair yang dulu gadis itu bilang gagal uji percobaan. Dan ternyata, di pakai untuk dirinya sendiri? Sangat licik. Pantas saja dulu seorang Hana Xavon mendapatkan gelar pembunuh bayaran wanita yang paling ahli.     

Dengan cepat, ia menggumpalkan surat tersebut menjadi terlihat beberapa lipatan kasar yang merusak bentuk kertasnya menjadi bulatan yang sudah terlihat kacau. Ia sama sekali tidak takut dengan apa yang tertulis di surat ini, pertanda jika memang Hana masih hidup sampai saat ini. Bisa di bayangkan seberapa matang persiapan gadis tersebut untuk kembali mengincar target sasaran yang tidak sempat terbunuh itu.     

Ia lalu berlanjut melihat lebih dalam, terdapat satu kotak panjang berwarna hitam disana. Tidak ingin berlama-lama lagi, ia langsung membuka kotak tersebut.     

Lagi dan lagi, terdapat sebuah benda kecil yang berbentuk seperti pisau. Ia ingat, itu pisau andalannya saat sedang menyiksa para target sasaran. Bahkan Xena pernah ia lukai dengan pisau kecil itu tanpa rasa bersalah sedikitpun. Ia menaikkan sebelah alisnya karena terdapat kertas kecil lagi yang terpaksa harus ia baca.     

"Want to join me again to kill Xena or will you stay with that cold girl?" ucap Sean membaca apa yang tertulis di sana. Dan ya, sudah dapat di pastikan jika selama ini Hana memata-matai hidupnya karena sudah memiliki seorang gadis yang sangat berharga. Bisa saja, ini menjadi titik kelemahan dirinya bagi Hana.     

Namun Sean lebih memilih untuk menaikkan sebelah alisnya lalu berdecih sinis seolah-olah merendahkan kalimat yang masuk ke dalam ancaman itu. Memangnya kenapa jika ia memilih Erica? Hidupnya sudah terlalu rumit untuk terus-menerus berdampingan bersama dengan Hana. Tapi, ia memiliki salah satu ide yang membuat dirinya seperti langsung menjentikkan jemarinya ke udara.     

"Gotcha, aku menemukan sebuah rencana."     

Baru saja ia ingin beranjak dari sofa, layar monitornya nyala begitu saja menampilkan Allea yang tengah berkutat pada laptopnya. Sama halnya dengan Erica tadi, pandangannya tertuju pada satu lambang H yang terdapat di sudut kanan laptop tersebut. Ia mengurungkan niat untuk menyusun rencana selanjutnya.     

Ia mendengar setiap ucapan Erica yang di gumamkan dengan nada pelan menyuruh robot pengintai mulai menyalakan rekaman dengan mode suara.     

Dengan serius, ia mulai kembali memposisikan tubuhnya seperti sedang serius menonton film bioskop. Padahal jelas-jelas ia sedang menonton apa yang di rekam saat ini, hanya percakapan biasa saja tanpa ada yang mencurigakan sedikitpun.     

"Sean Xavon."     

Sean yang mendengar itu langsung saja menaikkan sebelah alisnya. Kenapa gadis yang menelpon Allea itu menyebut nama dirinya? Dan kenapa Allea terlihat terkejut saat mendengar namanya? Padahal sudah dapat di pastikan jika ia tidak kenal dengan kedua gadis itu. Dengan kedua bola mata yang memutar, ia mengambil hidangan banana foster yang telah di siapkan Jeremy tadi. Biasanya ia akan memilih untuk makan makanan yang renyah, tapi kali ini ia ingin memakan yang manis-manis.     

//Fyi; Salah satu makanan manis yang satu ini bisa dikatakan sebagai dessert populer di Amerika. Perpaduan yang tersaji dari pisang yang telah digoreng dengan menggunakan pan bersama bahan-bahan lain seperti gula, rum, mentega, dan kayu manis sampai akhirnya membentuk karamel manis serta di tambah dengan es krim vanilla di atasnya.//     

"Sudah ku bilang, sepertinya aku memiliki penggemar." ucap Sean dengan penuh percaya diri, lihat bahkan dirinya masih sempat menyelipkan nada bercanda di saat serius seperti ini. Ah ia jadi merindukan Erica dengan lumatan kecil di bibir mungil gadisnya itu.     

Jika ia mempunyai pilihan, sepertinya ia ingin memilih untuk hidup damai dengan Erica. Menjalin kasih yang selama ini tidak pernah ia rasakan. Tapi di satu sisi, ia juga tidak bisa meninggalkan pekerjaannya yang lebih penting dari apapun di dunia ini. Penting? Iya, membunuh orang adalah hal yang penting. C'mon, ia hanya membunuh orang yang serakah dan tamak saja. Selebihnya ia tidak akan membunuh jika target sasarannya tidak mempunyai kesalahan yang merugikan banyak orang.     

Ia memfokuskan pandangannya kembali ke layar, sambil sesekali tangannya memotong kecil makanan penutup itu ke dalam mulutnya. Setelah mendengarkan percakapan Allea yang seperti di alihkan topik pembicaraannya, robot pengintai tersebut langsung saja mengarahkan kameranya ke Erica.     

Dapat terlihat jelas wajah gadisnya yang masih setia dengan wajah datar. Ia melambaikan tangannya berharap Erica dapat melihatnya, detik selanjutnya ia tertawa geli menyadari tingkah konyolnya.     

"Astaga, gadis ku cantik sekali."     

Setelah merasa jika tidak ada hal lain lagi yang perlu ia perhatikan, akhirnya Sean memutuskan untuk bangkit dari duduknya sambil menepuk-nepuk bokongnya yang mungkin saja terdapat debu sofa.     

Ia ingin menyusun rencana yang matang untuk hal ini, apa itu kira-kira?     

"Just wait for the game."     

Satu hal yang tidak Hana sadari, gadis itu terlalu menganggap dirinya lemah. Tapi sebenarnya gadis itu lah yang terlalu menyombongkan diri yang bisa saja suatu saat nanti di kalahkan oleh seseorang. Siapa orang itu? Dia adalah Sean Xavon, memangnya ada lagi orang yang berani menembakkan pistol ke arah Hana selain dirinya?     

"Prepare yourself for true death." gumam Sean sambil tersenyum miring. Sebuah senyuman yang biasa ia tampilkan untuk para korban yang ia ingin habiskan nyawanya pada saat itu juga.     

Sean Xavon masih memiliki jiwa iblis walaupun sudah bertemu dengan Erica Vresila si gadis dingin yang berhati malaikat. Because a murderer, will remain a murderer forever.     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.