My Coldest CEO

Sembilan puluh satu



Sembilan puluh satu

0Hana Xavon.     

Satu nama yang menjadi ancaman dunia saat ini. Memiliki bahkan lebih banyak kenalan daripada Sean, ia juga memiliki banyak sekali mata-mata yang membantu dirinya bertugas. Jika terkait masalah, ia tidak perlu repot karena memiliki seorang asisten yang sangat dekat dengan dirinya.     

Tidak pernah masuk ke dalam penjara, bahkan untuk catatan kepolisian terbilang sangat dikit karena dirinya selalu bermain lembut. Tidak seperti Sean yang terkadang terlepas kendali langsung membunuh tanpa membuang mayat korbannya terlebih dahulu. Ya sebenarnya hal itu tidak masalah, lagipula setiap pembunuh bayaran pasti dihapus sidik jarinya dan jika tidak mereka memerlukan sarung tangan khusus yang langsung menyatu dengan warna kulit. Ini untuk mencegah pelacakan berkala yang dapat di selidiki oleh pihak kepolisian atau FBI.     

Setelah menutup telepon yang menghubungkan dirinya dengan Xena, ia segera memutuskan kabel telepon rumah dengan gunting yang berada di tangannya.     

"Ups, tidak sengaja." ucapnya seakan-akan tidak peduli dengan tindakannya barusan. Ia bisa saja beli seribu buah telepon tanpa harus berpikir panjang. Jadi, kehilangan telepon bukan masalah baginya. Lagipula pasti Xena akan memberitahu kepada Vrans atau kedua sahabatnya yang bahkan tidak berguna sama sekali.     

Dengan tatapan mata yang intens, ia melirik ke arah jam dinding. Sudah hampir beberapa menit ia menunggu Sean untuk menghubungi dirinya kembali tentang penawaran kembalinya mereka berdua yang selalu bekerjasama dalam aksi pembunuhan.     

Sayang sekali, Sean dengan mudah termakan oleh rayuan Erica. Jelas saja adiknya itu merasa penasaran dengan apa yang mungkin menjadi tawaran serta keuntungannya. Ah iya, Sean bodoh. Dan selamanya akan bodoh.     

Apa yang di katakan Xena tentang Sean yang akan mengalahkan dirinya sangat tidak masuk akal. Ayolah, memangnya siapa yang bisa membunuh dirinya? Ah iya, ia lupa jika Sean hampir membuat dirinya kehilangan nyawa.     

Hana sungguh memanjatkan puji syukur untuk alat yang ia buat dengan sangat teliti dan penuh perhitungan. Bernama nerve repair yang memiliki daya penyembuhan yang sangat kuat. Dapat menyaingi kecepatan peluru yang bisa mematikan dirinya pada detik singkat, dan mampu menyembuhkan tepat saat sel syarafnya mulai rusak. Alat kecil yang berfungsi besar dalam misinya yang mungkin bisa saja membuat dirinya kehilangan nyawa, dan itu benar adanya. Nerve repair mempunyai sistem kinerja yang sangat sempurna jika di bandingkan dengan peralatan yang pernah ia buat.     

"Ternyata aku ahli dalam membuah benda-benda keren." ucap Hana sambil terkekeh kecil. Ia melangkahkan kakinya menuju sofa di depam televisi sambil menggumamkan lagu yang kini sedang berputar secara otomatis di dalam otaknya.     

Ia menyandarkan tubuhnya pada sofa, lalu kakinya di angkat ke atas meja dan kedua tangannya langsung ia letakan di belakang kepala seperti menopang kepalanya supaya ada tumpuan.     

"Permisi Nona Muda."     

Hana menaikkan sebelah alisnya kala melihat seorang maid laki-laki yang sudah menghentikan langkah di hadapannya. Oh ayolah, ia baru saja ingin bersantai.     

"Ada apa, Alard?" ucapnya sambil memposisikan tubuhnya dengan benar. Tidak ada lagi kaki di atas meja yang bahkan terlihat tidak sopan jika seseorang melihat dirinya yang bernotabene sebagai seorang gadis tapi justru bertingkah layaknya seorang laki-laki. Ia menatap maid yang sudah paruh baya itu dengan heran, pasalnya ditangan laki-laki itu terdapat sebuah kotak hitam seperti miliknya yang beberapa menit lalu ia kirim kepada Sean.     

Alard terlihat tersenyum simpul sambil meletakkan kotak hitam tersebut di atas meja yang tadi menjadi tumpuan kaki Hana. Ia menaruhnya dengan pelan, sangat sopan sekali. "Sepertinya ini dari Tuan Muda." ucapnya sambil kembali menegakkan tubuhnya kala sudah berhasil meletakkan kotak hitam tersebut ke atas meja. Kerutan di wajahnya menampilkan raut yang masih memancarkan jiwa muda yang masih sanggup bekerja demi menghidupi dirinya sendiri.     

Pada detik itu juga, senyum Hana langsung merekah mendengar siapa yang mengirimkan kotak hitam ini untuk dirinya. "I GOT YOU BACK, MY LITTLE BROTHER!" Pekiknya dengan nada senang sambil menepuk kedua tangannya seolah-olah ini adalah hal yang paling ia tunggu-tunggu sejak tadi, ya hal ini memang benar adanya.     

"Saya permisi ya, Nona." ucap Alard sambil membungkukkan sedikit tubuhnya dengan sopan lalu setelah melihat anggukan kepala dari Hana, ia langsung mengundurkan diri kembali pada pekerjaannya sebagai 'doorman' sekaligus 'private driver' di kediaman seorang Hana Xavon ini.     

Dengan gaji yang hampir menginjak $1000 membuat Alard selalu merasa tercukupi. Walaupun Hana selalu membunuh banyak orang dan bertindak sangat mengintimidasi dan menyeramkan, tak ayal gadis yang mendapat gelar 'best assassin' itu masih memiliki hati untuk para maid yang bekerja di rumahnya. Entahlah, setiap bagian pekerjaan yang menjadi tanggung jawab para maid digaji dengan harga yang berbeda sesuai dengan tingkat kesulitannya. Menjadi 'private driver' bukanlah hal yang mudah. Memangnya siapa yang di tugaskan jika Hana terlibat aksi pengejaran dengan FBI? Memangnya siapa yang mengambil andil saat musuh Hana yang dengan tidak sopannya mengejar mobil yang sedang mereka pakai dan menembakinya dengan wajah tak berdosa? Tentu dengan gaji $1000 mungkin sepadan dengan jasa yang telah ia berikan untuk gadis bringas itu.     

Sedangkan Hana, ia sudah memfokuskan pandangannya pada kotak hitam itu. Astaga ia tidak menyangka jika Sean yang selama ini selalu ia mata-matai dari kejauhan bisa berinteraksi lagi dengan dirinya.     

Dengan cepat, ia langsung membuka penutup kotak tersebut. Di sana hanya ada surat dan satu jam tangan.     

Hana langsung saja melihat surat tersebut dan apa maksud Sean memberikannya jam tangan ini.     

:envelope:     

Hi, how are you, Hana?     

Ready with this bomb watch?     

:envelope:     

"Shit."     

Hana langsung saja beranjak dari duduknya dan langsung mengambil kotak hitam tersebut dengan cepat. Terdengar detik hitungan mundur dari jam tersebut membuat dirinya langsung panik dengan apa yang mungkin terjadi. Karena alat nerve repair mikirnya tidak akan berfungsi pada bom.     

"ALARD, CAN YOU HELP ME?!" Teriak Hana sambil berlari ke arah Alard yang sedang berdiri tegak dengan profesional di depan pintu utama rumahnya.     

Alard yang melihat hal itu langsung saja bertindak tegas. "What can I do for you, miss?"     

"Bom!" pekik Hana sambil berdiri tepat di hadapan Alard sambil menjulurkan kotak hitam tersebut.     

Pada detik itu juga, Alard langsung saja mengambil kotak tersebut dan berlari ke arah mobil yang biasa sudah terparkir di halaman rumah Hana. Ia segera memasukkan kotak hitam tersebut bersamaan dengan dirinya yang langsung melajukan mobil. Beruntung sekali karena rumah Hana berada dekat dengan jurang karena memang berlokasi di pedalaman yang jarang sekali di singgahi banyak orang.     

Melihat Alard yang sudah melaksanakan tugasnya, Hana segera menendang pintu rumah dengan kencang. Ia tidak habis pikir dengan Sean yang sangat brengsek lebih dari apapun.     

"DAMN! WAIT FOR MORE GAMES, SEAN!"     

...     

Di seberang sana, Sean terkekeh geli. Ia tidak habis pikir dengan jalan pikirannya yang sangat tidak jelas. Niatnya ingin kembali bergabung dengan Hana dan berpura-pura mendukung gadis itu, tapi tidak jadi. Ia bahkan tidak sudi bekerja sama lagi dengan seorang gadis yang termakan ketamakan yang di buat oleh dirinya sendiri.     

Dengan air mata yang menetes dari sudut matanya, Sean akhirnya menghentikan tawa merasa konyol dengan apa yang ia pikirkan. Astaga Sean, sepertinya julukan laki-laki aneh yang di berikan Erica untuknya itu sangatlah pantas.     

Untuk merayakan kemenangannya, ia langsung melangkahkan kaki menuju Jeremy yang tengah membersihkan shaker mixer combination miliknya dengan teliti.     

"Jeremy." sapa Sean sambil duduk di kursi bar dengan gerakan yang sangat keren. Jika Erica ada disini, sudah dapat di pastikan jika gadis itu langsung memutar kedua bola matanya dengan jengah.     

Jeremy sedikit terkejut dengan kehadiran Sean, namun ia segera menyunggingkan senyum hangat.     

"Ada apa, Tuan Muda?" Tanya Jeremy sambil menaruh towel yang berada di genggamannya ke tempat semula dan juga ia menata kembali shaker mixer combination-nya.     

"Berikan aku segelas The Macallan Valerio Adami 1926." ucap Sean sambil tersenyum miring, ia menopang kepalanya dengan tangan kanan.     

//Fyi; Wiski paling top hingga saat ini mungkin tidak ada yang menandingi The Macallan Valerio Adami 1926. Whisky kelas atas ini telah diperam sejak 1926. Label botolnya dirancang oleh Valerio Adami. Wiski ini hanya diproduksi sebanyak 12 botol saja. Harganya saat pelelangan awal tahun lalu di Bonhams Whiskey Sale (Edinburg, Irlandia) adalah 848.000 poundsterling atau sekitar Rp 17 miliar.//     

Jeremy langsung saja menganggukkan kepala. Ia merasa menjadi bartender yang paling beruntung karena kesehariannya bisa memegang puluhan botol minuman beralkohol dengan harga fantastis. Hal ini hanya ia dapatkan saat berada di rumah Sean. Bahkan tidak segan juga Tuan rumahnya tersebut mengizinkan dirinya untuk mencicipi minuman alkohol ini. Kata Sean, dirinya sudah selalu menyediakan minuman dengan baik. Jadi, meminum alkohol yang dibeli dengan uang dirinya sangat tidak sebanding dengan kebaikan dan keahlian Jeremy.     

Jika Jeremy merasa beruntung bekerja di rumah Sean, begitu juga Sean yang beruntung mempekerjakan Jeremy. Sayangnya, laki-laki ini sangatlah gengsi untuk sebuah pengakuan yang bahkan tidak perlu malu untuk di ungkapkan.     

Sean menatap deretan botol yang selalu menjadi daya tariknya. Oh ayolah, laki-laki mana yang tidak tergiur dengan alkohol? Bahkan bagi dirinya sendiri, minuman itu adalah candu yang paling tidak bisa dihindarkan. Tapi, kecanduan yang berlebihan itu tidak baik pada sistem saraf karena bisa saja membuat perubahan kimia pada otak.     

"One glass of whiskey ready to drink." ucap Jeremy sambil menyodorkan gelas yang sudah siap ia tuangkan cairan yang bagi siapa tidak terbiasa pasti tenggorokannya akan terasa seperti terbakar.     

Sean mengambil segelas minuman beralkohol itu, lalu mengangkat singkat kedua alisnya. "Thanks, you are the best bartender." ucapnysay sambil menepuk pundak Jeremy dengan singkat.     

Untuk merayakan ledakan di kediaman baru milik Hana Xavon, ia disini menikmati segelas alkohol dengan satu botolnya yang berharga fantastis.     

"For victory and for defeat."     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.