My Coldest CEO

Sembilan puluh tiga



Sembilan puluh tiga

0Manhattan Mall     

100 W 33rd St, New York, NY 10001, Amerika Serikat.     

Kini Xena melompat-lompat layaknya seorang anak kecil yang tengah merasakan bahagia yang teramat sangat. Ia menatap Erica dan Allea secara bergantian, lalu menggandeng erat kedua tangan sahabatnya itu. "AYO KITA SHOPING!" pekiknya dengan nada yang terdengar sangat riang. Ia memunculkan senyum manis di wajahnya, terlihat sangat menawan.     

Mereka berdua mengikuti langkah Xena yang mulai masuk ke dalam sebuah toko ternama yang menjual berbagai macam pakaian atau aksesoris lainnya.     

Allea terkekeh kecil melihat tingkah Xena, lalu ia melepaskan genggaman tangan gadis itu. "Ayolah, Xena. Kalau kita bertiga jalan beriringan seperti ini, akan mengganggu orang lain." ucapnya sambil berjalan mundur supaya akses jalan orang yang berada di belakang tubuhnya bisa langsung berjalan tanpa harus menunggu kelambatan mereka bertiga.     

Xena terkekeh kecil. "Supaya kamu dan Erica tidak hilang, nanti siapa yang mau sahabatan sama aku lagi?"     

Erica yang mendengar itu langsung saja tersenyum kecil, ia ikut melepas genggaman tangan Xena pada pergelangan tangannya. "Banyak yang mau menjadi sahabat mu, bahkan banyak." ucapnya dengan nada yang di tekan pada setiap kalimatnya. Ia menoleh ke arah Allea dengan tatapan yang sulit di artikan.     

Merasa di tatap oleh Erica setelah gadis itu mengucapkan kata-kata yang terdengar ganjal, ia segera mengelus lengan kanannya dengan tangan kirinya. "Euhm, apa?" Tanyanya dengan gugup. Bagaimana pun juga, ia masih canggung jika berada di dekat Erica. Padahal, gadis yang berada tepat di sampingnya ini sudah menunjukkan jika tidak ada yang perlu di khawatirkan dari sifat dingin nan datarnya.     

Terlebih lagi, Erica dengan tangan terbuka menerima tawaran dirinya untuk pergi ke pusat perbelanjaan. Sayangnya, Orlin tidak hadir karena ingin bertemu dengan Niel sang pujaan hati. Jika di bayangkan, mungkin menjadi Orlin sangatlah berat. Dekat, tapi seperti menjalani hubungan jarak jauh. Jarang sekali bertemu, bertelponan pun jika ingat saja. Ah, bagaimana jika Orlin mempunyai sifat sensitif seperti kebanyakan gadis yang berharap lebih pada pasangannya? Tidak mungkin, Orlin adalah sosok gadis yang sangat mengerti bagaimana sibuknya menjadi seorang Niel.     

Erica menggelengkan kepalanya, pada detik selanjutnya ia terkekeh kecil. "Ada sesuatu di rambut mu," ucapnya sambil menjulurkan tangan untuk mengambil benang putih yang entah kenapa berada di sana. Sebenarnya, apa yang diucapkan dirinya barusan itu adalah kata-kata yang pantas untuk Allea.     

Entah kenapa, dari awal ia sudah curiga dengan Allea. Bagaimana tidak? Teror tidak jelas yang entah kenapa bermunculan sejak hadirnya gadis itu di Luis Company. Kebetulan atau memang Allea memiliki suatu hubungan dengan Hana, ia sendiri juga belum dapat memastikan semua itu.     

Allea mengerjapkan kedua bola matanya, lalu menatap sehelai benang yang memang benar ada di rambutnya. "Astaga terimakasih banyak, Erica." ucapnya sambil tersenyum manis.     

Xena menatap Allea dan juga Erica secara bergantian, lalu dirinya membulatkan mata dengan gerakan kelewat heboh. "Oh aku tahu! Kalian sudah berteman, iya kan? Astaga kalau begitu aku ingin ditraktir sepuluh taco!" ucapnya sambil menepuk tangan dengan riang. Ia sudah memikirkan bagaimana dirinya hidup berdampingan dengan taco sebagai peneman bosannya saat Vrans tengah berkutat dengan pekerjaan. Ah bahkan laki-laki itu tadi sudah izin pada dirinya untuk menyelesaikan semua dokumen yang harus di periksa pada hari ini juga. Sebenarnya bisa di tunda besok-besok, tapi Vrans tidak menyukai menunda pekerjaan.     

Karena sesuatu yang sudah berniat untuk di tunda, pasti akan lama memiliki suasana hati untuk kembali mengerjakannya. Daripada menumpuk dan hanya menambah beban, lebih baik dari awal sudah di kerjakan supaya hari libur dapat bersantai dengan orang yang sangat di cintai.     

Memangnya siapa lagi gadis yang menjadi idaman Vrans selain seorang Xena Carleta Anderson?     

Erica memutar kedua bola matanya menatap ke arah Xena. "Tidak, kamu beli saja sendiri." ucapnya sambil melangkahkan kaki menuju bagian rak sepatu yang di bandrol dengan harga cukup fantastis.     

Sedangkan Xena, gadis itu sudah menjulurkan lidahnya dengan sebal ke arah Erica. "Dasar pelitnya tidak hilang-hilang!" serunya sambil menghentakkan kaki. Kini, ia menatap ke Allea dengan sorot mata berbinar. Harapannya untuk meminta traktiran taco hanya gadis ini seorang.     

"Ayolah Allea, benar kan perkataan aku tentang kalian yang sudah berteman?" Tanya Xena.     

Allea yang mendapatkan pertanyaan seperti itu hanya terkekeh kecil. "Tidak tahu, aku tidak mengerti dengan jalan pikiran Erica." ucapnya sambil menatap salah satu high heels yang berada tepat di rak panjang yang terletak pada belakang Xena. Ia tergiur dengan warna pink soft yang cantik membuat siapapun yang memakainya pasti akan terlihat sangat feminim dan menawan.     

"Berikan aku kepastian!" seru Xena masih berharap dengan apa yang akan di katakan Allea yang sebenarnya. Tidak, ia bukannya tidak mampu membeli taco sendiri. Bahkan jika boleh, ia bisa saja membeli salah satu kedai taco favoritnya berserta para karyawan yang berada di sana. Ia hanya... just for fun.     

Allea menganggukkan kepalanya, lalu langsung saja berjalan melewati Xena begitu saja. Ia mendekati rak panjang yang terdapat empat high heels best seller dengan satu model dan dua warna, hitam dan soft pink.     

"Ayo kita beli ini!" seru Allea dengan riang, ia menatap Xena dengan tatapan berbinar. Astaga ia sudah lama tidak berbelanja dengan teman-temannya seperti ini. Terlebih lagi membeli sesuatu yang couple dengan mereka, ia tidak pernah merasakannya.     

Xena menaikkan sebelah alisnya, lalu berjalan mendekati Allea. "High heels?"     

"Iya, cantik, bukan?"     

"Bagaimana kalau kita beli masing-masing satu pasang? Aku dan Orlin berwarna hitam, kamu dan Erica berwarna soft pink."     

"Wah saran yang bag--"     

"Tidak, aku tidak mau warna pink."     

Allea dan Xena langsung saja memusatkan perhatiannya pada suara yang terdengar dingin itu. Mereka melihat Erica sudah berdiri dengan tangan yang memegang lima buah gantungan yang berisi kaos biasa, jaket, dan hoodie.     

"Ayolah, Erica. Mau ya? ya? ya? ya?" ucap Xena sambil mendekati Erica dengan sorot puppy eyes andalan dirinya. Ia menggoyang-goyangkan lengan sahabatnya itu supaya mau menuruti dirinya.     

Allea menganggukkan kepalanya, merasa setuju dengan apa yang di ucapkan Xena. "Ayolah, Erica. Supaya kita memiliki barang yang sama."     

"Tidak mau."     

Xena menekuk senyumnya. "Kalau begitu, akan ku adukan pada Sean kalau gadisnya ini tidak ingin berpenampilan cantik."     

"Terserah."     

"Kalau begitu, akan aku paksa." ucap Xena sambil mengambil high heels tersebut pada masing-masing tangannya.     

Allea yang melihat itu langsung terkekeh. "Setidaknya, ambil keranjang belanjaan terlebih dahulu. Jangan taruh semuanya pada tangan mu, itu menyulitkan."     

"Sudah ku bilang tidak perlu," ucap Erica sambi menghembuskan napasnya. Selalu saja ia tidak pernah bisa menolak apa yang diinginkan oleh Xena, gadis itu seperti memiliki magnet khusus yang membuatnya selalu mengiyakan permintaannya.     

Xena menjulurkan lidahnya ke arah mereka berdua. "Biarkan saja, siapa suruh susah di beritahu?"     

"Memang kamu memberitahu kan apa, Nyonya Luis?" Tanya Erica sambil mengulum sebuah senyuman. Baiklah sekarang giliran waktunya untuk menggoda Xena dengan kalimat yang selalu membuat gadis itu merasa malu setengah mati.     

Xena yang mendengar panggilan untuk dirinya itu langsung saja merasakan panas di pipinya, astaga rona merah jambu itu selalu hadir jika ia di kaitkan dengan hal-hal berbau segala hal tentang Vrans. "ERICA MENYEBALKAN!" ucapnya sambil menghentakkan kaki dengan gemas. Karena tidak ingin mendengar kekehan tawa Erica yang mulai puas dengan aksi pembalasan dendamnya itu, ia segera melangkah kaki menuju kasir untuk membayar empat pasang sepatu yang berada di pelukannya.     

Sedangkan Allea, ia mengerjapkan mata saat melihat tawa puas Erica yang bahkan tidak pernah diperlihatkan untuk dirinya. "Apa kamu selalu merasa senang ketika dekat dengan Orlin dan Xena?" Tanyanya, lagi-lagi ia berhati-hati dalam setiap kalimat yang diucapkan barusan.     

Tawa Erica dengan perlahan memudar. Pandangan mata yang tadi mengarah pada Xena yang mulai menjauh dari pijakannya dengan kaki dihentak-hentakan itu, langsung saja menoleh ke arah gadis di sampingnya. "Tentu, karena mereka sahabat ku." ucapnya dengan seulas senyuman. Ia tidak ingin terlalu menatap orang lain dengan pandangan sinis yang di buat olehnya.     

Allea ber oh ria, lalu mengambil satu pasang sepatu yang juga sempat menjadi daya tariknya. "Ku pikir, aku akan membeli ini." ucapnya untuk memecahkan suasana. Ia rasa, topik pembicaraan yang dibahas pada Erica saat ini justru terasa sangat canggung baginya.     

"Kenapa memang?" Tanya Erica bermaksud untuk menanyakan tentang 'kesenangan' yang ia tunjukkan hanya pada Orlin dan Erica.     

Allea menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum manis. "Tidak, ternyata senyum mu manis."     

"Aku tidak tersanjung."     

"Dan aku tidak memuji mu, Erica. Aku berbicara sesuai fakta yang ada."     

Erica menganggukan kepalanya dengan paham, lalu menunjuk Xena yang seperti sedang mengobrol dengan kasir yang melayani gadis itu.     

Astaga Xena, mentang-mentang toko ini belum ramai pembeli, ia menyempatkan diri untuk mengobrol dengan pegawai di sini. Gadis itu benar-benar gadis pluto aneh dengan tingkat interaksi pada orang lain yang sangat bagus. "Aku ingin ke kasir bersama dengan Xena untuk membayar baju-baju ku."     

"Sepertinya, aku juga begitu."     

Mereka berdua berjalan mendekati Xena yang kini sedang terkekeh kecil, sepertinya ia mengobrol dengan asyik.     

"Iya kah? Bahkan aku pernah sekali tercebur di kolam ikan karena dengan gaya sok keren berjalan di tepiannya." ucap Xena dengan sangat heboh.     

Erica yang mendengar percakapan Xena dengan kasir itu hanya bisa menaikkan sebelah alisnya. Topik pembicaraan macam apa yang membahas tindakan konyol yang pernah terjadi di kehidupan?     

"Ekhem." demen Erica sambil menaruh bajunya di meja kasir membuat sang kasir dan Xena pada detik itu juga langsung menolehkan kepalanya.     

"Eh Erica? Sejak kapan di sini?"     

"Sejak se abad lalu."     

"Woahh berarti kamu sudah tua. Halo grandma Erica, silahkan bayar belanjaan anda."     

Xena membungkukkan tubuhnya dengan sopan membiarkan Erica menempati posisi barisan antrian yang sebelumnya di tempati olehnya.     

Allea hanya bisa terkekeh geli melihat interaksi Erica dan juga Xena. Mereka seperti kepribadian terbalik yang bertemu. Erica yang dingin dan Xena yang cerewet.     

"Aku masih muda dan terawat, tahu!"     

"Kalau begitu, kenapa belum memiliki kekasih?"     

"Merepotkan."     

Erica menaruh kartu debit nya kepada sang kasir untuk membayar belanjaannya, lalu menggesekkan kartu tersebut untuk memasukkan sandi kartunya. Setelah pembayaran berhasil, ia menaruh kembali kartu debit yang berada di tangannya, lalu menyingkirkan tubuhnya supaya Allea bisa membayar sepatu pilihannya.     

"Lalu Sean? Woah apa kalian sudah bertunangan?!"     

"Jangan berandai-andai, Xena."     

"Dasar pakar cinta yang tidak pernah jatuh cinta."     

Erica terkekeh kecil mendengar ucapan Xena. Memang benar adanya ia selalu marah dan keluar kalimat-kalimat bijak untuk membuat para sahabatnya tenang saat sedang mengalami patah hati atau perubahan suasana hati.     

"Karena pelatih tidak pernah bermain. Mungkin akan segera bermain, tapi entahlah kapan saatnya."     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.