My Coldest CEO

Sembilan puluh delapan



Sembilan puluh delapan

0Hari yang lelah mengingat setelah membongkar seluruh flashdisk milik Hana yang sempat di hilangkan oleh Allea hanya berisikan dokumen kerjaan gadis itu sebagai staff dan beberapa biodata mengenai seorang Allea Liagrelya. Sean dan Erica merasa malu karena sudah mentargetkan seseorang yang jelas-jelas sangat melenceng dari perkiraan.     

"Salah siapa? Kamu."     

Erica melenggang pergi meninggalkan Sean dan D. Krack yang masih setia duduk di sofa sambil menikmati beberapa camilan ringan, lagi dan lagi. Dimana pun dan kapan pun, pasti makanan ringan adalah destinasi yang paling enak untuk mengganjal perut.     

Dengan tidak memperdulikan panggilan Sean yang memenuhi setiap sudut ruangan, ia langsung saja melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Sean. Belum sempat bersih-bersih tubuh, sudah di tarik paksa untuk menyelidiki masalah flashdisk. Tidak, ia tidak pernah masalah dengan hal itu. Tapi setelah memberitahu Vrans tentang kenyataan yang sejujurnya, justru Sean dengan sangat bodohnya tidak membolehkan dirinya untuk beranjak dan pergi dari ruangan merah hitam itu.     

Bayangkan saja, hampir satu jam ia ikut menonton film dengan alur yang sangat membosankan itu tanpa protes sekalipun. Toh percuma protes juga tidak akan di gubris oleh laki-laki konyol itu.     

Dan setelah dirinya merasa jengah, terjadilah perdebatan kecil yang membuatnya jengkel. Dan di sinilah dirinya, sudah melepaskan high heels yang seharian ini menjadi alas kakinya.     

"Astaga lega sekali," ucapnya ketika high heels tersebut sudah lepas dari kedua telapak kakinya.     

Untung saja maid yang berada di rumah ini sangatlah profesional dan peka dengan apa yang harus di lakukan, jadi seluruh paper bag yang di belinya tadi sudah diletakkan tepat di atas kasur king size milik Sean.     

Tenaganya sudah habis dan tubuhnya kini sudah sangat lelah, jadi besok adalah hari libur yang paling menyenangkan sedunia. Ia sudah memikirkan hari libur dan ingin bangun siang hari untuk memanjakan dirinya di kasur. Ingin pulang ke rumah pun rasanya sangat malas mengingat hari sudah malam dan mungkin jalanan sudah sepi. Jadi, mau tidak mau dirinya harus menginap disini bersama dengan laki aneh yang rasanya ia ingin patahkan tulangnya pada saat ini juga. Laki-laki menyebalkan yang suka sekali meluncurkan padanya kalimat-kalimat menggoda yang terdengar sangat menjijikan.     

Erica melempar high heels yang berada di tangannya dengan asal, lalu berjalan menuju lemari pakaian milik Sean. Sebuah boxer dan kaos kebesaran adalah pilihan yang tepat untuk dipakai kala ingin memasuki mimpi pada malam hari.     

Dengan cepat, ia segera masuk ke dalam kamar mandi dan mengunci pintu tersebut dengan rapat. Ia tidak ingin Sean dengan wajah tanpa dosanya asal masuk ke dalam kamar mandi yang bisa saja membuat laki-laki itu melihat lekuk tubuhnya yang terekspos sempurna.     

Tidak, ia tidak akan membiarkan hal itu.     

Tangannya mulai bergerak untuk menggantung pakaian yang ia ambil dari lemari pakaian Sean lalu langsung mulai melucuti pakaiannya tanpa banyak basa basi lagi setelah itu memasukkannya ke dalam keranjang pakaian.     

"Satu malam untuk melepas seribu penat," gumamnya sambil masuk ke bilik kamar mandi yang terdapat shower di dalamnya. Sambil mengatur suhu air menjadi hangat supaya tidak menimbulkan demam karena mandi dengan air dingin pada malam hari, ia mulai saja membasahi tubuhnya.     

Sabun maskulin milik Sean terpaksa ia pakai karena dirinya sama sekali tidak membawa peralatan apapun kecuali barang belanjaannya tadi. Padahal bisa saja ia memakai baju barunya, tapi belum di cuci membuat dirinya enggan. Karena sudah dapat di pastikan jika baju baru yang di beli di toko besar secara terbuka sudah di jelajahi oleh banyak orang. Ya hanya untuk meningkatkan protokol kebersihan saja supaya tidak terjadi suatu hal yang tidak di inginkan.     

Setelah cukup dengan kegiatan bersih-bersih tubuh dengan wangi yang sama sekali bukan ciri khasnya, Erica langsung menyambar handuk yang hanya cukup untuk menutupi tubuhnya sampai satu jengkal ke bawah pinggang. Handuk laki-laki memang terkadang memiliki ukuran yang jauh lebih kecil karena hanya dipakai untuk menutupi area pinggang saja. Sedangkan seorang gadis? Jangan ditanyakan lagi ada beberapa bagian yang tidak boleh di umbar begitu saja.     

Ia langsung berjalan menuju ke cermin besar dan memakai kaos kebesaran milik Sean dan juga boxer tersebut. Ah sebenarnya ia risih tanpa pakaian dalam sebagai pakaian utama sebelum melekatkan pakaian pada tubuhnya.     

Dadanya terasa tidak ada yang menahan dan terasa sangat menjijikan. Astaga, bahkan sepertinya banyak gadis yang cukup nyaman tidur tanpa bra. Tapi tidak dengan dirinya, ia tidak bisa tanpa bra.     

Karena tidak ingin ambil pusing lebih lama lagi, ia langsung saja menaruh kembali handuk yang tadi ia kenakan ke gantungan baju.     

"Hoam..."     

Rasa kantuk sudah menyerang dirinya, lagipula untuk apa mandi dengan durasi lama saat malam hari? Ia cukup tahu diri karena udara malam terasa lebih berbahaya daripada udara siang hari.     

Dengan langkah gontai, Erica mulai berjalan dan membuka pintu kamar mandi. Tubuhnya sudah segar kembali, tapi sepertinya rasa penat di kepalanya belum musnah sama sekali.     

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, dan satu jam lagi akan tepat pada tengah malam. Ah apa laki-laki memang sudah terbiasa begadang tanpa esoknya harus merasa kantuk yang melanda? Kalau iya, ia perlu bertepuk tangan salut pada laki-laki yang memiliki ketahanan tubuh seperti itu.     

Dengan mata yang sudah layu, ia langsung melempar dirinya ke atas tempat tidur. Kelembutan kasur membuat tubuhnya merasa seperti di manja, tulangnya yang terasa remuk seakan menemukan titik terang sebagai solusinya.     

Manusia tanpa kasur, sepertinya terdengar sangatlah mustahil. Iya kan?     

Baru saja ia ingin memejamkan mata, telinganya mendengar suara pintu terbuka dan derap langkah kaki yang berjalan menuju ke arahnya. Dengan cepat, ia kembali membuka mata dan pastinya sudah menebak siapa yang berjalan ke arahnya.     

"Jangan ganggu," ucap Erica to the point sebelum Sean melancarkan aksi menggoda dirinya dengan cara meluncurkan kalimat gombalan atau bahkan kalimat menjijikkan lainnya yang terdengar memuakkan.     

Sean yang melihat Erica sudah menggulung tubuhnya pada seprai putih, membuat alisnya langsung mengerut. "Kenapa? Masih marah?" tanyanya sambil menduduki bokongnya di atas kasur tepat di samping Erica.     

Melihat gadisnya yang tidak peduli dengan kehadirannya itu pun membuat dirinya langsung saja mengangkat tubuh yang ramping itu untuk tertidur di atas pahanya. "Maaf," gumamnya sambil mengelus puncak kepala Erica dengan sayang.     

Sedangkan Erica, gadis itu masih saja bergeming. Memangnya siapa yang tidak marah jika terus menerus diperlakukan dengan seenaknya? Memangnya enak ya jika hidup terlalu di atur oleh seseorang yang bahkan tidak memiliki status apapun di dalam kehidupan? Bukankah justru terdengar aneh? Tidak punya hubungan spesial, tapi terus menerus melayangkan sifat yang menuju ke posesif sejagat raya.     

"Yasudah, aku harus apa?"     

"Pergi."     

Erica setelah itu diam, tidak ingin mengatakan apapun lagi. Jujur saja, tiduran di paha seorang laki-laki yang sudah membuat dirinya sedikit nyaman sangatlah nikmat. Tidak, ia tidak bermaksud berpikiran kotor atau apapun. Tapi oh ayolah, ia tidak ingin munafik saat di perlakukan manis oleh Sean.     

"Ini kan kamar ku." ucap Sean meralat ucapan Erica yang baginya sangat lucu itu. Ini kan rumahnya, kenapa gadis itu mengusir dirinya dari tempat yang memang sudah menjadi miliknya? Menggemaskan, satu penggambaran diri untuk Erica yang sangatlah cocok bagi dirinya.     

Erica yang mendengar itu akhirnya menghembuskan napas, dan segera menduduki tubuhnya. "Yasudah kalau begitu aku saja yang pergi,"     

Belum sempat Erica beranjak berdiri dari atas kasur, tangan kokoh Sean langsung menahan tubuhnya membuat ia mau tidak mau langsung saja rubuh ke dada bidang laki-laki itu.     

Modus, itulah mungkin penggambaran sifat yang cocok bagi Erica untuk Sean.     

"Mau apa sih?!" protes Erica saat mendapatkan perlakuan seperti ini. Ayolah, tubuhnya sudah menolak untuk meluncurkan beberapa kalimat untuk meladeni Sean.     

"Tidak, hanya menahan mu supaya tidak pergi. Itu saja, memangnya tidak boleh?"     

"Whatever,"     

Masih berada di dalam posisi Erica pada dada bidang Sean, keduanya enggan untuk melepaskan diri dari kedekatan masing-masing.     

Erica yang memang sudah lelah untuk melawayh Sean, dan Sean yang terlampau malas untuk menyingkirkan tubuh Erica karena tidak ingin gadis itu beranjak dari tubuhnya.     

Ah oke ia akui, ia memang sedikit mencari kesempatan dalam kesempitan dalam keadaan apapun selagi Erica masih ada di didupnya.     

"Kamu tahu? Kalau kamu mau, kamu bisa tidur di kasur. Dan aku akan tidur di sofa sebelah sana," ucap Sean sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah sofa yang terletak dekat dengan meja belajar kecil yang biasa ia pakai untuk menyusun beberapa buku bacaan yang menjadi favoritnya.     

Erica mengikuti arah tunjuk Sean, lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak, lebih baik aku saja yang tidur di sofa itu. Lagipula aku tanya tamu yang tidak di undan--"     

"Sttt, kamu adalah ratu yang seharusnya diperlakukan spesial apapun kondisinya."     

"Jangan merayu, tidak akan pernah mempan."     

"Iya, karena kamu adalah my cold secretary."     

Erica menaikkan sebelah alisnya, merasa tidak setuju dengan apa yang diucapkan laki-laki itu. "Sekretaris apa maksud mu? Aku bekerja untuk Luis Company, bukan untuk pembunuh bayaran seperti diri mu. Sangat tidak berbobot."     

"Loh? Memangnya siapa yang ingin mengangkat mu sebagai sekretaris ku?" tanya Sean dengan heran sambil mengerutkan alisnya, terlihat seperti menyatu menjadi satu.     

"Dari perkataan mu seolah-olah mengarah ke sana." ucap Erica sambil memicingkan matanya.     

"Jangan terlalu percaya diri," ucap Sean sambil mengulum sebuah senyuman yang terlihat sangat tampan.     

Erica memutar kedua bola matanya. Lihat, Sean kembali menjadi laki-laki menyebalkan yang patut ia lempar ke dalam jurang. "Hm," deheman kecil itu lolos begitu saja dari mulutnya. Ia bilang sudah lelah dan ingin istirahat, tapi laki-laki ini masih saja tidak ada lelahnya untuk menggoda dirinya.     

"Kamu tidak bertanya apa arti sekretaris yang ku maksud?"     

"Tidak, tidak penting."     

"Cepat tanyakan, kalau tidak kamu tidur bersama dengan D. Krack."     

Erica mendengus kecil merasa sebal dengan kalimat ancaman yang di luncurkan oleh Sean. "Yasudah, apa artinya?"     

"I want you to be the secretary in my life forever."     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.