My Coldest CEO

Sembilan puluh sembilan



Sembilan puluh sembilan

0Beralih dari Xena ke Erica, dan kini menuju Allea.     

Gadis itu kini mulai melangkah masuk ke dalam rumah yang cukup megah itu. Hal yang pertama kali ia lihat adalah Clarrie yang tengah menghempaskan debu pada pajangan di ruang tamu dengan kemoceng yang sudah tergenggam manis pada tangan kanan gadis itu.     

"Selamat malam, Nona." sapa Clarrie begitu melihat Allea yang berjalan ke arahnya dengan sebelah alis terangkat.     

"Loh? Kenapa malam-malam masih bekerja?" Tanya Allea sambil menghentikan langkahnya tepat di hadapan Clarrie, ia menatap gadis itu dati atas sampai bawah. Padahal sudah berganti dengan pakaian tidur, tapi dengan sangat rajinnya Clarrie masih menambahkan pekerjaan sesuka hatinya.     

Tidak, ia tidak akan pernah marah mengenali hal ini. Orang bodoh macam apa yang memarahi seorang maid karena mengerjakan sesuatu atas dasar pemikiran inisiatifnya?     

Clarrie menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, lalu dengan segera berjalan ke arah laci dan mengambil sekotak kecil berwarna hitam lalu kembali menghentikan langkahnya di hadapan sang pemilik rumah ini.     

Allea yang merasa tidak memesan paket apapun itu langsung saja mengambil kotak yang berada di tangan Clarrie. Ia menatapnya dengan sangat teliti dan juga penasaran bercampur menjadi satu bagian utuh yang membuat kebingungan menggumpal di kepalanya. "Apa ini?" tanyanya sambil mengangkat kotak yang kini sudah berada di tangannya ke udara.     

"Entah, aku menemukannya tepat saat bel rumah berbunyi. Dan ketika aku menghampirinya, tidak ada siapapun disana dan hanya ada ini saja." ucap Clarrie menjelaskan secara perinci tentang apa yang terjadi. Bahkan, apa perlu kejadian saat dirinya menari-nari saat membersihkan permukaan meja makan ia jelaskan juga pada Allea?     

Begitulah Clarrie, ada tidak adanya Allea tetap saja melakukan hal konyol yang terlihat sangatlah tidak berbobot sama sekali.     

Allea yang mendengar penjelasan Clarrie hanya menganggukkan kepalanya seolah-olah paham. "Yasudah, aku ingin ke kamar dulu." ucapnya sambil mulai berjalan ke arah anak tangga yang menghubungkan lantai dasar dengan lantai dua, sebelumnya ia sudah melambaikan tangan pertanda salam perpisahan untuk gadis itu.     

Dengan paper bag yang berada di masing-masing tangannya, juga di tambah dengan kotak misterius ini membuat dirinya sangat tidak sabar untuk segera sampai di kamar. Kegiatan mengeluarkan sesuatu dari kemasan merupakan hobi teraneh yang dimiliki olehnya.     

Tanpa ingin membuang banyak tenaga, ia langsung saja masuk ke dalam kamar ketika pijakan tangganya sudah habis membawa dirinya ke lantai dua pada rumahnya ini. Setelah itu, ia menutup kembali pintunya dengan perlahan.     

"Astaga, apa seseorang mengirimi diriku hadiah?"     

Ia menepis segala pikiran yang menebak-nebak dengan apa yang terdapat di dalam kotak hitam itu. Sebelum membuka beberapa paper bag yang berisi belanjaan dan juga kotak tersebut, ia lebih dulu memilih melepas high heels dengan tangan yang bergantian.     

Setelah itu, ia langsung saja menduduki diri di tepi kasur miliknya. Lalu menaruh semua paper bag yang berada di tangannya untuk di letakkan di atas kasur, ia lebih tertarik untuk membuka sesuatu yang berada di dalam kotak hitam tersebut daripada harus menjelajahi satu per satu paper bag yang berisi barang bagus lainnya.     

"Aku ingin menebak jika ini pasti cincin dari seseorang yang tengah jatuh cinta pada ku." ucap Allea dengan sangat percaya diri, ia terlampau penasaran sampai tingkat halusinasinya melonjak. Memangnya siapa yang ingin berbuat semanis itu pada dirinya saat dia sendiri saja tidak memiliki laki-laki spesial di dalam hidupnya.     

Dalam hitungan detik setelah ia berhasil membuka tutup kotak tersebut, kedua bola matanya langsung membelalak lebar kala melihat sebuah kalung yang dulu sangat diinginkan olehnya.     

Throwback     

Setelah menyelesaikan laporan dokumen tentang berbagai macam pemasukan dan pengeluaran hasil penjualan senjata tajam yang di perjual belikan pada kolega besar dengan tingkat kriminalitas yang tersembunyi, kini Allea mulai merenggangkan otot tubuhnya yang terasa ingin remuk pada saat ini juga.     

"Sudah selesai?"     

Allea mengalihkan pandangannya pada seorang gadis yang tadi sedang membaca majalah di sofa dengan tenang, ternyata kini sudah beranjak dari duduknya dan mulai melangkahkan kaki ke arahnya dengan seulas senyum yang menambah poin kecantikannya. "Eh-eh? Sudah, Nona." ucapnya dengan canggung.     

Bagaimana tidak? Ia baru bekerja oleh seorang pembunuh bayaran yang sangat terkenal di dunia. Lulus seleksi dengan mulus dan langsung di nobatkan sebagai asisten gadis itu. Bekerja di balik bayang-bayang, dan tidak pernah menampakkan wajahnya pada anggota keluarga sang majikan ataupun pada muka umum.     

Baginya, bekerja tanpa orang lain tahu kehebatannya itu adalah hal yang sangat luar biasa. Ia tidak suka memamerkan apa yang menjadi keahliannya, apalagi membuat banyak orang terkesima. Tidak, itu bukan dirinya sama sekali. Lebih baik ia fokus bekerja dengan pangkat dan gaji yang sangat tinggi daripada menghabiskan waktu di luaran sana.     

"Jangan kaku kepada ku, anggap saja teman." protes gadis itu sambil mengeluarkan kekehan kec yang terdengar sangat santai tapi tidak terlalu santai mengingat wajahnya yang terbilang sangat mengintimidasi dan sepertinya tidak pantas untuk dibuat raut wajah santai.     

Allea menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Terasa aneh, apa tidak masalah seperti itu, Nona?" tanyanya dengan senyuman canggung. Ia mulai menaruh pena yang berada ditangannya kembali pada tempat peralatan tulis yang ada di mejanya.     

Bekerja dengan pengawasan majikannya itu sangatlah membuat dirinya takjub karena ia merasa seperti di pedulikan walau gadis yang kini sudah ada di seberangnya itu menyandang gelar pembunuh bayaran dan dirinya telah menjadi asisten.     

Pekerjaannya ya hampir sama seperti bodyguard sekaligus sekretaris. Jika majikannya ingin keluar, ia harus ikut menjaganya ya walau tergantung suasana hati majikannya itu tapi tetap saja pekerjaan Allea tetap mengawasi keberhasilan dalam aksi teror dan membunuh bahkan mengeluarkan majikannya dari sel ataupun menyelamatkan dari aksi perlawanan yang di layangkan oleh target sasaran.     

"Panggil saja Hana, itu jauh lebih baik."     

Hana, satu nama yang di kenal oleh banyak politikus bahkan para orang biasa pun takut dengan dirinya. Membunuh dengan cara yang tidak bertele-tele membuat banyak orang langsung berpikir tentang kekejamannya. Jangankan target sasarannya itu diizinkan untuk melihat dunia untuk pertama kali, untuk bernapas lebih dari satu menit setelah kedatangannya saja sangat tidak diperbolehkan.     

Ketika Hana sudah ada di hadapan sang target sasaran, maka sudah tidak ada lagi alasan yang dapat membuang-buang waktunya untuk hal yang sama sekali tidak penting.     

"Baiklah, Nona. Eh? Maksud ku, baiklah Hana." ucapnya sambil mengusap lengannya yang tidak terbalut apapun karena ia tengah memakai pakaian tanpa lengan.     

Hana menganggukkan kepalanya, lalu mengambil seluruh hasil kerja Allea untuk saat ini. Ia cukup sebal dengan asisten sebelum adanya gadis ini, bekerja tidak rajin dan bahkan masih tidak mengerti dengan sistematis pekerjaan yang di inginkan olehnya. Jadi, daripada asisten yang sebelumnya itu hanya bersifat menyampah dalam hidupnya, lebih baik ia tembak mati dengan pistol bermodel Glock Meyer 22 tanpa pikir panjang sedikitpun. Lagipula, seseorang yang tidak berguna itu sangat pantas untuk disingkirkan, iyakan?     

//Fyi; Jenis senjata api pistol ini merupakan senjata buatan Austria. Pistol Glock digunakan oleh angkatan bersenjata dan lembaga penegak hukum di seluruh dunia, termasuk sebagian besar lembaga penegak hukum di Amerika Serikat.//     

"Kerjaan mu bagus untuk perawalan, dan sebagai hadiahnya, apa yang kamu inginkan?" tanya Hana dengan tangan yang mengembalikan hasil kerja Allea ke atas meja, seperti pada letak sebelumnya.     

Sedangkan Allea, gadis itu sudah menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Ah, tidak. Untuk apa memberikan ku hadiah? Gaji perbulan ku saja sudah cukup."     

Memang benar, gajinya mencapai $8000 setiap bulannya. Bahkan Hana tidak pernah memikirkan uangnya yang berkurang sangat banyak hanya untuk membayar kinerjanya. Ah iya, mungkin imbalan dengan gaji segitu sangat cukup mengingat betapa besar andil dirinya dalam setiap peran dan aksi yang akan dijalankan oleh Hana.     

"Aku tidak menerima penolakan," ucap Hana sambil menaikkan sebelah alisnya. Siapapun tidak ada yang boleh menolak segala permintaan ataupun penawaran darinya. Kalau tidak mau, ya akan dipaksa olehnya. Jangan terlalu mempersulit apapun yang tidak perlu di persulit.     

Masih dengan raut wajah tidak enaknya, Allea akhirnya menghembuskan napas dengan perlahan. Ia mengingat ada satu benda yang sangat ia ingin miliki dari dulu, tapi belum mempunyai uang yang cukup untuk membelinya. "Aku sempat berkeinginan untuk punya kalung The Incomparable, tapi rasanya hal itu sangat mustahil. Jadi, lupakan saja, Hana." ucapnya sambil tersenyum simpul. Ia memang ingin, tapi dirinya juga perlu untuk tahu diri dengan kehidupannya yang tidak cukup mewah.     

//Fyi; The Incomparable adalah kalung berlian termahal yang menempati posisi ke dua di dunia. Terdiri dari berlian berwarna cokelat kuning 407 karat dan 91 berlian transparan membuat harga satuannya mencapai US$ 55 juta atau senilai Rp 772 miliar.//     

Memikirkan harganya saja membuat Allea berpikir berpuluh-puluh ribu kali untuk membelinya.     

Hana yang mendengar itu hanya menganggukkan kepalanya dengan paham. "Oke," ucapnya sambil mengedipkan sebelah matanya. Ia langsung saja membalikkan badan dan berjalan keluar dari ruang kerja miliknya yang sudah di alih fungsikan untuk ruang kerja Allea yang berada di rumahnya.     

Sedangkan Allea, ia kini sudah bernapas lega. Ia akhirnya memanjat puji syukur kepada Tuhan karena melihat Hana yang bahkan tidak niat membahas keinginannya lebih lama lagi. Jadi, ia pikir majikannya itu tidak akan pernah membelikan kalung mahal itu pada dirinya.     

"Many things are more important than a necklace."     

Throwback off     

Mata Allea kian berbinar, lalu langsung saja mengambil kalung tersebut sampai berada di dalam genggaman tangannya. "Astaga Hana.." gumamnya dengan nada yang bergetar. Iya, ia sangat terharu dengan apa yang ada di dalam kotak ini.     

Satu buah surat juga menjadi titik fokusnya untuk segera ia ambil dan membaca apa yang tertulis di sana.     

:envelope:     

Hai Allea,     

Sebenarnya waktu kamu meminta itu, aku langsung menyuruh teman ku untuk membelikan kalung ini. Aku tidak sempat memberinya pada awal-awal karena aku lebih sibuk bekerjasama pada Sean. Maafkan aku.     

Dan kalung ini untuk mu, seperti apa yang kamu minta.     

:envelope:     

Allea tersenyum, lalu setelah daritadi merasakan kesenangan yang luar biasa, tiba-tiba saja kedua bola matanya membelalak karena baru sadar akan suatu hal.     

"OMG, HANA IS BACK FROM DEATH?!"     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.