My Coldest CEO

Seratus



Seratus

1Memangnya siapa yang tidak ingin menghabiskan hari libur berdua dengan sang kekasih? Begitu juga dengan Vrans dan Xena, mereka sudah merencanakan untuk makan siang di salah satu restoran romantis yang berada di New York.     

One If by Land, Two If by Sea, New York.     

17 Barrow St, New York, NY 10014, Amerika Serikat.     

One If By Land, Two If By Sea adalah restoran mewah yang terletak di 17 Barrow Street di Desa Barat, New York City Manhattan. Telah diakui untuk menu klasik, sejarah panjang, dan dekorasi yang indah. Restoran ini beroperasi di dalam rumah kereta bersejarah yang dibangun pada 1767.      

Dengan setelan baju formal yang terlihat sangat menambah poin ketampanan dan kewibawaan, Vrans mulai merapihkan jas yang kini sudah melekat di tubuhnya. Ia dengan senyuman maskulinnya menatap diri di pantulan kaca yang terdapat di kamarnya. Sempurna, itu adalah satu-satunya pendeskripsian yang paling tepat untuk menggambarkan penampilannya saat ini.     

Entah kenapa ia ingin makan bersama dengan kekasihnya di luar mengingat waktu kebersamaan mereka yang semakin menipis dari hari ke hari. Hal ini dipengaruhi karena padatnya pekerjaan dam tumpukan dokumen yang setiap harinya seolah-olah meminta padanya dan Xena untuk segera di kerjakan.     

"BOSAYANG, AKU HARUS PAKAI BAJU APA?" pekik Xena dari dalam kamar mandi yang sudah terkunci dengan rapat itu. Ternyata gadisnya tidak ingin kejadian tadi malam terulang lagi, ya walaupun hanya ketidaksengajaan pasti membuat Xena merasa malu setengah mati.     

Lagipula ia tidak pernah mempermasalahkan hal itu, memikirkannya saja sudah tidak. Oh ayolah, Vrans adalah laki-laki dingin si penggila kerja yang kesehariannya menghabiskan lebih banyak waktu pada tumpukan dokumen. Untuk berpikiran mesum saja dirinya tidak memiliki niatan hal itu sama sekali. Kalau sudah waktunya juga pasti ia akan merasakan apa yang sudah seharusnya ia rasakan jika memiliki hubungan yang sah secara hukum dan agama oleh gadis yang ia sayangi itu.     

Vrans terkekeh kecil mendengar pekikan Xena yang cukup terdengar sampai gendang telinganya. Seberapa kencang teriakan gadisnya di dalam sana? Astaga...     

Ia berjalan mendekati pintu kamar mandi, dan berhenti di depannya supaya tidak perlu membalas pekikan Xena tadi dengan teriakan yang menggelegar sampai sudut ruangan juga. "Terserah kamu," ucapnya dengan bahu terangkat. Ia memang suka membelikan baju untuk Xena, tapi mengenai kegemaran dan model baju apa yang cocok untuk gadisnya itu sepertinya tidak perlu di katakan seberapa bingungnya ia.     

Terdengar decakan kesal dari dalam sana. "Kamu tidak membantu!"     

Sudah bisa di pastikan jika kini garisnya itu tengah menekuk senyumnya, oh atau tidak pasti sedang menggembungkan pipinya yang terlihat sangat menggemaskan.     

"Aku tidak mengerti selera seorang gadis," ucap Vrans dengan sangat jujur. Bahkan ia tidak malu saat mengatakan hal itu yang bisa saja membuat Xena terkekeh geli karena dirinya tidak mengerti selera seorang gadis. Pastinya saat mendengar alasan itu langsung membuat gadisnya berpikir 'bosayang ternyata terlalu dingin ya sampai-sampai tidak mengerti dengan selera seorang gadis, atau jangan-jangan dia tidak minat untuk di dekati para gadis?'     

Pertanyaan yang kian menumpuk itu bersarang di kepala Xena saat ini, seperti apa yang di duga.     

"Yasudah kalau aku jelek, jangan melirik gadis lain!"     

"Iya, sayang. Memangnya selama ini aku punya pemikiran seperti itu terhadap mu?"     

"Tidak, hanya berjaga-jaga. Bisa saja dari laki-laki dingin menjadi laki-laki mata keranjang."     

"Mulai deh over thinking nya,"     

Vrans menggelengkan kepalanya lalu terkekeh kecil. Ia sudah terbiasa dengan pergantian suasana hati dari gadisnya ini. Jadi, tidak perlu terbawa perasaan atau sampai memiliki niat untuk kembali bersifat dingin karena menahan kesal dengan tingkah Xena.     

Tidak, ia sama sekali tidak pernah merasa kesal apapun perubahan sifat dari gadisnya itu. Baginya, Xena tetap bertingkah sebagai Xena. Bukan berusaha menjadi orang lain ataupun idola gadis itu. Ia sudah sangat memanjatkan puji syukur karena ditakdirkan untuk menjaga Xena yang memiliki 1001 sifat yang membuat dirinya tidak pernah bosan berada di samping gadis itu.     

"Yasudah tunggu, aku keluar."     

Vrans menatap lurus ke arah pintu yang kini sudah terbuka, menampilkan sosok gadis yang sangat ia cintai sampai detik ini dan seterusnya. "Cantik," gumamnya saat melihat gadisnya itu yang sudah memakai dress berwarna hitam polos dengan kerah yang tidak terlalu rendah, punggung gadisnya juga tidak tereskpos lebar membuat dirinya kali ini merasa setuju-setuju saja dengan penampilan gadisnya.     

Xena yang mendengar gumaman Vrans yang memuji dirinya itu langsung saja menyunggingkan senyuman lebar. "Memangnya siapa yang tidak mengakui kecantikan aku?" tanyanya sambil mengibaskan rambut yang kemarin baru saja selesai di rawat pada salon yang berada di pusat perbelanjaan. Rambutnya menjadi bergelombang menambah pahatan wajahnya menambah kesan manis yang lebih terpancar.     

"Iya," ucap Vrans sambil mendekatkan dirinya pada Xena, melangkahkan kaki untuk mengikis jarak di antara mereka. Dalam hitungan detik selanjutnya, ia langsung saja mendekap tubuh gadisnya dengan sangat erat.     

Melihat kecantikan Xena membuat dirinya menjadi terpikirkan pada yang di ucapkan Sean tadi malam. Ia takut tidak bisa menikmati kecantikan natural ini lagi. Takut? Iya, dia takut, khawatir, dan sangatlah tidak ingin kekasihnya itu jatuh untuk yang kesekian kali ke dalam pelukan seorang pembunuh bayaran. Ia tidak akan membiarkan siapapun untum menyentuh Xena selain dirinya.     

"Eh? Aku ingin make up," ucap Xena yang merasa bingung dengan tindakan Vrans secara tiba-tiba. Pasalnya, ia membutuhkan pelembab bibir dan sentuhan sedikit produk kecantikan untuk membuat wajahnya terlihat lebih segar yang alami kembali. Bagaimana pun juga, sentuhan make up sangat di perlukan walaupun hanya di pakai dengan lapisan yang tipis.     

Vrans menghela napasnya berusaha menghalau perasaan yang masih saja setia bersarang pada pikirannya. Mungkin laki-laki manapun yang kini berada di posisinya akan merasakan hal yang sama dengan dirinya. Takut kehilangan itu wajar, yang tidak wajar adalah merasa biasa saja saat kekasihnya tengah di incar oleh seseorang yang sangat berbahaya dan pantas untuk di musnahkan.     

"Tidak apa, hanya ingin memelukmu saja." ucap Vrans sambil melepas dekapannya pada tubuh mungil Xena. Ia menatap dalam kedua bola mata gadisnya dengan sorot mata sangat dalam, ia bersungguh-sungguh ingin mempertahankan apa yang ia miliki semampu dirinya.     

Xena terkekeh kecil merasa lucu dengan tindakan yang dilakukan oleh Vrans. "Lucunya," ucapnya sambil menjulurkan kedua tangannya untuk mengelus lembut rahang kokoh Vrans yang bersih tanpa janggut sedikitpun.     

"Kamu yang lucu," ucap Vrans sambil mengecup kening Xena dengan lembut. "Cepat bersiap, aku tunggu." sambungnya sambil membalikkan tubuhnya untuk berjalan ke arah kasur dan duduk di tepiannya. Ia menatap gadisnya dari kejauhan dengan sorot mata yang mulai dingin dengan ekspresi datar.     

Sedangkan Xena, kini sudah mengangkat bahunya seperti tidak ingin ambil pusing dengan apa yang terjadi pada Vrans.     

"Kalau bosayang lapar, bilang. Jangan seperti kucing kelaparan yang bertindak tidak jelas." ucapnya sambil terkekeh kecil, ia segera duduk di sofa kecil khusus yang diletakkan dekat meja rias miliknya yang berada di kamar Vrans. Ia menatap laki-laki itu dari pantulan cermin, menampilkan satu sosok yang sudah menjadi candu dalam hidupnya.     

Tanpa adanya Vrans, pasti ia sudah merasa kesepian karena kedua orangtuanya yang masih saja sibuk dengan pekerjaan. Bisa saja segala aktivitas kesehariannya menjadi tidak teratur karena tidak ada yang mengingatkannya tentang apa yang seharusnya ia lakukan.     

"Siapa yang lapar? Ku bilang jika aku hanya ingin memelukmu." ucap Vrans meluruskan apa yang kini berada di pikirannya konyol Xena. Masa iya dia disamakan dengan seekor kucing? Tentu saja lebih tampan dirinya jika diukur dari sudut manapun.     

Xena menjentikkan jarinya dengan cepat. "Oh aku tahu, apa kamu tidak sabar untuk makan siang romantis dengan ku?"     

"Jangan terlalu percaya diri, gadis aneh." ucap Vrans sambil terkekeh kecil. Jika dulu ia sangat malas untuk mengeluarkan kekehan atau bahkan senyuman simpul, tapi kini bersama Xena ia bisa mengekspresikan segalanya.     

Xena menaikkan sebelah alisnya lalu kembali menatap Vrans dari pantulan cermin, ia melihat jika laki-laki itu masih memasang wajah dingin yang terlihat sangat menyeramkan saat dulu pertama kali ia melihatnya.     

"Oh ayolah, aku hanya bercanda. Apa kamu marah?"     

Xena mulai mengaplikasikan lipstik pada bibirnya setelah di pakaikan sedikit pelembab.     

"Tidak, sayang. Aku hanya lelah menunggu mu. Kenapa seorang gadis sangat lama bersiap-siap?"     

"Itu memang sudah kewajiban,"     

Vrans menaikkan sebelah alisnya. "Dari jam sepuluh loh kita bersiap, aku sudah selesai dari satu dan yang lalu dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul tepat tengah hari." ucapnya sambil menyibakkan jambulnya ke belakang dengan gerakan hati-hati. Ia tidak ingin merusak tatanan rambutnya yang di buat serapah mungkin supaya menambah kesan berwibawanya.     

"Ya aku juga tidak tau deh," ucap Xena sambil tersenyum ke arah cermin melihat penampilannya yang sudah sangat sempurna.     

Setelah di rasa penampilannya cukup memuaskan, ia segera beranjak dari duduknya dan langsung pergi mengambil high heels berwarna senada yang sudah ia siapkan dan di taruh tepat pada lantai di dekat nakas.     

Melihat hal itu, Vrans langsung saja beranjak dari duduknya. Ia menatap sepatu yang bersih mengkilap tanpa goresan sedikitpun.     

Dengan model sepatu House of Testoni membuat penampilan kini terlihat berkali-kali lipat tampan.     

//Fyi; Testoni merupakan perusahaan sepatu asal Italia yang didirikan pada tahun 1929. Perusahaan ini memproduksi sepatu mewah dengan beberapa emas dan permata pada proses pembuatannya. Diproduksinya juga sangat ringan dan anti air. Harga sepatu yang ditawarkannya mencapai US$ 30 ribu atau Rp 401,55 juta.//     

"Sudah siap, sayang?" tanya Vrans sambil melangkah mendekati Xena yang sudah menaruh tas jinjing-nya di dalam genggaman tangan.     

Xena menganggukkan kepalanya dengan sangat bersemangat. "TENTU SAJA, LET'S GO BOSAYANG!" pekiknya sambil meraih lengan Vrans untuk ia lingkarkan dengan tangan kanannya. Ia terlewat bersemangat karena memikirkan betapa romantisnya laki-laki itu pada dirinya.     

Vrans terkekeh kecil, lalu mengecup pipi Xena dengan singkat. "Happy holidays to us, pluto women."     

...     

1

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.