My Coldest CEO

Seratus satu



Seratus satu

0One If by Land, Two If by Sea, New York.     

Restoran yang paling romantis di New York. Dekorasi yang indah membuat banyak pasangan merasa sangat nyaman saat makan di sini, begitu halnya juga dengan Vrans dan Xena.     

Setiap meja yang di hiasi dengan cahaya lilin membuat kesan klasik namun tidak melunturkan tingkat elegan yang di pancarkan dari tempat tersebut. Juga disertai dengan adanya perapian batu bata, baby grand piano, juga adanya taman pribadi membuat tempat ini berkali-kali lipat terasa sangat sempurna.     

"Woah... sepertinya aku ingin pingsan," ucap Xena ketika sudah berhasil mendaratkan bokongnya pada salah satu kursi yang sudah di pilih oleh Vrans untuk mereka. Kedua bola matanya menatap takjub ke seluruh bagian sudut ruangan restoran ini. Katakan saja ia kurang update atau parahnya lagi 'norak' tapi ia tidak peduli sama sekali, karena memang benar ini pertama kalinya ia menginjakkan diri di sini.     

Lagipula siapa yang ingin ke restoran ini dengan julukan restoran paling romantis di New York tanpa seorang pasangan? Ya mungkin bisa saja sih, tapi menurut Xena sangat tidak cocok dengan tema yang dibawakan restoran tersebut.     

Ah iya, lagi-lagi Xena hanya beralibi karena dulu belum menemukan seseorang yang menetap di hati. Begitu adanya Vrans di dalam hidupnya, membuat ia langsung saja berasa seperti sudah mengelilingi kota New York dan paham segala isinya yang sangat lah indah.     

Vrans terkekeh kecil melihat tanggapan gadisnya mengenai restoran ini, ia dengan deheman kecil langsung saja menaruh ponselnya di atas meja yang sudah berada dalam mode senyap supaya notifikasi apapun tidak mengganggu acara makan siang mereka berdua.     

Pengertian, itulah yang berusaha ia tanamkan untuk Xena saat ini. Memangnya siapa yang ingin memiliki kekasih dengan sifat yang sangat mirip dengan kulkas? Ya supaya sama-sama merasa nyaman, ia akan mengesampingkan segala sifat yang dulu selalu melekat pada tubuhnya.     

"Suka?" tanya Vrans sambil mengambil tangan kanan Xena untuk di ciumnya. Mereka duduk saling berhadapan satu sama lain, membiarkan kedua pasang bola mata itu menatap satu sama lain dengan kelembutan yang tercetak jelas.     

Xena menganggukkan kepalanya dengan semangat saat mendengar pertanyaan yang diluncurkan Vrans untuk dirinya. Bagaimana tidak suka dengan tempat seperti ini? Beribu-ribu kali ia akan bilang kalau dirinya sangat menyukai tempat ini. Terlebih lagi alunan ornamen klasik yang menambah kesan romantis langsung menyapa indra pendengarannya. "Tentu saja, bosayang! Aku sangat menyukainya, terimakasih." ucapnya sambil tersenyum manis, ia melihat punggung tangannya yang sudah dielus dengan gerakan perlahan membuat dirinya langsung saja menyadari ketulusan kasih sayang yang Vrans berikan untuknya.     

Dibawa berjalan-jalan ke hampir setiap destinasi populer yang berada di New York membuat dirinya merasa beruntung memiliki Vrans. Sifat laki-laki itu yang semakin hari semakin manis juga membuatnya bernapas lega karena semua hal yang ia lakukan untuk sampai sejauh ini tidaklah sia-sia.     

Senyum hangat mengulas tepat di wajah tampan Vrans, ia mengangkat tangannya dan langsung mencium punggung tangan Xena dengan satu kecupan manis lagi. "Yasudah, ingin makan apa?"     

Bertepatan dengan itu, salah satu seorang pelayan menghampiri meja mereka dengan membawa dua buku menu.     

"Good afternoon, welcome to our restaurant. Please look at the food menu," ucap sang pelayan tersebut sambil menaruh buku menu yang berada di tangannya tepat pada hadapan Vrans dan Xena.     

//*Selamat siang, selamat datang di restoran kami. Silahkan di lihat menu makanannya.//     

Vrans langsung saja menelusuri pandangannya ke arah buku menu dengan serius membaca seluruh menu makanan yang tersedia di sini. Saatnya makan siang dengan menu yang tentunya cukup untuk mengisi perutnya sampai nanti pergantian jam makan malam lagi. Ia termasuk laki-laki yang jarang sekali mengemil hanya untuk mengganjal perut ketika sudah merasa lapar.     

"I'd like to order a portion of Ruby Red Shrimp Escebeche and Wild Mushroom Bolognese. For the drink, red wine." ucap Vrans, setelah selesai mengatakan pesanannya ia langsung menutup kembali buku menu yang ada di hadapannya sambil melihat ke arah Xena yang masih mencari-cari menu makanan yang akan di makan oleh gadisnya itu.     

//*Aku ingin pesan satu porsi Ruby Red Shrimp Escebeche dan Wild Mushroom Bolognese. Untuk minumannya, red wine.//     

Sedangkan pelayan yang sudah menyatat pesanan Vrans langsung saja mengarahkan arah pandangnya ke Xena yang masih berkutat menelusuri dari atas sampai bawah deretan menu yang ada di restoran ini. "And madam?" tanya pelayan tersebut dengan sangat sopan sambil mengulas senyuman ramah.     

Xena mendongakkan kepalanya kala sudah berhasil menemukan menu makanan yang menurutnya sangat menggugah selera itu, ah ia tidak sabar memberi makan cacing-cacing yang berada di perutnya. "I'd like to order Lightly Cured Loch Duart Salmon and to drink it the same as Vrans." ucapnya sambil memberikan seulas senyuman kepada sang pelayan, lalu menutup buku menu sama seperti apa yang dilakukan oleh Vrans pada menit sebelumnya.     

//*Aku ingin pesan Lightly Cured Loch Duart Salmon dan untuk minumnya samakan saja dengan Vrans.//     

Setelah itu, pelayan tersebut menganggukkan kepalanya dengan sopan. "Are there any other orders?"     

//*Apakah ada pesanan lainnya lagi?//     

Vrans menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan pelayan tersebut. Dan setelah itu, sang pelayan sekali lagi langsung menganggukan kepalanya dan pamit undur diri untuk segera mengkonfirmasi pesanan mereka.     

"Makan itu saja?" Tanya Vrans sambil menaikkan sebelah alisnya. Ia heran karena gadisnya ini hanya memesan satu makanan dengan protein yang hanya terdapat salmon di dalamnya. Karena biasanya, Xena akan memesan banyak menu untuk mengisi perutnya yang tidak pernah merasa puas dengan makanan dengan jumlah sedikit.     

Xena mengangkat kedua bahunya. "Hanya supaya terlihat seperti Nyonya Luis yang tidak malu-maluin." ucapnya sambil menampilkan senyuman konyol yang justru terlihat sangat menggemaskan di mata Vrans.     

Jawaban seperti apa yang di luncurkan Xena ini? Bahkan gadis itu sekarang sudah mulai membiasakan pola makannya di depan banyak orang. Ayolah, makan banyak tidak masalah selagi perut masih bisa menampung, iya kan?     

"Kalau lapar, nanti makan lagi gitu ya?" tanya Vrans sambil menggelengkan kepalanya. Ia cukup terhibur dengan jawaban lugu yang keluar dari mulut gadisnya itu.     

Ia tidak akan pernah malu dengan segala tindakan Xena di muka umum. Karena ia mencintai gadisnya itu dengan tulus, tanpa memandang dari segi sifat ataupun perilaku. Lagipula walaupun Xena tingkahnya konyol, tapi gadis itu mempunyai kecerdasan yang mengalahkan otak banyak orang.     

Menempati posisi sebagai sekretaris utama di Luis Company adalah hal yang sangat di dambakan oleh banyaknya orang.     

"Kalau itu, sudah pasti dong! Nanti aku tewas karena kelaparan dan arwahku akan menghantui diri mu. Huuuuuuu..." ucap Xena sambil menirukan seruan hantu di belakang ucapannya.     

Vrans yang mendengar itu hanya terkekeh kecil, lalu melihat ke arah ponsel miliknya yang layarnya menyala pertanda adanya panggilan telepon yang masuk.     

"Siapa?" tanya Xena yang ikut penasaran.     

Vrans menaikkan kedua bahunya seolah-olah tidak ingin tahu menahu. "Tidak tahu deh," ucapnya.     

"Ih angkat dulu, siapa tahu penting." ucap Xena dengan sebal. Selalu saja seperti itu, jika Vrans sedang menghabiskan waktu dengannya sudah dapat di pastikan kalau ponsel genggam hanya menjadi angan-angan yang tidak di anggap keberadaannya.     

"Hm," dehem Vrans dan langsung mengambil ponsel yang tadi ia letakkan. Niatnya di senyapkan supaya tidak ada yang mengganggu waktu spesialnya ini, tapi Xena tetaplah Xena yang mampu membuat rencana sebelumnya dapat berubah arah tanpa aba-aba sedikitpun.     

Nama Leo tercetak jelas di layar ponselnya.     

"Halo, ada apa Yah?" tanya Vrans to the point karena tidak ingin membuang waktunya lebih lama. Tidak, ia bukannya tidak sopan terhadap orang tua. Tapi ia yakin seribu persen jika ayahnya ini hanya akan bertanya hal yang tidak penting, sama seperti panggilan telepon sebelumnya.     

Mendengar ucapan Vrans yang menyebutkan panggilan 'ayah' langsung membuat Xena membulatkan kedua bola matanya. "Ayah Leo!" serunya sambil merebut ponsel yang berada di tangan laki-laki yang ada di hadapannya ini dengan gerakan cepat, ia meletakkan benda pipih tersebut ke telinganya.     

"Halo, Ayah Leo." sapa Xena dengan senyuman yang mengembang sempurna. Matanya berbinar mengingat Leo yang menunda kepulangannya ke New York.     

Iya, Ayah Leo. Xena sudah meresmikan panggilan tersebut untuk memanggil mantan CEO yang berada di perusahaannya atau sekarang dikenal dengan ayah mertuanya. Sesuai inisiatif dirinya ia mulai mendekatkan diri dengan Leo layaknya menantu idaman.     

Melihat hal itu, Vrans langsung saja terkekeh kecil. Ia membiarkan Xena bertukar percakapan dengan gadisnya yang menggambarkan ekspresi sangat bahagia. Karena pasalnya, Leo masih berada di London mengurusi pekerjaan yang entahlah ia tidak ingin tahu apa saja aktivitas ayahnya itu.     

"Aku ke toilet dulu," ucap Vrans dengan nada kecil takut mengganggu percakapan kekasihnya dengan sang ayah. Begitu melihat anggukan kecil yang di berikan Xena pertanda mengiyakan ucapannya, ia langsung saja beranjak dari duduk dan langsung melangkahkan kakinya menuju toilet.     

Ia mulai memasuki toilet laki-laki, dan langsung saja menatap pantulan tubuhnya di cermin.     

"Prepare to be a loser,"     

Mendengar ucapan itu, Vrans langsung saja mengalihkan perhatiannya pada seseorang yang tadi mengeluarkan suara bariton menginterupsi suasana toilet yang memang sepi.     

Ia awalnya berpikir jika laki-laki yang tengah menghadap ke dinding itu sedang menelepon seseorang memakai handsfree, tapi nyatanya tidak. Dengan penampilan wajah yang tertutup topi membuat dirinya sulit untuk melihat wajah orang tersebut.     

"Excuse me?" ucap Vrans untuk memastikan laki-laki itu sedang berbicara dengan dirinya atau tidak. Karena tidak ada handsfree di telinganya atau pun orang lain yang berada di dalam toilet hanya dirinya.     

"Stay tuned,"     

Setelah itu, laki-laki tersebut langsung saja melesat pergi keluar dari toilet. Vrans yang tidak berniat untuk mengejarnya hanya mengangkat bahunya acuh, siapa tahu orang itu memiliki gangguan psikotik persisten atau sering kali disebut dengan gangguan skizofrenia.     

Setelah menyibakkan rambutnya kebelakang, ia membenarkan letak tuxedo-nya supaya terlihat lebih rapih lagi. Ia kini memakai tuxedo pemberian Xena yang bermodel Alexander Amosu Vanquish II Bespoke sebagai hadiah kejutan untuknya.     

DOR!     

"VRANSSSSSS!"     

Pada detik itu juga, Vrans langsung membelalakkan kedua bola matanya saat suara tembakan bertepatan dengan suara pekikan Xena menyapa masuk ke dalam indra pendengarannya.     

Ia langsung saja berlari ke luar toilet dengan raut wajah yang sangat tegang, dan terlihatlah keadaan restoran yang sudah kacau dengan banyak orang berlarian ke luar. Dan... kemanakah gadisnya?     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.