My Coldest CEO

Seratus tiga



Seratus tiga

0Albany, New York.     

Sesuai dengan titik temu dirinya dan Hana, ia kini tengah menggigit kunci mobilnya dengan pose yang terlihat sangat sexy. Terlebih lagi baju kemeja hitamnya setengah tidak di kancing membuat dada bidangnya tercetak jelas dengan sangat sempurna, jika saja Erica melihatnya saat ini sudah dapat di pastikan gadis itu tidak akan menolaknya.     

Ah iya, meluluhkan Erica bagaikan mencairkan es batu di seluruh bagian kutub, alias sangat mustahil.     

"Sudah menunggu lama?"     

Sean mengalihkan pandangannya pada seorang gadis yang memakai baju ketat berwarna hitam beserta bawahannya dengan high heels yang senada mulai melangkahkan kaki ke arahnya sambil memegang benda seperti stop watch.     

Melihat itu, pikiran Sean langsung menerka-nerka tentang apa yang akan dilakukan gadis itu.     

"Tidak," ucap Sean sambil menengadah tangan di bawah mulutnya lalu melepaskan gigitan tersebut pada kunci mobilnya dengan tatapan yang datar terarah pada Hana.     

"Bagus lah," ucap Hana sambil duduk di atas body depan mobil milik Sean sambil mengangkat sebelah kakinya ke atas, kini matanya terfokus pada stop watch di tangannya. Ia seperti sedang berhitung mundur dalam hati, tak ayal pula senyum miring tercetak jelas di wajahnya yang manis.     

Sean mengangkat sebelah alisnya, selalu saja Hana berusaha bertindak bertele-tele tanpa inti yang jelas. Padahal, sudah dari tadi pagi dirinya menunggu kedatangan gadis ini, dan sekarang tepat pada pukul 9 pagi. Astaga sudah berapa lama dirinya menunggu kedatangan kakaknya yang terlewat sok sibuk ini?     

Ia melangkahkan kakinya mendekat ke arah Hana dan langsung saja berdiri ke hadapan gadis itu. "Ada perlu apa?" tanyanya to the point.     

Sudah tidak pamit kepada siapapun saat pergi meninggalkan kediaman rumahnya, sekarang kalau Hana menyuruhnya kesini untuk hal yang tidak penting sama sekali ia rasanya langsung ingin menembak kepala gadis itu pada saat ini juga.     

"Waktu mu hanya tiga jam," ucap Hana sambil mendongakkan kepalanya menatap ke arah Sean yang kini masih memperlihatkan wajah datarnya. Sepertinya adik kecilnya itu masih enggan menampilkan sebuah senyuman untuk dirinya, ah menggemaskan sekali.     

Dari kecil memang tidak ada pernah kata 'akur' untuk mendeskripsikan kedekatan mereka berdua. Mungkin dekat, tapi hanya untuk hal yang menguntungkan satu sama lain seperti saat itu bekerjasama dalam aksi membunuh dengan total bayaran yang akan di bagi menjadi dua bagian. Selebihnya? Mereka akan seperti ini, dirinya yang biasa saja dan menganggap hal ini bukanlah masalah besar, sedangkan Sean dengan ekspresi datarnya yang selalu memiliki keinginan untuk membunuh dirinya.     

Sean menaikkan sebelah alisnya, lalu menyambar dengan cepat stop watch yang berada di tangan Hana. Ia memperhatikan setiap detik yang berjalan menuju tepat ke arah jam 12 siang. "Apa yang kamu rencanakan?" tanyanya dengan mata yang memicing dengan tajam. Ia yakin seratus persen jika gadis itu dengan merencanakan suatu yang besar. Ah, memang siapa yang dapat membaca pikiran Hana dengan mudah? Tebakannya saja selalu meleset jika menerka-nerka apa yang mungkin saja bisa terjadi karena ulah Hana.     

Hana terkekeh geli, entah apa yang membuatnya tertawa dengan nada yang menggelikan seperti ini. "Astaga, aku sangat senang sekali." ucapnya sambil mengusap cairan kristal yang menetes dari ujung matanya. Ia langsung saja mengubah kembali raut wajahnya menjadi biasa saja tapi masih mengulum sebuah senyuman seperti ingin bersorak gembira.     

Lama kelamaan, Sean melihat Hana seperti seseorang yang terkena Pseudobulbar affect (PBA). Ia bergidik ngeri sambil menatap gadis itu dengan tajam, ia menunggu kelanjutan yang akan di ucapkan oleh Hana.     

//Fyi; Pseudobulbar affect (PBA) adalah gangguan pada sistem saraf yang membuat seseorang tiba-tiba tertawa atau menangis tanpa dipicu oleh sebab apa pun.//     

"Restoran One If by Land, Two If by Sea." gumam Hana sambil meniup jemarinya dengan hembusan pelan angin dari dalam mulutnya. Ia lalu menatap Sean dengan lidah menjulur keluar seperti meledek laki-laki itu yang tidak pernah bisa menandingi segala kinerja pikirannya yang sangat tinggi. Pada dasarnya, memang seseorang dengan mental seperti dirinya memiliki IQ tinggi membuatnya menjadi seseorang yang tidak akan bisa di kalahkan dengan mudah.     

Berani satu langkah di depannya, maka Hana langsung melangkah sepuluh kali lebih jauh lagi.     

Sean menaikkan sebelah alisnya. Memangnya siapa yang tidak kenal dengan restoran yang sangat terkenal di kota New York itu? Hidangan makanan yang selalu menggugah selera bagi siapa saja yang memesannya, tidak perlu di ragukan.     

"Apa maksudmu?" tanya Sean yang masih tidak mengerti arah pembicaraan yang di maksud oleh Hana. Bagaimana jika ia bisa tahu jika gadis itu hanya menyebutkan satu tempat tanpa penjelasan yang lebih perinci sedikit pun.     

Hana memutar kedua bola matanya, lalu kembali menyambar stop watch miliknya yang masih setia di genggam oleh Sean di tangannya. "Soon there will be a big riot," gumamnya sambil menampilkan senyum iblis yang terlihat sangat menyeramkan. Jika di berikan polesan make up layaknya Harley Queen, mungkin Hana akan mirip dengan salah satu tokoh tersebut.     

Sean yang mendengar itu langsung saja berdecih kasar. "Fuck you, little satan." ucapnya dengan geraman kesal yang keluar dari mulutnya.     

Gila, itulah satu sifat yang paling pantas untuk mendeskripsikan seorang Hana Xavon. Gadis ini adalah salah satunya penerus keluarga Xavon yang paling haus dengan kegiatan membunuh banyak orang, dari yang bersalah sampai yang tidak bersalah sekalipun.     

Dengan cepat, Sean langsung saja mendorong tubuh Hana supaya tidak lagi berada di atas mobilnya. Ia langsung saja masuk ke dalam mobil dengan geraman marah. Bagaimana bisa gadis itu memancing dirinya sampai ke kota seberang hanya untuk mengetahui hal ini?     

Sial, pasti apapun yang akan terjadi di restoran itu ada Vrans bersama dengan Xena. Ia yakin akan hal itu. Karena, untuk apa Hana menargetkan restoran tersebut yang tidak memiliki andil apapun dalam misinya? Pasti sang target ada disana. Dengan secepat kilat, ia langsung melajukan mobilnya dengan cepat untuk menerobos lalu lintas tanpa memikirkan rambu-rambu jalan.     

Sampai lah ia pada jalan raya yang cukup ramai, tanpa memperdulikan apapun ia langsung menginjak gas sampai beberapa orang yang sedang berjalan di tepian langsung menyingkirkan tubuhnya takut tertabrak. Sedangkan lalu lintas berjalan kian buruk akibat dirinya yang tidak mematuhi peraturan apapun. Bahkan banyak mobil yang sudah tertabrak olehnya, mobil yang tengah terparkir di pinggir jalan pun menjadi sasarannya membuat suara dari mobil tersebut berseru satu sama lain memenuhi setiap jalan.     

Ia yakin sebentar lagi pasti akan terjadi kejar-kejaran terhadap dirinya dengan pihak kepolisian. Ia sama sekali tidak peduli, yang ia pedulikan hanyalah janjinya pada Erica untuk menjaga Cena dengan segenap hati.     

Jika gagal dan membuat Hana berhasil melenyapkan Xena, Erica mengancam tidak akan pernah berniat untuk menetap di hidupnya lebih lama lagi. Padahal, ia sudah mulai ketergantungan dengan adanya gadis itu.     

Kota Albany yang biasa aman dan damai seketika langsung ricuh dengan kehadiran Sean yang sedang dalam keadaan terdesak. Jika ia tidak buru-buru dan mengikuti arus jalan raya yang cukup ramai ini, bisa-bisa ia kehilangan banyak waktu. Sedangkan jarak Albany ke New York menghabiskan waktu sekiranya 2 jam 39 menit jika arus lancar dengan keadaan normal.     

Sirine mobil polisi mulai terdengar menyapa kedua indra pendengarnya. Sean melirik kaca tengah mobil yang langsung mengarahkan pandangannya ke belakang tepat pada tiga mobil polisi yang mulai mengejar dirinya.     

Baiklah, sepertinya hari ini walaupun menyebalkan tapi cukup menyenangkan juga. Sudah lama ia tidak menunjukkan keahlian berkendaranya di jalan raya ketika dengan mudahnya ia menemukan jalan pintas supaya pihak kepolisian linglung mencari keberadaannya.     

Baiklah, ini saatnya kembali menjadi Sean yang bernotabene mantan seorang deadly rider.     

"Get ready, it'll be fun." gumam Sean sambil menekan tombol yang berada di dekat stir mobilnya untuk mengubah desain badan mobil supaya terlindung oleh lapisan anti peluru.     

Setelah itu, ia langsung saja melajukan kembali mobilnya dengan kecepatan yang melebihi sebelumnya. Ia menghitung dari dalam hati satu sampai tiga,     

'Satu...     

Dua...     

Tiga...'     

BOM!     

"YEAH!"     

Sean meluncurkan rudal ke arah ketiga mobil polisi tersebut tanpa berpikir panjang lagi. Ia tersenyum miring kala mendengar banyaknya jeritan yang memekakkan telinga karena aksinya tersebut. Dengan tenang tanpa wajah berdosa, ia kembali melajukan mobilnya dengan cepat. Ia yakin bukan hanya ada tiga mobil itu saja yang mengejarnya.     

//Fyi; rudal atau terkadang di sebut dengan misil adalah senjata roket militer yang bisa dikendalikan atau memiliki sistem pengendali otomatis untuk mencari target atau menyesuaikan arah.//     

Sean kini memakai mobil bermodel Audi S8 yang sudah ia modifikasi dengan mode berbahaya. Untung saja Erica tidak pernah ia izinkan untuk memakai sembarang mobil miliknya, jika tidak sudah dapat di pastikan gadisnya itu sudah salah tekan tombol yang bisa saja mengakibatkan cidera parah atau bahkan kematian.     

Dan benar saja, belum lama ia meluncurkan rudal tersebut langsung saja ada tiga buah mobil polisi yang menghadang jalannya di depan sana. Belum lagi, ada enam orang polisi yang sudah turun dari mobil dan langsung mengarahkan pistol ke arah laju mobilnya.     

"Oh c'mon, that's all?" gumam Sean sambil terkekeh geli, ia menginjak pedal gas lebih keras supaya mobilnya kian melaju cepat. Sampai sudah hampir ia mendekati para polisi tersebut, secara bersamaan ia menginjak tem dan langsung membanting stir. Mengarahkan mobilnya masuk ke dalam gang kecil yang masih memiliki ruang untuk jalannya mobil.     

Sean melirik kembali kaca tengah mobilnya yang memperlihatkan para polisi tersebut masuk ke dalam mobil dan langsung mengikuti dirinya. Ia dengan gaya sangat keren menyibakkan rambutnya ke belakang, lalu menekan salah satu tombol lagi.     

"Ups maaf aku menumpahkan oli," ucapnya dengan nada yang pura-pura bersalah. Ia berhasil menumpahkan oli ke jalan sempit itu membuat laju jalan bagi kendaraan yang melewatinya akan tergelincir jika tidak hati-hati dan dalam kecepatan penuh. Setelah itu, ia kembali memasukkan tangki kecil oli tersebut ke dalam bagian mobilnya dengan menekan tombol tersebut sekali lagi. Otak Sean memang tidak sepintar Hana, tapi keterampilannya dan memodifikasi benda supaya bisa mendukung aksi kriminalitasnya sangat pantas untuk di acungi ibu jari.     

BOM!     

Sean lagi-lagi memanjatkan terimakasih pada Tuhan karena dirinya sudah berhasil melenyapkan tiga buah mobil lagi berkat mobil canggihnya ini, dan jika di total ia sudah merusak 6 mobil kepolisian dan 12 orang polisi tewas. Cara membunuh yang sama sekali tidak memuaskan karena tidak ada jeritan memilukan dari target sasarannya kali ini.     

"And I'm sure, it's not over. Hey police, get me." ucapnya dengan kekehan kecil.     

Sudah menyandang status sebagai buronan, pembunuh bayaran yang paling di cari-cari, kini ia juga kembali menunjukkan kemampuan deadly rider-nya. Sangat sempurna sekali.     

Ah iya, sebut saja Sean itu sebagai Hot Assassin.     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.