My Coldest CEO

Seratus enam



Seratus enam

0Erica menaikkan sebelah alisnya kala telepon yang tadi sedang menghubungkan dirinya dengan Allea terpusat begitu saja, ternyata gadis di seberang memutuskan panggilan mereka secara sepihak.     

Apa salahnya ia menyebut nama Sean Xavon pada Allea? Apa laki-laki itu sangat di takuti oleh semua orang termasuk gadis yang mulai menjadi temannya itu?     

Ah, apa? Teman? Bahkan ia meragukan hubungan itu mengetahui jika Allea adalah mantan asisten yang dimiliki oleh Hana. Bodohnya lagi, Sean tidak pernah mengetahui akan hal itu.     

Apa di antara adik dan kakak terdapat rahasia besar yang saling di sembunyikan satu sama lain? Ia tidak habis pikir, dulu mereka tinggal bersama dan kenapa saat Hana memiliki seorang asisten, Sean tidak mengetahuinya sama sekali? Sepertinya masih banyak celah yang semakin membingungkan pada situasi seperti ini.     

Tadi setelah selesai mengisi perutnya dengan makanan lezat yang di sediakan oleh Jeremy, ia langsung saja melangkahkan kakinya ke ruang kerja milik Sean. Tidak ada apapun di sana selain sofa, meja dan kursi kerja, lemari, beberapa laci kecil dan juga panjang, serta tumpukan dokumen yang sama sekali tidak terbesit di otaknya untuk mengetahui apa isi dari dokumen tersebut.     

Entah kenapa ia ingin sekali masuk ke dalam ruangan ini dan mengetahui isinya sejak awal dirinya mengetahui semua sudut di rumah ini. Dan baru kali ini juga Sean mengizinkan dirinya untuk menjelajahi setiap bagian yang menurutnya ingin sekali dilihat, ternyata ruangan ini tidak menarik sama sekali.     

Dengan barisan koran yang mencetak dan menampilkan berita mengenai segala tindakan kriminal laki-laki itu, tidak ada lagi yang menjadi daya tarik bagi dirinya.     

Selera laki-laki terlihat berkali-kali lipat sangat membosankan.     

Merasa sudah cukup untuk berdiam diri di ruangan ini, ia segera beranjak dari sofa dan mulai melangkahkan kakinya untuk meraih gagang pintu yang langsung saja membawa dirinya ke kamar Sean. Lagi dan lagi banyak sekali ruangan pribadi yang langsung mengarah ke kamar laki-laki itu. Tiba-tiba saja penglihatannya langsung terarah pada sebuah benda kecil yang berkilau mulai menyapa perhatiannya.     

"Astaga, cantik sekali." gumam Erica sambil berjalan mendekati benda tersebut.     

Itu adalah Wittelsbach-Graff Diamond Ring. Memangnya siapa yang tidak akan terpana dengan kecantikannya yang di banderol dengan harga sangat fantastis?     

//Fyi; Berlian ini ditemukan pada akhir abad ke-17 di tambang Kulloor di distrik Guntur, India. Ukuran karatnya kecil, yakni hanya sebesar 31,06 karat. Namun memiliki kedalaman warna dan bias cahaya yang sempurna. Desain potongan segi delapannya sangat sempurna, sehingga memikat hati Raja Philip IV dari Spanyol untuk memilikinya. Kini, berlian ini tersimpan sebagai koleksi National Museum of Natural History di Washington DC, AS.//     

Oh ayolah, walaupun Erica terlihat tomboi dan suka sekali berpenampilan yang terlewat sederhana, tapi tak ayal dirinya juga bisa terpesona dengan keindahan satu buah berlian.     

Tapi, tunggu sebentar. Erica menaikkan sebelah alisnya dengan heran. Ia berjongkok menatap dengan tatapan sangat teliti ke arah berlian yang di lapisi dengan kotak transparan dengan kaca yang sangat tebal, pertanda tidak akan ada yang bisa membuka kotak tersebut.     

"Bukankah berlian ini telah di museum kan? Kenapa ada disini?" tanyanya pada diri sendiri. Ia menatap lebih teliti lagi sampai kedua matanya benar-benar menyipit tajam karena masih tidak percaya dengan apa yang kini ia lihat.     

Ia akhirnya menghembuskan napas kecil, lalu menjulurkan tangannya untuk mengambil kotak tersebut.     

Pada detik itu juga saat jemarinya berhasil menyentuh kotak tersebut, alarm keamanan langsung berbunyi dengan nyaring masuk ke dalam indra pendengarnya. Dan bertepatan dengan itu, lantai yang di pijaknya kini langsung terbuka begitu saja membuat dirinya langsung jatuh ke bawah tanah tanpa persiapan apapun.     

"DAMN YOU, SEAN!" pekiknya dengan kesal. Sudah dua kali dengan ini ia merasakan tubuhnya di buang begitu saja dari ketinggian yang lumayan membuat punggungnya terasa retak.     

Bugh     

"Aws.." Erica meringis kecil kala punggungnya mendarat tepat di atas kasur yang sepertinya memang sengaja di letakkan tepat sejajar dengan arahnya jatuh jadi. Sumpah, jika Sean ada di sini sudah di pastikan ia akan menarik rambut laki-laki itu dengan teramat kencang terlebih lagi jika ia dengan senang hati melampiaskan kekesalannya dengan cara menombak Sean. Iya, itu sepertinya terdengar lebih baik.     

"Sial," umpatnya kala melihat jaringan ponsel yang berada di tangan ini menunjukkan simbol silang. Ia hanya bisa memaki Sean di dalam hati dengan kalimat kasar yang tidak pantas untuk di ucapkan langsung.     

Dengan pasrah, Erica langsung saja menaruh ponselnya di saku celana. Tunggu, ia menyadari satu hal di ruang bawah tanah ini.     

"Kok lampunya menyala? Dan keadaan ruangan ini sangat bersih tanpa terlihat debu." ucapnya sambil melangkahkan kaki mendekati laci yang di atasnya tidak diletakan apapun. Ia menyeret jemarinya ke laci tersebut, dan hanya ada sisah sedikit debu yang kini menempel di jemarinya.     

Sudah dapat di pastikan lagi jika ini bukanlah ruang bawah tanah yang tidak terpakai, pasti ada jalan masuk lain selain tempat terkutuk dirinya jatuh tadi. Ia bahkan heran kenapa Sean suka sekali memodifikasi rumah dengan terlewat canggih. Buktinya, lantai di ruang kerjanya itu bisa bergeser sesuka hati.     

Dan ia yakin, ini karna dirinya dengan sembarang menyentuh kotak berlian itu. Dan ia yakin sekali lagi jika sebenarnya itu bukanlah berlian asli, tapi hanya replika yang di buat semirip mungkin. Memangnya orang seperti apa yang ingin mencuri berlian yang sudah di museum kan itu? Jika ada, pasti kegilaan orang tersebut sudah memuncak.     

"Jangan terkejut, pasti kamu jatuh dari atas sana, iyakan?"     

Tubuh Erica tersentak kala melihat D. Krack yang dengan santainya sudah berganti baju yang beberapa menit lalu di banjiri oleh keringat kini sudah memakai kaos hitam polos ketat yang membentuk tubuh badannya. Ah, tubuh laki-laki itu kekar sekali sampai kotak di perutnya tercetak jelas dari luar kaos.     

"Astaga, D. Krack? Ini tempat apa?" tanyanya dengan bingung, ia menatap sekelilingnya yang bahkan hanya berisi beberapa peralatan tidak penting seperti perkakas dan beberapa peralatan lainnya yang terlihat di pakai pada bengkel.     

D. Krack terkekeh kecil, lalu berjalan menuju sofa yang di pasang pada sudut ruangan. Ia mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya. "Mencari Sean?" tanyanya to the point tanpa berniat untuk membalas pertanyaan yang di luncurkan Erica kepada dirinya.     

Erica memutar bola matanya, pasti setiap dirinya bertemu dengan laki-laki yang kini sudah dengan sangat santainya tiduran di atas sofa dengan kedua kaki yang bertumpu sampai melewati pinggiran sofa. "Tidak, jangan terlalu mudah menebak yang jelas-jelas tebakan mu itu salah." ucapnya sambil berjalan menuju lemari besar yang di buat dari kayu dengan desain unik.     

"Jangan menyentuh apapun, kalau tidak kamu akan merasakan ketidak nyamanan seperti tadi contohnya saat kamu terjatuh dari lantai atas. Untung saja Sean menyuruhku untuk menaruh kasur ini tepat di bawah akses masuk yang tadi kamu masuki." ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya pada Erica. Ia masih sibuk menatap layar ponsel meneliti maps yang akan menjadi incaran untuk menjalankan aksi pada malam hari nanti.     

Erica dengan tatapan datarnya langsung saja menaikkan sebelah alisnya. "Sudah berbicaranya?" tanyanya dengan nada jutek, tatapannya kian menajam karena kesal dengan semua ini.     

"Kamu cocok untuk menjadi pendamping hidup Sean, Erica." ucap D. Krack tiba-tiba sambil mengubah posisinya menjadi duduk tegak. Ia menatap seorang gadis yang sudah mengubah posisi menjadi ke arahnya.     

Erica yang mendengar itu langsung saja memutar kedua bola matanya untuk yang ke sekian. "Terserah apa katamu, aku tidak minat." ucapnya dengan nada yang sangat malas.     

Hei, walaupun Sean memiliki segudang harta kekayaan yang mungkin memang tidak akan habis dari turun temurun, bukan berarti dirinya bisa menerima laki-laki itu dengan mudah. Harta bukan penentu segalanya, tapi dirinya selalu melihat dari ketulusan hati.     

Iya, anggap saja terdengar sangat menjijikan. Tapi, apa artinya harta tanpa kasih sayang? Ibaratnya seperti tercukupi, tapi tidak merasa bahagia.     

D. Krack terkekeh kecil, lalu menganggukkan kepalanya. "Sebaiknya teruslah berpikiran seperti itu."     

"Apa maksudmu?" tanya Erica merasa bingung. Tadi laki-laki itu mendukung dirinya dengan Sean, tapi sekarang langsung berubah haluan.     

"Menjadi seseorang yang dekat dengan sang kriminalitas bukanlah hal yang mudah, semua ada resiko berat yang harus di ambil dan juga di pertaruhkan dengan segenap hati." jelas D. Krack dengan seulas senyuman.     

"Itu alasan kamu masih single saat ini juga?" tanya Erica.     

D. Krack lagi-lagi menganggukkan kepalanya. "Tentu, aku juga masih laki-laki biasa yang sangat sakit ketika melihat orang yang di sayang tewas begitu saja kerena terkena imbas dari kehidupan ku yang seperti ini."     

"Memangnya siapa yang ingin menewaskan ku?" tanya Erica dengan senyuman miring. Jika ada yang berani macam-macam dengannya, sudah di pastikan keahlian dirinya sebagai cucu dari seorang mantan agen FBI langsung menyeruak begitu saja.     

"Setiap seorang kriminal pasti memiliki barisan musuh. Terkadang orang baik saja banyak yang tidak suka, apalagi nasib orang jahat?" ucap D. Krack dengan kekehan kecil. Ia walaupun tergolong penjahat baik yang masih membantu sesama --walau terkadang meminta imbalan-- tapi tak ayal juga ia memiliki musuh yang luar biasa banyak di luar sana. Yang penting, tetap tenang dan jangan banyak tingkah, itu saja.     

Erica bergeming. Ia memikirkan ucapan laki-laki itu yang ada benarnya juga.     

D. Krack yang melihat itu, langsung saja memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Ia segera beranjak dari duduknya dan berjalan menuju Erica untuk merangkul gadis itu dengan akrab.     

"Ini hanya ruang simulasi," ucapnya sambil menunjuk setiap bagian sudut ruangan ini. Ia menjawab pertanyaan awal yang tadi Erica luncurkan kepada dirinya.     

Erica menaikkan sebelah alisnya masih merasa bingung dengan penjelasan singkat yang dikatakan oleh laki-laki yang kini tengah merangkul pundaknya. "Ruangan untuk simulasi apa?" tanyanya.     

D. Krack berdehem. "Hanya ruangan simulasi yang jika suatu saat nanti dunia ini akan rusak parah dan mengakibatkan bencana." jelasnya lebih perinci daripada yang sebelumnya.     

Mendengar penjelasan itu, Erica langsung saja menaikkan sebelah alisnya. "Itu kan belum pasti, jadi ruangan ini di pakai untuk apa?"     

"Biasanya Sean pakai untum berlatih pedang dengan diri ku, ingin mempelajarinya?" tanya D. Krack sambil menaik turunkan alisnya.     

Penawaran yang tidak mungkin akan pernah di tawarkan Sean untuk Erica. Dan ya, kesempatan tidak boleh di sia-sia, iya kan?     

"Tentu saja aku mau!"     

"Carefully, and learn it slowly to make it perfect the first time."     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.