My Coldest CEO

Seratus sembilan



Seratus sembilan

0Setelah 10 menit lamanya, kini Sean kembali sudah masuk ke dalam mobilnya. Ia membuka kaca mobil, dan menatap ke arah Ezzart yang tengah memutar-mutar linggis di tangannya dengan mulut menggigit tusuk gigi. Astaga penampilannya kini terlihat sangat maskulin, terlebih lagi lengan kemeja yang sudah tergulung sampai siku.     

Sean menatap body luar mobilnya dari dalam mobil, ia sangat puas dengan kinerja Ezzart. "Perfect, I'll send the money to the ATM later." ucapnya sambil memakai kembali kacamata yang tadi ia taruh di dalam saku tuxedo.     

Ezzart hanya mengangkat alisnya, lalu menepuk pelan bahu Sean. "Kayak baru kenal sehari saja, semuanya gratis untuk diri mu." ucapnya sambil menyunggingkan sebuah senyuman.     

Ia memang benar-benar ingin memberikan semua hasil modifikasi yang ia kerjakan tadi secara cuma-cuma. Ya hitung-hitung memberikan akses spesial kepada laki-laki itu. Lagipula Sean jarang sekali berkunjung dan sekalinya berkunjung pasti benar-benar membutuhkan bantuannya. Anggap saja hadiah karena sudah membuat dirinya berteman dengan seorang pembunuh bayaran yang sangat keren di seluruh dunia.     

Sean mengangkat sebelah alisnya. "Jangan bercanda, kerja adalah uang. Dan kamu pantas mendapatkan imbalan, nanti ku kirim ke rekening mu." ucapnya sambil menutup pintu kaca mobilnya. Ia tidak ingin mendengar deretan kalimat protes ataupun kalimat lainnya yang menentang keinginannya. Bertindak egois dan seenaknya sangat perlu di lakukan untuk kebaikan bersama.     

Ya terkadang rasa tersebut menguntungkan dua orang, dirinya dengan orang lain. Tapi terkadang juga hanya menguntungkan dirinya saja.     

Ia langsung saja menginjak pedal gas, dan mobil melaju menuju pintu besar besi dengan arah yang berlawanan dari pintu masuknya tadi.     

Sebelum berhasil membuka pintu besar tersebut, sebuah scaner besar mulai memindai keadaan mobilnya. Keamanan sangat terjaga dengan ketat, ini adalah salah satu perusahaan besar di dalam bawah tanah yang hanya diketahui oleh kolega nakal dan salah satu tempat mobil terbaik di antara yang lain.     

"Done, have a nice ride." suara wanita yang di program oleh Ezzart yang kawan-kawan terdengar menyapa indra pendengarannya.     

Setelah itu, pintu besar langsung terbuka dan memberikan akses jalan menanjak untuk kembali ke atas sana. Ia langsung saja melajukan mobilnya dengan kecepatan standar, lalu cahaya matahari mulai menyapa indra pendengarannya.     

Baiklah, ini saatnya untuk menyelamatkan apa yang harus di selamatkan.     

Dengan cepat, ia langsung keluar dari area taman tua itu dan masuk kembali ke jalan raya untuk meneruskan perjalanan yang sempat tertunda.     

Hei, memangnya siapa yang tidak puas dengan kinerja Ezzart? Dalam waktu sepuluh menit saja, body mobilnya sudah kembali seperti semula, patut di acungi ibu jari, kalau perlu ia akan memberi 100 ulasan bintang kepada laki-laki itu.     

Kesibukannya menjadi pembunuh bayaran akhir-akhir ini karena berita tewasnya Hana Xavon membuat dirinya sibuk dan jarang sekali berkunjung ke para markas beberapa teman kriminalnya. Jika ada waktu, ia lebih baik mengisi waktunya untuk istirahat dan menghabiskan waktu untuk menjahili gadisnya.     

Berbicara tentang Erica, pasti kini gadis itu tengah di landa bosan. Semua protokol peraturan sudah ia terapkan untuk Erica supaya dipatuhi dengan segenap hati, kalaupun gadis itu melanggarnya tentu saja akan mendapatkan sanksi dari dirinya.     

Hana yang menghubungi dirinya tepat di saat burung di pagi hari mulai berkicau, membuat dirinya langsung bergegas bersih-bersih dan langsung memakai seluruh pakaian keren. Kini tampilannya seperti kolega besar dan tidak terlihat seperti Sean Xavon si pembunuh bayaran.     

Penyamaran yang cukup simple namun terlihat sangat berwibawa dan cocok jika dirinya menggemari pekerjaan yang berada di dalam gedung. Menghabiskan waktu dengan beberapa tumpukan dokumen, mengadakan meeting bersama karyawan, ataupun bertemu dengan client dan kolega besar lainnya. Iya, tubuh kekarnya sangat mendukung dirinya untuk berprofesi sama seperti layaknya Vrans Moreo Luis.     

Tapi kembali lagi, ia tidak menyukai pekerjaan yang mengambil andil banyak orang. Merepotkan, itu yang dapat ia gambarkan dari apa yang mungkin akan terjadi. Lebih baik bekerja sendiri dan memuaskan hasrat membunuh daripada harus menjadi laki-laki dengan profesi yang membosankan seperti itu. Hei, ini hanya pendapatnya saja.     

Jalanan kota semakin kesini semakin luang karena sudah memasuki jam kantoran. Sean dengan cepat langsung saja mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Beberapa menit lagi, jika dirinya telat pasti akan ada nyawa yang melayang. Dan bersamaan dengan itu, mungkin Erica juga akan pergi dari kehidupannya.     

Tidak, ia kini sudah tidak ingin gengsi. Ia benar-benar nyaman berada di dekat Erica. Siapapun kini bisa tertawa terbahak-bahak mendengar pengakuannya, tapi ini semua memang tulus dari dalam hati.     

Untuk yang pertama kalinya, seorang Sean Xavon takut aka kehilangan cintanya seorang gadis yang menetap di hidupnya.     

"I will keep my promise."     

...     

"Pandai juga kamu bermain pedang,"     

Erica menatap D. Krack dengan tatapan datarnya, ia langsung saja menaruh pedang yang berada di genggaman tangannya ke atas meja. Sudah selesai pertarungan di antara mereka, kini yang ia butuhkan hanya duduk di sofa guna untuk memulihkan kembali tenaganya. "Mungkin kamu yang terlalu payah," ucapnya sambil mengusap peluh yang membasahi keningnya.     

D. Krack yang mendengar itu langsung saja terkekeh kecil dengan tangan yang sudah meraih pedang yang tadi di pakai oleh Erica. "Kalau begitu, aku perlu belajar banyak dari gadis pendiam seperti diri mu." ucapnya sambil berjalan ke arah lemari kaca yang biasa dipakai untuk menaruh pedang di genggamnya.     

Erica hanya tersenyum miring, "lebih baik aku menghabiskan waktu bersama para sahabat ku." ucapnya sambil meraih sebuah tissue yang berada di atas meja tepat pada hadapannya. Dengan tangan saja tidak cukup untuk menghalau bulir air yang tercetak jelas disana. Siang-siang melakukan olahraga seperti ini, sangat membuat dirinya dehidrasi.     

Mendengar hal itu, setelah D. Krack berhasil mengembalikan pedang pada posisi semula ia langsung saja mengarahkan pandangannya pada Erica dengan alis yang menyatu. "Kamu punya sahabat?"     

Erica menganggukan kepalanya, "tentu saja punya!" serunya dengan sebal. Hei, walaupun ekspresi wajahnya sekalu tanpa ekspresi, bukan berarti ia tidak memiliki teman, iya kan?     

"Ku pikir kamu itu seperti batu yang anti sosial." ucap D. Krack sambil terkekeh kecil, ia melangkahkan kakinya mendekat ke arah Erica lalu mendaratkan bokongnya tepat pada single sofa yang berada di hadapan gadis itu.     

Erica menaikkan sebelah alisnya, jika D. Kcrak bukan sahabatnya Sean sudah dipastikan ia akan mematahkan seluruh tulang yang berada di tubuh laki-laki yang kini sudah duduk di hadapannya dengan senyum yang sangat menjengkelkan. Sepertinya Sean dan D. Krack tidak berbeda jauh.     

"Kamu pikir aku se-nerd itu?" tanyanya dengan nada bosan, ia sudah memutar kedua bola matanya sebagai tanggapan tidak menarik dengan topik pembicaraan yang dibawa oleh D. Krack. Ia memang tidak pernah suka saat orang menatap seseorang yang lainnya hanya dengan penampilan luar. Bisa jadi saja si pendiam berubah menjadi ai bringas atau sebaliknya. Contohnya saja Sean, laki-laki itu tampak sangar di luar tapi saat di dalam terlihat hatinya yang sangat aneh dan konyol.     

Jadi, 'judging by the cover' tidak akan pernah berpengaruh apapun selain memberikan dampak negatif pada jalan pikiran     

D. Krack hanya terkekeh kecil, lalu menatap jam tangan yang melingkar pada pergelangan kirinya. Ia langsung menekan salah satu tombol yang berada di sana. "Jeremy, bisakah kamu ke ruang bawah tanah?" ucapnya.     

Bagus, sekarang sudah dapat di pastikan jika Erica harus merasa terkesan. Berapa banyak peralatan yang biasa ditemukan pada kehidupan sehari-hari menjadi alat yang sangat canggih? Bahkan beribu-ribu persen canggih.     

"Baik Tuan, ingin dibawakan apa?" balas Jeremy dari seberang sana. Astaga, alat komunikasi yang benar-benar sangat keren.     

D. Krack tampak sedikit berpikir untuk beberapa detik saja. "Ku pikir dua gelas jus segar sudah lebih dari cukup," ucapnya.     

"Tunggu sebenarnya ya Tuan, sepuluh menit."     

D. Krack hanya menganggukkan kepalanya sambil melepas tombol yang tadi ia tekan itu, langsung saja pembicaraan dirinya dengan Jeremy terputus.     

"Itu menghubungkan kemana?" tanya Erica yang tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya. Namun, ekspresi wajahnya masih terlihat sangatlah datar seperti seseorang yang enggan untuk mengeluarkan raut wajah lainnya. Ia, memang dirinya saja yang terlalu malas untuk berekspresi.     

D. Krack menaikkan sebelah alis, lalu menunjuk jam tangan miliknya. "Ini? Ini terhubung pada semua ponsel milik orang lain di dunia. Jadi, aku tidak perlu repot-repot mengeluarkan ponsel."     

"Bagaimana bisa?" tanya Erica dengan heran. "Bukankah itu termasuk kedalam pembajakan?" sambungnya masih dengan raut wajah datar, tapi tak ayal nada bicaranya terdengar sangat kebingungan. Ayolah, memangnya siapa yang tidak heran jika berada si posisinya dan mendengarkan penjelasan seperti itu?     

D. Krack mengubah posisi duduknya dengan kedua lengan yang menumpu pada masing-masing kaki miliknya. "Jadi, ini sama sekali bukan pembajakan. Lagipula aku tidak mengetahui nomer mereka ataupun membobol data pribadi, hanya menghubungkan lewat telepon satelit."     

"Dan bagaimana itu caranya? Apa kamu harus ke luar angkasa terlebih dahulu?" tanya Erica yang mulai menikmati topik pembicaraan yang mereka bahas. Ia tidak pernah suka jika membahas hal pribadi entah miliknya atau milik sang lawan bicara. Jadi, topik pembicaraan seperti ini adalah hal yang paling menyenangkan.     

Terkadang menyeramkan, terkadang lugu. Itu adalah perubahan sifat milik Erica yang sama sekali belum di pahami oleh D. Krack. "Luncurkan saja roket pemancar beserta robot pekerja kecil, mereka akan mengerjakan semuanya."     

"Kamu terlalu rumit untuk di pahami, D. Krack." ucap Erica saat mendengar ucapan laki-laki yang berada si hadapannya ini dengan nada bicara yang terlewat sangat santai.     

Orang waras seperti apa yang berani bertindak layaknya seperti seorang D. Krack ini? Meluncurkan pemancar dengan robot kecil? Hei, terdengar sangat mustahil tapi... ini adalah hal terkeren yang pernah ia temui di sepanjang hidupnya.     

Ternyata masuk ke dalam kehidupan seorang assassin tidak begitu buruk, justru banyak sekali pelajaran dan pengalaman yang ia dapatkan.     

"Kamu hanya tidak paham dengan kinerja otak kami, kamu kan hanya bekerja di balik laptop. Jadi, tidak mengerti dengan hal ini." ucap D. Krack sambil menaruh kedua kakinya ke atas meja, tubuhnya sudah bersandar di kepala kursi. Bertarung singkat dengan Erica cukup menguras energi.     

Ia berpikir jika gadis itu belum menguasai bahkan belum pandai memegang pedang, tapi ia salah. Erica ternyata memang tidak akan pernah bisa di remehkan apapun keadaannya.     

Erica adalah seorang gadis pendiam yang berbahaya, jadi tidak bisa di remehkan.     

"Ingin melakukan hal yang lebih menegangkan?" tanya D. Krack sambil menatap Erica.     

Mendengar penawaran tersirat itu, Erica langsung saja menaikkan sebelah alisnya. "Apa itu?"     

"Menaklukkan Sean di ranjang,"     

Pada detik itu juga, Erica langsung saja membelalakkan kedua bola matanya.     

"DAMN YOU D. KRACK, DON'T THINK AN ADULT SCENE!"     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.