My Coldest CEO

Seratus sebelas



Seratus sebelas

0"AAAAA BOSAYANG ADA MAYAT!!"     

Vrans mengalihkan pandangannya ketika suara pekikan Xena terdengar memasuki indra pendengarannya dengan nada suara yang terdengar memilukan. Bulir air mata tercetak jelas di wajah manisnya, raut wajahnya juga sudah berubah drastis dari keantusiasan menjadi kesedihan yang dalam.     

"Aku takut," ucap Xena sambil berhamburan memeluk tubuh kekasihnya dengan rasa gemetar yang masih belum luput dari tubuhnya. Ia langsung saja mendekap erat tubuh mungil tersebut dan mengusap kepalanya belakang gadisnya dengan sangat teramat lembut. Ia menyalurkan ketenangan supaya gadisnya merasa aman.     

Vrans memanjatkan segala puji syukur kepada Tuhan dengan keselamatan kekasihnya ini. Ia sepertinya memiliki hutang nyawa pada Sean, apa dirinya harus berterimakasih pada laki-laki yang masih tercap buruk dalam benaknya itu?     

"Tenang, sudah ada aku." ucapnya sambil mengecup setiap inci wajah Xena, raut wajahnya menunjukkan kecemasan yang belum kunjung pudar. Astaga ia sangat khawatir dengan situasi yang kini semakin bertambah rumit.     

Isak tangis Xena terdengar semakin memilukan, ia tahu ini bukanlah hal yang patut untuk dilupakan. Pasalnya, mungkin rasa trauma gadisnya ini kembali menyapa pikirannya.     

"Hei, tenang..."     

Vrans berbicara seolah-olah ia dapat menenangkan Xena, tapi dirinya sendiri tidak bisa merasa tenang.     

"Sean membantu ku," gumam Xena di sela-sela tangisnya. Ia semakin mencengkram punggung Vrans dengan sangat erat. Tidak, ia tidak ingin jauh dari jangkauan laki-laki itu lagi.     

Mendengar hal itu, arah pandang Vrans langsung saja terarah pada Sean yang kini masih sibuk berjongkok di hadapan seorang laki-laki yang sudah tewas tergeletak di atas lantai. Ia menaikkan sebelah alisnya merasa jika dirinya tadi sudah bersalah karena menuduh laki-laki yang bernotabene pembunuh bayaran itu.     

Keadaan restoran masih belum membaik. Beberapa karyawan ada yang sudah kembali ke dalam dan ada juga pemilik perusahaan yang mulai menghampiri Sean. Pihak keamanan seperti petugas kepolisian sudah berada di sini bersamaan dengan Sean yang langsung saja pergi dari tempat kejadian dan menghempaskan semua polisi yang hampir mencekal pergelangan tangannya.     

Tidak ingin mengambil pusing yang lebih dalam lagi, Vrans segera menggendong tubuh gadisnya ala bridal style membuat wajah yang sudah memerah akibat tangis yang tak kunjung reda itu. Oh jangan lupakan mata merah sembab yang tercetak jelas disana, astaga sangat menggemaskan.     

"Aku disini, sayang. Aku disini," gumamnya sambil menampilkan seulas senyuman manis, ia berharap Xena terhibur dengan senyumannya. Ia tidak bisa menebus kesalahan ini, dan bodohnya ia tidak berpikir jika laki-laki yang ia temui di toilet tadi adalah sebuah ancaman besar bagi gadisnya.     

Kini, bukannya ia berprasangka buruk atau bagaimana, tapi dia sangat tidak ingin mempercayai siapapun yang belum di kenal.     

Sedangkan Xena, gadis itu kembali mengumpat di dada bidang milik Vrans. Ia tidak ingin wajah buruknya karena menangis ini terlihat oleh banyak orang. Ia tidak ingin orang lain tahu jika dirinya... tengah merasakan takut yang dalam, sedalam lubang hitam di jagat raya sana.     

Ia tidak akan membiarkan Vrans meninggalkan dirinya selama satu detik sekalipun. Ia akan kembali meminta untuk bekerja satu ruangan dengan laki-laki itu, makan siang bersama, tidur bersama, dan melakukan semua aktivitas secara bersama-sama.     

Katakan jika dirinya terlalu berlebihan, tapi hei! Siapa yang sanggup menghadapi apa yang sedang terdapat di hidupnya.     

Ia langsung saja melangkahkan kakinya menuju ke tempat mobilnya terparkir, ia membuka pintu mobilnya lalu segera memasukkan tubuh gadisnya itu ke dalam mobil. "Tunggu sebentar ya sayang, barang-barang kita masih ada di dalam." ucapnya sambil mengelus puncak kepala Xena dengan sayang, ia masih menampilkan sorot kekhawatiran yang sangat dan akhirnya untuk yang kesekian kali bibit sexy miliknya itu langsung mendarat di puncak kepala gadisnya.     

Xena menahan pergelangan tangan Vrans, bokongnya yang mendarat sempurna di kursi samping kursi pengemudi itu langsung saja mendekap tubuh laki-laki yang menyandang gelar kekasihnya itu. "Jangan tinggalkan aku lagi," lirihnya dengan nada pilu. Air matanya memang sudah mulai berhenti dan mengering, namun tidak dapat di pungkiri jika rasa takut itu masih menceruak kental di dalam pemikirannya.     

Vrans mengulas senyuman yang seolah-olah memberitahu Xena jika kali ini akan baik-baik saja. "Aku akan segera kembali," ucapnya sambil melepas dekapan tangan melingkar milik Xena pada pinggangnya. Dengan cepat, ia menutup pintu mobil dan menguncinya dari dalam untuk berjaga-jaga supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan seperti sebelumnya.     

Karena tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi, Vrans segera berlari kecil untuk kembali masuk ke dalam restoran dengan raut wajah yang menegang. Ia tidak akan segan-segan untuk mencari tahu latar belakang laki-laki yang ingin menewaskan gadisnya.     

Langkahnya berhenti tepat di meja yang bener menit lalu menjadi tempat duduk dirinya dan Xena sekaligus tempat terjadinya laki-laki yang tidak di kenal itu tewas, ditambah lagi garis kuning polisi sudah melingkari tempat kejadian menjadikan dirinya mau tidak mau harus berhadapan dengan sang polisi.     

"Permisi Tuan Vrans, ada keperluan apa?" tanya polisi yang kini berada tepat di hadapan Vrans dengan tangan yang menggenggam HT yang biasa digunakan untuk berkomunikasi sesama anggota.     

Vrans berdehem kecil, ia berusaha tidak menunjukkan raut wajah khawatir miliknya. "Aku mencari tas jinjing di atas meja itu beserta satu ponselnya," ucapnya sambil menunjuk ke arah meja makan restoran yang tadi di tempati olehnya.     

Sang polisi langsung menganggukkan kepalanya, ia terlihat menepuk bahu teman polisi satunya dan berbisik untuk mengambilkan barang yang di maksud oleh Vrans.     

Sedangkan Vrans, ia menunggu kelanjutan dari tindakan polisi yang kini sudah melangkahkan kaki masuk ke dalam garis kuning polisi dan mengambil benda miliknya.     

"Tuan tahu bagaimana kejadiannya?" tanya sang polisi kepada Vrans, ia tampak membenarkan letak topi khas kepolisian yang menghiasi kepalanya.     

Vrans menaikkan sebelah alisnya, lalu menggelengkan kepalanya dengan seulas senyuman. Bagaimana ia tahu? Sedangkan dirinya saja telat menyaksikan apa yang sebenarnya terjadi. "Bagaimana kalau anda meminta izin untuk memeriksa CCTY restoran?" ucapnya sambil mengucapkan deretan kalimat berupa saran.     

Sang polisi menganggukkan kepalanya. "Sudah kami periksa dan kumpulan segala bukti, jaga Nyonya sepertinya ada pihak yang tidak menyukai gadis mu."     

"Tentu saja," ucap Vrans, ia menatap ke arah laki-laki yang tergeletak lemah di lantai itu. "Sudah memeriksa identitasnya?" tanyanya kembali tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun. Ia benar-benar ingin tahu latar belakang dan sebenarnya siapa yang mempekerjakannya.     

Polisi yang berada di hadapannya ini hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan lesu. "Semua sidik jarinya terhapus dan sepertinya laki-laki itu juga melakukan operasi permanen pada beberapa anggota tubuh lainnya yang mengubah bentuknya, bahkan lensa bola mata tersebut seperti di ganti entah bagaimana caranya. Kami nanti akan memeriksa DNA-nya, semoga saja itu berhasil."     

Mendengar penjelasan terperinci itu, Vrans bergeming. Ia sempat terkesan dengan apa yang telah di lakukan penjahat sampai harus berjuang sejauh itu supaya tidak dapat diidentifikasi asal usulnya.     

"Permisi Tuan, maaf ini barang mu." ucap seorang polisi lainnya yang tadi di perintahkan untuk mengambil barang milik Vrans yang terjebak di garis kuning polisi, yang secara hukum tidak bisa di langgar begitu saja karena memiliki ketentuan khusus dan sanksi bagi yang melanggarnya.     

Melihat polisi tersebut yang menjulurkan tangannya ke hadapan Vrans, ia langsung saja mengambil barang tersebut dan menganggukkan kepalanya. "Terimakasih," ucapnya sambil mengalihkan pandangannya.     

"Ingin di hubungi ke rumah mu tentang kelanjutan pengidentifikasian sang pelaku ini, Tuan?" tanyanya sambil menaruh kembali HT ke dalam tempat miliknya.     

Vrans menimang-nimang kembali penawaran sang kepolisian tersebut. Ia akhirnya menganggukan kepala sambil menghembuskan napasnya dengan perlahan. "Baiklah, ku tunggu. Aku permisi dulu," setelah mengatakan hal itu, ia langsung saja berjabat tangan dengan sang polisi lalu berjalan meninggalkan mereka dan keluar restoran.     

Ia dengan bergegas langsung kembali menuju mobil miliknya. Beruntung, gadis kecilnya itu masih berada di dalam sana. Senyum hangat terulas pada wajahnya, ia segera masuk ke dalam mobil.     

"Maaf ya sayang aku sedikit lama,"     

"Iya tidak masalah."     

Tunggu sebentar,     

Vrans langsung saja menoleh ke bagian belakang mobil saat mendengar suara bariton yang memasuki indra pendengarannya. "Sean?"     

Laki-laki yang merasa namanya di panggil itu langsung saja menganggukkan kepalanya. Ia menatap ke arah Vrans dengan tatapan yang hampir setajam pedang. "Jangan pernah meninggalkan Xena sendiri," ucapnya dengan kalimat penuh tekanan.     

Sedangkan Xena si gadis yang tengah di bicarakan itu sudah menutup matanya dengan dengkuran halus yang terdengar. Astaga, gadisnya pasti kelelahan dan tertidur tanpa melihat tempat. Untung saja seatbelt sudah terpasang di tubuh gadisnya itu.     

Kembali lagi pada Vrans yang menunjukkan ekspresi sangat datar. "Aku tahu akan hal itu,"     

Sean terkekeh kecil seakan-akan meremehkan ucapan Vrans yang sangat jauh dari ekspetasi. "Tahu tentang apa? Bahkan setelah kembali dari toilet, gadis mu hampir terbunuh. Dan beberapa menit yang lalu, kamu kembali meninggalkan dirinya. Apa kamu tidak belajar dari pengalaman?"     

"Aku hanya mengambil barang-barang milik kita," ucap Vrans dengan tangan yang sudah menaruh tas jinjing milik Xena beserta ponselnya ke atas dashboard mobil.     

"Laki-laki mapan kan? Kamu bisa membelinya kembali, tidak perlu memikirkan itu semua."     

"Ada berkas penting di dalam ponselku dam juga di dalam tas jinjing milik Xena, jangan menilai buruk kalau tidak paham apapun."     

"Aku lebih dari paham, buktinya saku berhasil menyelamatkan kekasih mu."     

"Perhitungan?"     

"Tentu saja, aku akan memintanya sewaktu-waktu."     

Vrans menatap kesal ke arah Sean. Kalau setidaknya tidak berniat menolong, lebih baik jangan mengharapkan imbalan apapun untuk kebaikan yang dibuat-buat itu. "Lalu, bagaimana caranya masuk ke dalam mobilku?" tanyanya yang mengubah topik pembicaraan.     

Sean tersenyum remeh, lalu langsung saja keluar dari mobil milik Vrans dengan seulas senyuman yang terlihat masih menyeramkan. "Selamat jalan, aku tidak akan memperingati kamu tentang menjaga Xena untuk yang kesekian kalinya lagi." ucapnya sambil menggerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri, seolah-olah melambaikan untuk mengatakan perpisahan mereka.     

Setelah itu, sorot mata Vrans menatap ke arah Sean yang sudah berjalan ke mobil milik laki-laki itu dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celananya.     

Setelah Sean berkata seperti itu, Vrans langsung saja menghembuskan napasnya dengan kasar.     

Ia menatap lekat ke arah Xena yang menampilkan wajah sangat tenang, sangat berbeda dengan ekspresi gadisnya beberapa menit yang lalu, menampilkan kecemasan, kesedihan, dan ketakutan bercampur menjadi satu.     

Untuk alasan yang ia tidak mengerti, sampai detik, menit, jam, ataupun waktu lainnya ia akan tetap menjadi laki-laki yang bertanggung jawab atas apapun yang terjadi pada hidup Xena.     

"I'm sorry, I really love you."     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.