My Coldest CEO

Seratus dua puluh satu



Seratus dua puluh satu

0Sudah tengah malam, tapi Hana masih melajukan motor besarnya. Membelah angin malam adalah hal biasa yang ia suka lakukan saat memiliki waktu luang karena tidak ada tawaran job yang masuk. Ah iya, pasti Sean sudah mengambil alih semua costumernya.     

Ia sama sekali tidak pernah keberatan untuk bolak-balik dari kota ke kota hanya untuk mengurusi perihal 'permainan' yang kini sudah dimulai pada kinerja otaknya. Ia sudah sangat bersemangat untuk menjalankan apapun itu bentuk konsekuensinya nanti. Yang terpenting, rencana tidak akan selamanya menjadi rencana.     

Tujuannya hanya satu, yang terpenting semuanya terwujud dengan mulus. Urusan pekerjaan yang semakin menipis perjanjian dengannya itu bukanlah masalah yang serius. Lagipula, ia masih memiliki banyak tumpukan uang di brangkas rumahnya bahkan di ATM juga masih melimpah.     

Dengan sapuan kesejukan malam pada permukaan kulitnya, tujuannya kini hanya satu, Liqwez dan Ezzart. Ia harus kembali ke Albany dan mengunjungi sebuah tempat yang bernama mise à jour de la voiture.     

Dengan cara masuk yang berbeda, ia sudah melihat sebuah pintu besi yang tertutup sangat rapat karena tempat ini sangat jauh dari keramaian perkotaan yang terbilang sangat padat dengan berbagai aktivitas berbeda.     

Hana segera menekan tombol di samping helm yang ia kenakan untuk membuka kaca helm, lalu ia memilih untuk turun dari motor dan mendekati sistem keamanan untuk masuk ke dalam sana.     

"Hana Xavon." ucapnya setelah berada di salah satu kotak sistem keamanan canggih dengan layar hijau yang menandakan selalu berfungsi. Asal tidak ada tangan yang jahil untuk merusak, sistem keamanan ini tidak akan pernah error ataupun blank. Jikalau ada tangan yang berniat untuk merusak, sistem pertahanan mungkin akan mengeluarkan rudal yang mampu membuat seseorang itu tewas seketika. Karena pintu besi besar ini memiliki ketahanan anti peluru sekaligus ledakan, di desain sangat apik.     

Pemindaian retina mata sampai sudut jari telah di luncurkan, sinar dari sistem keamanan tersebut memancar ke arah wajah Hana untuk di periksa kembali keberaniannya.     

"Welcome, Miss Hana Xavon. Please come in, thank you." ucap alat tersebut bersamaan dengan terbukanya pintu besar besi yang biasanya menjadi pintu keluar, tapi juga bisa beralih fungsi sebagai pintu masuk. Katanya sih suka-suka Hana ingin masuk lewat pintu sebelah mana. Toh menurut gadis itu, pintu utamanya sangat merepotkan dan juga lebih mendukung jika membawa mobil karena memakai lift mobil bawah tanah. Dan ya, seperti kendaraan bermotor yang kini ia pakai, jadi pintu besar besi langsung dijadikan pintu masuk supaya tidak terlalu merepotkan.     

Hana langsung saja menganggukkan kepalanya sambil menekan kembali tombol yang berfungsi untuk kembali menutup kaca helm. Dengan segera, ia kembali menaiki motor lalu melaju ke dalam sebuah bengkel berkelas yang dioperasikan para kriminal dunia, tentu saja ia kenal dengan mereka semua. Lagipula, ini adalah pertama kalinya ia kembali menunjukkan wajah ke hadapan para teman-temannya. Dan sudah dapat di pastikan jika mereka sudah menduga kematiannya yang hanya rekayasa belaka saja. Memangnya siapa yang bisa dengan mudah membunuh dirinya saat ia memiliki alat untuk memulihkan kembali kinerja sel syaraf yang rusak? Tidak ada.     

Deru motor miliknya menggema di seluruh sudut ruangan membuat semua pasang mata yang ternyata masih terbangun segar langsung saja menoleh ke arahnya. Ada yang sibuk membenarkan mobil, ada yang memodifikasi body mobil dengan desain yang sangat anti-mainstream sesuai dengan kemauan costumer, dan ada juga yang hanya bersantai sambil menonton televisi, siapa lagi kalau bukan Liqwez? Laki-laki dengan kemampuan canggih itu sepertinya sudah selesai mengerjakan seluruh tugasnya, jadi hanya tinggal uncang kaki saja menikmati waktu luang.     

Ia berhenti tepat di tengah-tengah ruangan, membuat beberapa orang yang di kenali olehnya langsung saja menghampirinya sambil menyipitkan mata seolah-olah mempertegas penglihatannya kalau apa yang dilihat memanglah kenyataan.     

"Hana Xevon, welcome back honey!"     

Sambil membuka helm dari kepala lalu di letakkan di atas body depan motornya, ia melihat seorang laki-laki yang tampak melebarkan tangan seperti ingin memeluk dirinya sebagai sambutan. Hana menurunkan standar motor, lalu dirinya segera saja turun dari motornya.     

"Jangan modus, Jack." ucap Hana sambil menahan bahu laki-laki yang sudah bersiap untuk memeluk tubuhnya. Ia tidak terbiasa dipeluk oleh seseorang karena dirinya tidak pernah memiliki keinginan untuk di peluk.     

Sedangkan laki-laki yang di panggil Jack, kini sudah terkekeh kecil melihat tingkah Hana yang memang tidak pernah mau disentuh oleh siapapun.     

"Hanya kangen dengan pembunuh berkelas ini," ucap Jack sambil meraih tangan Hana untuk membimbing gadis itu melakukan 'tos' dengan saling menyatukan telapak tangan ke udara.     

Hana memutar kedua bola matanya, lalu mengedarkan beberapa orang yang meluncurkan seulas senyuman pada dirinya. "Kenapa? Kalian pada kangen dengan ku? Silahkan peluk tiang saja." ucapnya sambil terkekeh. Ia mengedarkan pandangan untuk mencari seseorang.     

"Ezzart sudah tertidur, Hana."     

Mendengar suara bariton itu, Hana langsung mengalihkan pandangannya pada seorang laki-laki bertubuh kekar dengan otot tubuh yang tercetak sempurna. "Werbton, darimana saja kamu?" tanyanya dengan senyum yang tercetak jelas di wajahnya, ia memukul ringan laki-laki yang sudah berdiri di hadapannya bernama Werbton itu.     

Banyak sekali teman laki-laki kriminal yang ia kenal, dan sudah sangat terasa seperti keluarga. Sayangnya, beberapa dari mereka ada yang memihak Sean. Jadi, bisa saja setelah ini ada peperangan kecil yang terjadi. Ah, masa bodo lah.     

"Sekarang, kamu yang kangen pada ku." ucap Werbton sambil mengerling jahil. Jangan lupakan alisnya yang naik turun itu, terlihat sangat menjengkelkan sekali di mata Hana.     

Tentu saja karena egonya yang tinggi, Hana tidak mempedulikan ucapan laki-laki tersebut dan langsung saja menoleh ke arah Jack. "Tolong modifikasi motor ku, sepertinya kecepatannya kurang mantap." ucapnya sambil menepuk pelan pundak Jack membuat laki-laki itu langsung saja menganggukkan kepalanya dan membawa motor miliknya ke bagian tempat kerja miliknya.     

Tanpa ingin membuang-buang waktu, Hana berpamitan pada mereka yang tadi menghampirinya. Ia langsung saja melangkahkan kakinya mendekat ke Liqwez yang masih belum tertarik dengan kehadiran seorang Hana.     

Dengan senyuman miring yang tercetak jelas di wajah cantiknya, Hana menghentikan langkah tepat di samping Liqwez yang dengan santainya itu memakan popcorn sambil menyaksikan sinema bergenre komedi.     

"Ekhem," dehem Hana dengan kecil sambil menatap Liqwez dengan mata yang memicing jelas.     

Mendengar deheman kecil tersebut, tentu saja Liqwez langsung mengalihkan pandangannya. Ia menatap sosok gadis yang sudah ditebak kedatangannya jauh beberapa jam yang lalu. "Eh Hana, mau minum?" tanyanya sambil menunjuk segelas red wine yang menemani acara menontonnya pada malam ini.     

Hana hanya mengangkat bahunya, lalu duduk di sofa bertepatan di samping Liqwez. "Kenapa tidak?" ucapnya sambil meraih segelas red wine tersebut dan langsung meneguknya sampai tersisa setengah. Perjalanan yang cukup jauh membuat dirinya merasa kehausan, dan beruntung laki-laki ini menawarkan dirinya minum.     

Melihat acara basa basi yang diluncurkan Liqwez untuk Hana, justru membuat dirinya mengumpat kasar dalam hati. Ia pikir gadis itu akan menolak tawarannya karena ya seperti yang sudah dapat di tebak, red wine tersebut sudah ia cicipi yang memiliki artian jika minuman beralkohol itu sudah bekas dirinya. Apa gadis pembunuh bayaran satu ini benar-benar gila?     

"Ngapain kesini?" tanya Liqwez berusaha untuk mencari topik obrolan lain daripada emosinya terbuang karena red wine miliknya di teguk tanpa rasa bersalah sama sekali oleh Hana.     

Hana menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa, lalu menoleh ke Liqwez yang sepertinya sudah tidak mengikuti jalan cerita film yang masih terlihat jelas berputar di layar televisi. "Hana ingin mengunjungi Ezzart, masalah?" tanyanya dengan wajah santai. Laki-laki seperti Liqwez yang sudah sangat jelas tidak menginginkan kehadirannya itu, tentu saja bukan tandingannya. Lagipula perihal suka atau tidak suka itu kan masing-masing orang. Ia tidak pernah memaksa ataupun berusaha sekuat tenaga supaya Liqwez menyukai dirinya.     

"Sebaiknya jauh-jauh deh dari diriku," ucap Liqwez sambil menggeser tubuhnya menjauhi Hana dan menciptakan jarak duduk yang cukup supaya dirinya tidak berhimpitan dengan gadis itu.     

Hana terkekeh kecil, "Mendekati dirimu? Memangnya kamu bisa memberi apa padaku kalau kita berpacaran?"     

Karena kepalanya yang sudah mulai mumet pada hari ini, Hana sepertinya ingin bermain-main sebentar dengan Liqwez. Jangan sampai laki-laki ini membunuhnya karena kesal.     

"Jangan percaya diri, memangnya siapa yang ingin menjadi kekasih mu." ucap Liqwez sambil memutar kedua bola matanya. Ia sudah cukup muak dengan kehadiran Hana. Entahlah apa alasan dirinya begitu membenci gadis ini, tapi yang ia tahu Hana sangatlah licik. Bisa jadi jika gadis ini memutar balikkan fakta dan membuat banyak orang berpihak padanya, selalu saja seperti itu.     

"Kembali dari kematian membuat diri ku lebih menjengkelkan." sambung Liqwez sambil menaruh popcorn yang berada di tangannya. Hilang sudah nafsu acara menontonnya pada malam ini karena kehadiran Hana.     

"Bilang saja kangen pada diri ku," ucap Hana sambil terkekeh kecil. Ia semakin suka menjahili orang lain hanya untuk hiburan semata.     

Mendengar hal itu, rasanya Liqwez ingin mual pada saat ini juga. "Bisa diam? Atau ku bunuh detik ini juga." ucapnya dengan sorot mata sangat tajam, bahkan nada bicaranya saja seolah-olah sudah menjerit meminta takdir supaya menyingkirkan Hana dari sampingnya ini.     

"Tidak takut, aku bahkan memiliki berbagai macam peralatan canggih yang bisa membunuh mu dengan cepat." ucap Hana dengan tenang sambil menaruh kedua tangannya yang di rentangkan pada sandaran sofa.     

"Lakukan saja, pasti nanti kamu membutuhkan bantuan ku, klasik." balas Liqwez dengan tawa meremehkan. Ia menatap Hana dengan kilatan ketidaksukaan yang sangat dalam. Mendengar semua cerita dari Sean mengenai gadis ini membuat rasa benci turut berkembang sampai menjadi dirinya merasakan hal ini.     

"Jangan sok tahu, aku hanya ingin bertemu dengan Ezzart, sekalian memodifikasi motor kesayangan." ucap Hana sambil memutar kedua bola matanya     

"Memangnya ada urusan apa? Bertanya-tanya tentang Sean?" tanya Liqwez, tak ayal ia juga penasaran. Karena yang ia tahu, Hana berkunjung hanya sedang butuh saja. Kalau tidak butuh, ya tidak akan berkunjung. Wajar saja, gadis itu memiliki kesibukan yang super duper tidak bisa dimiliki oleh orang lain.     

"Tentu saja tidak, bodoh. Untuk apa bertanya tentang adik sendiri ke orang lain." balas Hana.     

"Oh adik, ku kira kalian memiliki niat untuk saling membunuh."     

Sebuah smirk tercetak jelas di wajah Hana, menatap gadis itu dengan sorot mata seperti ingin membunuh saat ini juga. Tapi, ia sadar jika gadis ini memiliki 1001 pertahanan tubuh yang sangat tinggi. Jadi, tunggu takdir mempermainkan kehidupan gadis itu saja.     

Anggap saja karma.     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.