My Coldest CEO

Seratus dua puluh empat



Seratus dua puluh empat

0Sedangkan kini, di kediaman Allea Liagrelya...     

"DUH INI JAS KERJA AKU MANA YA?!"     

Bagus, berkat semalaman memikirkan tawaran Hana yang mungkin saja hanya terjadi satu kali seumur hidup membuat dirinya tidak bisa menutup matanya dengan tenang untuk masuk ke dalam mimpi. Jadinya, tadi malam ia tidak sempat bertanya pada Clarrie dimana gadis itu menyimpan jas formal miliknya. Dan kini, seorang maid yang dekat dengan dirinya itu sudah hilang pada pagi hari ini. Sudah dapat di pastikan jika gadis itu pergi olahraga lari santai di sekeliling komplek.     

Memang kebiasaan ceroboh itu sangat susah untuk di hilangkan dari tubuhnya.     

Dengan sangat terpaksa, ia langsung saja menyambar jas formal lain yang bewarna merah marun. Terlihat sangat aneh, beruntung perpaduan kemeja putih dengan rok berwarna hitam dan heels bewarna senada dengan rok itu membantu penampilannya kali ini. Ia menghembuskan napasnya, pagi yang sial.     

Jika seperti ini, ia seperti sudah kehilangan selera untuk berangkat ke kantor.     

"Bagaimana mungkin aku ke kantor memakai jas berwarna unik ini? Bisa-bisa menjadi pusat perhatian banyak orang karena pakaian ku." ucapnya sambil mengacak sedikit rambutnya. Jangan sampai kekesalan membuat area tubuh lainnya ikut berantakan. Jangan, ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.     

Dengan helaan napas kecil, ia langsung saja mengambil tas jinjing yang sudah berisi segala hal keperluannya. Mulai dari beberapa buah make up, ponsel, dan dompet yang berisi kartu-kartu penting juga uang lembaran untuk berjaga-jaga saja. Dan dengan segera, karena jam dinding telah menunjukkan pukul tepat 7 pagi ia langsung saja melesat keluar dari kamarnya.     

Ia menuruni setiap anak tangga yang kembali membawanya ke lantai dasar rumah. Melihat sekeliling, dan ya hanya ada satu dua orang maid bayaran lainnya yang sibuk mengerjakan segala pekerjaan rumah yang tidak pernah di pegang olehnya. Iya, selagi bisa menyewa tenaga orang lain, urusan kantornya tentu tidak akan tertunda ataupun terganggu akan hal itu.     

Dengan mengendarai mobil pemberian Hana atas pekerjaannya yang selalu memuaskan, ia segera masuk ke dalam mobil dan menduduki kursi pengemudi. Lalu dengan hembusan napas berusaha untuk memperbaiki suasana hatinya pada pagi ini, ia segera saja melajukan mobilnya membelah jalanan kota New York yang sudah lumayan renggang dari banyaknya kendaraan umum yang berlalu lalang untuk menuju ke tempat kerja mereka, sama seperti dirinya.     

Suasana pagi yang cerah tentu saja tidak dapat mendukung bagaimana takdir mempermainkan hari-harinya. Bisa saja baik, lebih baik, buruk, atau lebih buruk. Iya, memang tidak ada bisa yang mengatur jalannya takdir.     

Sekitar 15 menit kemudian, ia sudah sampai tepat di depan pintu masuk Luis Company. Dengan segera, ia langsung saja keluar dari dalam mobil dan membawa peralatan kerja yang di butuhkan. Melihat seorang doorman yang berdiri tegak, ia menghampirinya. "Hai, bisa kah aku meminta tolong untuk memarkirkan mobil ku di basement? Sebentar lagi jam masuk kerja, ini tip untuk mu." ucapnya sambil mengeluarkan beberapa lembar uang dari tas jinjing-nya bersamaan dengan kunci mobil yang sudah ia sodorkan ke hadapan sang doorman tersebut.     

Melihat wajah Allea yang sudah cukup kacau mengingat masih pagi hari membuat doorman tersebut langsung menganggukkan kepalanya sambil menerima kunci mobil serta beberapa uang yang berada di tangan gadis yang kini menunjukkan mata berbinar-binar. "Baiklah, Nona. Nanti akan ku kirim kembali kunci mobil mu ke ruang kerja." ucapnya sambil tersenyum sopan.     

"Baik, Allea Liagrelya. Sebagai staff yang satu ruangan dengan Roseline Damica." ucapnya.     

Sang doorman mengangguk, lalu meraih tangan Allea. "Maaf Nona sedikit tidak sopan, tapi uang ini milik Anda." ucapnya sambil mengulas senyuman yang tulus. Setelah itu, ia menghindari juluran tangan Allea yang memaksa dirinya untuk mengamankan uang tersebut.     

Allea yang melihat itu langsung memanjatkan puji syukur atas hadirnya orang baik pada pagi ini. Tapi hei, ia benar-benar serius untuk memberikan uang ini kepada laki-laki itu. Lagipula, memang pantas jika seseorang sudah membantu dirinya dan mendapatkan imbalan. Ia melihat doorman tersebut yang mulai masuk ke dalam mobilnya, dan langsung mengendarainya sampai hilang dari sorot pandang karena terhalang bangunan perusahaan.     

Karena tidak mau lagi membuang waktu, Allea segera berlari ke dalam Luis Company. Lalu melihat seorang resepsionis yang melambaikan tangan ke arahnya membentuk sebuah sapaan jika diartikan dari gerakannya. Lantas, ia langsung saja menampilkan senyuman hangat untuk membalasnya. Dan langkah demi langkah membawa dirinya masuk ke dalam lift bersamaan dengan beberapa orang karyawan lainnya yang justru sudah memegang beberapa dokumen sebagai berkas perusahaan. Ia sangat malu jika ketahuan telat dengan jas yang warnanya mencolok seperti ini.     

Tidak sih, tidak mencolok. Tapi... ah sial warnanya saja merah marun. Dan sebagai ciri khas Luis Company, para karyawan lebih identik memakai jas berwarna hitam daripada warna lainnya. Andai saja saat hari minggu ia tidak menyuruh Clarrie untuk mencuci semua jas kerja miliknya supaya terlihat seperti baru dan bahan licin karena di setrika oleh para maid yang di pekerjakan olehnya.     

Ting     

Lift terbuka, dan lantai tujuannya kini sudah terpampang jelas pada kedua bola matanya. Ia langsung saja mengatakan 'excuse me' pada orang-orang supaya memberikan dirinya jalan karena dirinya ingin keluar dari dalam sini.     

"Akhirnya sampai," gumamnya dengan napas lega saat melihat dengan jelas pintu ruang kerjanya bersama dengan Orlin. Ah pasti gadis itu sudah memiliki banyak kegiatan pagi, dan dirinya ketinggalan banyak pekerjaan. Setelah sudah sampai di depan pintu ruangannya, ia segera menempelkan jari telunjuknya guna laporan absen untuk hari ini. Memang di setiap ruangan telah tersedia alat untuk absensi canggih. Dan lagi-lagi, jangan di tanyakan ada berapa jumlah ruangan di Luis Company.     

Bagi karyawan yang kerjanya tidak memiliki ruangan khusus, tentu saja mereka juga diberikan akses absen yang canggih. Tapi, terletak di pintu belakang kantor --yang memang biasanya para pekerja yang jabatannya rendah melewati pintu belakang sebagai akses masuk--. Lagi dan lagi merasa di bedakan? Tidak. Bahkan pintu belakang Luis Company melewati taman segar yang sengaja di bangun dengan di tanami beberapa macam bunga yang mekar secara cantik. Pintu belakang perusahaan ini tidak membuat banyak orang berpikir 'pasti jalan masuknya mirip dengan gudang', tentu saja tidak.     

Dari segala bentuk aspek, Leo sangat memikirkan kenyamanan semua orang yang menginjakkan kaki di perusahaannya. Entah itu karyawan, ataupun tamu. Ia berusaha menanamkan pikiran sempurna untuk semua orang.     

Allea tersenyum lebar kala sudah berhasil absen lebih awal dari perkiraannya. Sambil mengelus dada merasa tidak perlu panik lagi, ia segera membuka pintu ruangan.     

Dan...     

"Loh? Kemana Orlin?" tanyanya sambil menutup kembali pintu ruang kerjanya. Ia menelusuri pandangannya kala melihat meja kerja milik teman satu ruangannya itu masih bersih dan tertata rapih. Bahkan jika di bandingkan dengan hadirnya Orlin, pasti meja kerja tersebut sudah berantakan dengan tumpukan dokumen yang tidak tertata rapih.     

Dengan bingung, Allea langsung saja berjalan ke arah meja kerja miliknya. Ia langsung menaruh tas jinjing ke atas meja, lalu mendaratkan bokongnya dengan sempurna.     

"Apa jam di rumah ku habis baterai?" gumamnya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia segera mengalihkan pandangannya ke arah jam dinding yang berada tepat di atas pintu masuk dan keluarnya dari ruangan ini. Lalu mencocokkan dengan jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.     

Tidak, jangan berpikiran lebih jika jam tangan miliknya memiliki kemampuan khusus. Bukan berarti ia bekerja dan mengabdi pada Hana, membuat dirinya boleh memakai dengan sembarang peralatan canggih tersebut. Bahkan, untuk memegangnya saja ia tidak diperbolehkan. Dan tentunya ia sangat taat pada segala ucapan yang gadis itu lontarkan dari mulutnya. Entah larangan jangan menyentuh benda penting, sampai hal terkecil sekalipun.     

"Pas kok, tapi kenapa belum sampai ya?"     

Dengan pikiran yang bertanya-tanya, Allea akhirnya membuka layar laptop yang memang selalu di tinggal di ruangannya. Ia menghidupkan laptopnya sambil mengambil beberapa berkas yang masih tersusun rapih sisah pekerjaannya pada hari sabtu. Dan ya, nanti pasti akan ada tumpukan dokumen baru lainnya yang harus ia segera kerjakan.     

Biasanya Orlin sangat awal datang ke kantor mengingat paginya tidak seindah pagi para sahabatnya yang di temani oleh sang kekasih. Sepertinya Xena sarapan bersama dengan Vrans, dan Erica yang sarapan bersama Sean. Sedangkan Orlin? menurut pengakuan gadis itu, kekasihnya tidak memiliki waktu untuk memulai sarapan bersamaan. Jadi, ini adalah asalan terkuat mengenai teman satu ruang kerjanya itu memilih untuk datang lebih awal.     

"Baiklah, mulai hari ini dengan perasaan yang--"     

"WOAHHH SELAMAT PAGI ALLEA!"     

Pekikan tersebut memotong gumaman seorang Allea yang baru saja bersiap untuk menari-nari kan jemarinya di atas keyboard laptop. Sosok Orlin dengan senyuman yang sangat manis tentu saja langsung terpampang jelas memasuki ruang kantor setelah kembali menutup pintunya.     

Allea mengangguk kepalanya, lalu membalas senyuman Orlin dengan sebuah senyuman juga yang tidak kalah manis. "Selamat pagi, Orlin. Tumben kamu terlambat?" tanyanya yang tidak bisa menutupi rasa penasarannya.     

Orlin segera mendaratkan bokongnya di kursi kerja, lalu menaruh barang bawaannya diatas meja. "Aku tadi habis sarapan bersama Tuan bos--"     

"Hah?! Apa Xena tau akan hal itu?" ucap Allea dengan bola mata yang terbelalak sempurna memotong ucapan Orlin yang belum sepenuhnya keluar dari mulut.     

Orlin menatap Allea dengan sebelah alis yang terangkat. "Makanya jangan di potong pembicaraan ku."     

Allea hanya tersenyum konyol, lalu berdiam diri untuk menyimak ucapan yang selanjutnya yang akan di lontarkan oleh Orlin.     

"Jadi, tadi malam aku menginap di rumah bos. Dan ternyata kita semua telat karena Xena yang sulit di bangunkan. Ya sudah deh kita sarapan bersama, dan beruntung sampai tepat waktu." jelas Orlin sambil membuka layar laptopnya yang sudah tergeletak rapih di atas meja.     

Sekarang, gantian Allea yang menaikkan sebelah alisnya. "Menginap di saat esok hari mulai bekerja?" tanyanya.     

Orlin menganggukkan kepalanya, membenarkan ucapan Allea. "Tentu, kita memiliki ritual khusus sebagai sahabat." celetuknya.     

Tunggu sebentar, seperti ada yang janggal.     

'Sebagai sahabat.'     

Berarti selama ini dirinya apa di kehidupan mereka? Iya, tentu saja ia adalah orang baru. Tapi apa sekejam itu untuk tidak mengajak dirinya bermain bersama kala di landa kebosanan. Dan tentunya Erica yang menolak keras ajakan pergi keluar pada siang hari bersamanya, tapi pada malam hari justru gadis itu menginap di rumah Xena dan menghabiskan waktu bersama dengan 'sahabat' nya.     

"Oh,"     

Tanpa Orlin sadari sedikitpun, senyuman miris tercetak jelas di kedua sudut mulut Allea. Gadis itu hanya memberikan tanggapan 'oh' tanpa embel-embel lainnya yang seperti bersimpati dengan cerita yang di lontarkan gadis yang berada di seberangnya ini.     

Entah kenapa, ia tiba-tiba merasa jika...     

Apa sebaiknya ia memilih untuk kembali bersama Hana dan membuang pertemanan yang terlihat seperti sampah dari sudut pandangnya ini? Ayolah, ia sudah berusaha untuk bersikap baik dan apa adanya. Tapi, apa hal itu tidak lah cukup?     

Kalau usahanya sia-sia, pasti secara tersirat takdir tidak mengizinkan dirinya untuk menginjak fase baru yang ia rasakan dalan hidupnya.     

Karena tidak di anggap keberadaannya, seketika membuat rasa terkesan lenyap seketika.     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.