My Coldest CEO

Seratus dua puluh delapan



Seratus dua puluh delapan

0Di sebuah gudang yang penuh dengan beberapa orang yang biasa beraksi pada pasar gelap...     

"Sialan!"     

Umpatan kasar itu berasal dari mulut seorang Sean yang memasukkan ponselnya ke saku celana. Ia bersumpah serapah untuk seorang gadis yang sangat tidak tahu etika karena sudah berani-beraninya mengajak Erica sebagai pion. Apa untuk membalas dendam terhadapnya? Kalau iya, lakukan tanpa banyak basa basi!     

Kenapa sampai seorang gadis yang tidak tahu apa-apa pun ikut terjebak di dalam permainannya?! Rasanya ia ingin melepaskan peluru tepat di kepala Hana dan merebut alat nerve repair yang entah di pasang pada tubuh bagian mana. Bahkan, alat itu terlihat kecil jika dirinya tidak fokus memusatkan pandangannya.     

Ia melihat D. Krack yang sedang asyik mengocok telur di mangkuk plastik. Sepertinya laki-laki itu kelaparan mengingat dari tengah malam sehabis menjalankan misi, mereka sama sekali tidak makan, bahkan tidur pun tidak.     

"Siapa yang suruh menelpon iblis," ucap D. Krack yang sudah tahu jalan pikir Sean. Pasti kini laki-laki itu sedang merasakan frustasi yang luar biasa karena dari pendengarannya tadi membawa-bawa sebutan 'gadis ku' yang meluncur dari mulut Sean. Oke, tidak perlu di tebak-tebak lagi sekiranya siapa sang gadis. Sudah pasti ya Erica Vresila.     

Tidak ada satupun gadis yang sebegitu di akui oleh Sean pada semua orang. Hanya Erica, dan gadis itu juga yang mampu mengendalikan segala kinerja otak Sean supaya berperilaku sedikit... berbeda daripada biasanya?     

Sean mengacak rambutnya dengan kasar, lalu meraih segelas air mineral dingin yang tadi disediakan oleh D. Krack untuk dirinya. Baik sekali, padahal ia tidak meminta sama sekali. Ya sebuah kebetulan saja ia membutuhkan sesuatu untuk menyegarkan kembali tenggorokannya. "Ya mana ku tahu?! Aku hanya ingin mengancam dirinya, tapi malah aku yang terancam!" serunya dengan nada kesal setelah berhasil meneguk cepat satu gelas besar air yang berada di tangannya sampai habis, lalu ditaruh kembali gelas tersebut ke meja.     

D. Krack yang melihat tingkah Sean pun hanya geleng-geleng kepala. "Lebih baik juga tidak perlu mencari tahu, ikuti saja alurnya." ucapnya sambil meraih merica bubuk dan menaburinya sedikit ke atas kocokan telur, setelah itu ia juga menambahkan garam. Sarapan pagi yang nikmat dengan telur goreng, itu saja sudah cukup karena biasanya ia tidak akan makan pagi karena terlalu malas saja sih, tidak ada teman yang dapat dijadikan untuk sekedar sarapan bersama. Tapi, berbeda lagi jika dirinya menginap di rumah Sean atau berkunjung ke markas teman-temannya seperti ini. Rasa nafsu makannya seolah-olah meningkat drastis.     

Sean menghembuskan napasnya, lalu beranjak dari duduk. "Buatin roti bakar dong," pintanya sambil melangkah menuju D. Krack yang kembali mengocok racikan telurnya yang habis di beri bumbu penyedap rasa supaya lebih sedap saat dinikmati.     

Perutnya berdemo meminta sarapan, tapi dirinya sangat malas untuk melakukan aktivitas pagi untuk membuat seporsi makanan.     

D. Krack yang mendengar hal itu membuatnya langsung menaikkan sebelah alisnya. "Berani bayar berapa menyuruh diri ku seperti ini?" tanyanya sambil menyunggingkan sebuah senyuman yang terlihat sangat menyebalkan itu.     

Astaga, bahkan Sean yang melihat senyuman tersebut rasanya ingin membuang wajah D. Krack supaya tidak terlihat menjijikkan seperti itu.     

"Ya sudah, lebih baik aku menembak saja di halaman belakang." ucap Sean sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.     

Lokasi markas yang sangat jauh dari jangkauan kota dan berada di dekat tebing jarang dalam membuat siapapun bebas melakukan apapun asal tidak terlalu menimbulkan kegaduhan. Dan tentunya, halaman belakang yang dimaksud oleh Sean itu adalah halaman belakang yang mengarah langsung ke jurang. Jadi, untuk menembak pun cukup tembaki saja tebing jurang sebagai media sasaran tembaknya.     

Sebelum melangkahkan kaki keluar dari pintu belakang untuk menuju ke halaman belakang, kakinya berbelok untuk berjalan masuk ke dalam sebuah ruangan yang terdapat deretan berbagai senjata dengan macam-macam model keren dan terkenal. Ada juga senjata yang kuno sampai sangat canggih sekalipun.     

AA-12 Amerika Serikat     

//Fyi; AA-12 adalah senapan gentel (shotgun) otomatis dengan magasin atau alat penyimpanan dan pengisian amunisi 32 putaran. Ini memungkinkan penggunanya untuk melakukan tembakan beruntun dengan 12 amunisi sekaligus. Fitur utama dari senjata ini adalah hentakan rendah yang memungkinkan seorang penembak pemula tak hanya salah sasaran, bahkan menimbulkan kekacauan.//     

Adalah pilihan senjata yang ia kini sudah raih dan berada di genggamannya. Ia tanpa banyak berpikir pun langsung saja membawa shotgun itu bersama dirinya. Ia melewati kembali tempat D. Krack yang tengah membolak-balikkan telur. "Jangan lupa sarapan ku," ucapnya yang tak ayal masih mengharapkan seporsi sarapan yang akan dibuatkan oleh laki-laki itu dengan berbaik hati untuk dirinya.     

Tanpa mendengarkan balasan yang dilontarkan D. Krack, seakan-akan menutup telinga Sean langsung saja melarikan diri keluar dari markas ini dari pintu belakang.     

Pemandangan indah dengan udara segar yang menampilkan beberapa pohon rindang yang menjulang tinggi seperti ingin menyentuh angkasa. Tebing curam tinggi pun langsung saja menyapa penglihatannya. Memang awalnya membuat bulu kuduk berdiri karena hawa menyeramkan yang dapat mengubah suasana atmosfer sekitar menjadi tegang, tapi menit selanjutnya Sean mengembalikan raut wajahnya.     

Dihirupnya udara segar pagi hari, "Ah..." lepasnya kala udara yang ia hirup tadi di keluarkan dari mulut. Ia menatap fokus ke titik sasarannya kali ini. Tebing yang terdapat pohon tumbuh dengan miring itu menjadi sasarannya.     

Bersiap mengambil ancang-ancang untuk memposisikan fokus ke arah tebing tersebut dengan mata yang diarahkan dengan baik itu langsung saja membuat sekelilingnya terasa sunyi saking fokus terhadap tebing tersebut.     

"Jadi, saksikanlah penembak jitu satu ini." gumam Sean sambil membasahi bibirnya, sempat mengering. Permukaan bibir dirinya terbentuk sempurna, menambah kadar sexy yang dapat membuat gadis manapun yang melihat dirinya pasti akan memekik tertahan karena tidak bisa membedakan dengan makhluk ciptaan Tuhan yang terpahat seperti layaknya malaikat dengan keindahan di dalamnya.     

Ah sayang sekali, penggambaran malaikat tersebut tidak pantas ditunjukkan untuk Sean. Lebih pantas sih sebaiknya di ibaratnya dengan malaikat berhati iblis, yang artiannya tidak hanya seorang perawakan malaikat saja yang bersarang di hatinya.     

Jadi, sifat manis dengan sifat jahatnya sama-sama memiliki perbandingan 50 : 50. Ketahuilah jika kini kedua jiwa itu sedang berdamai.     

DOR     

DOR     

DOR     

Sean menatap hasil tembakannya dengan puas, bahkan senyuman miring khas kejahatannya sudah tercetak jelas di wajah. Ia seolah-olah membayangkan tikus nakal yang memakan gaji buta tewas di tangannya. Sudah ia bilang, ia tidak akan pernah membunuh seseorang yang tidak memiliki kesalahan.     

Pasti antara kolega besar tukang korupsi, ataupun melakukan hal lainnya yang menyimpang, bersiap saja untuk didatangi olehnya dengan perawalan simbol tengkorak dengan pedang menyilang serta mawar hitam sebagai kabar kesialan.     

Jika tidak ingin tewas dengan tragis, kuncinya jangan merugikan orang lain.     

"Ini sarapan mu,"     

Tiba-tiba saja suara bariton D. Krack langsung menyapa masuk ke dalam indra pendengarnya. Ia langsung menolehkan kepada dengan shotgun yang masih berada di genggaman tangan kanannya dengan erat.     

Ia menaikkan sebelah alisnya merasa tidak percaya dengan kehadiran laki-laki itu yang membawakan dua piring di masing-masing tangannya. Yang satu berisikan telur dadar yang entah memakai berapa butir, dan satu lagi roti bakar pesanan dirinya.     

Di halaman belakang ini tentu saja ada tempat untuk duduk beserta meja yang biasa di gunakan saat bersantai. Hal itu membuat Sean menghampiri D. Krack dan ikut duduk di kursi seberang yang telah di duduki oleh laki-laki itu. "Harus berterimakasih atau kebingungan karena kamu telah menuruti permintaan ku?" tanyanya sambil menaruh senapan yang berada di tangannya untuk di sandarkan kebangunan markas. Ia tidak ingin meletakkannya di atas meja makan karena dapat mengganggu acara sarapannya.     

Dengan sorot mata yang seolah-olah 'apa masalahnya dengan ini?', D. Krack tidak memperdulikan pertanyaan Sean yang selalu mencurigai dirinya. Toh entah kenapa hati nuraninya menyuruh untuk menuruti permintaan laki-laki yang kini tengah memisahkan dua tumpukan roti untuk melihat isiannya     

"Coklat? Euhm, sangat menggugah selera." ucap Sean dengan semangat. Ia kembali menumpuk roti tersebut, lalu melahapnya dengan nikmat.     

Mereka sama-sama menikmati sarapan,     

"Minimnya lupa,"     

Suara bariton satu lagi menginterupsi suasana, membuat Sean dan D. Krack secara bersamaan menoleh ke arah laki-laki yang sudah memegang dua buah gelas yang berisikan segelas susu dingin di tangannya.     

"Yo, thanks bro." ucap D. Krack setelah laki-laki itu menaruh kedua gelas di tangannya ke atas meja yang menjadi destinasi untuk melakukan acara sarapan pada pagi ini.     

Laki-laki tersebut hanya menganggukkan kepala, lalu berpamitan untuk kembali masuk ke dalam markas. Katanya masih ada satu senapan yang harus di kemas untuk dijual ke pasar gelap.     

Mereka kembali menikmati menu sarapan sederhana, lalu setelah selesai juga sama-sama meminum susu yang tadi dibawakan salah satu kenalan mereka itu.     

"Sarapan yang cukup mengganjal perut," gumam Sean sambil menjilat sudut bibirnya yang masih terdapat bekas tepian gelas susu, tercetak jelas di sana menambahkan kegemasan laki-laki itu.     

D. Krack berdehem kecil, lalu memusatkan perhatiannya pada Sean. "Bagaimana rencana selanjutnya? Erica sudah menjadi target ke dua. Jangan sampai ada target selanjutnya lagi." ucapnya dengan menunjukkan wajah yang berada di dalam mode serius. Nada bicaranya pun terdengar sangat tegas, tidak ada nada yang menunjukkan jika pada detik selanjutnya ia akan menunjukkan candaan receh.     

Sean pun yang tadinya sudah menghilangkan perasaan itu dengan menembaki tepian jurang kembali merasa cemas. Memangnya siapa yang tidak khawatir saat seseorang yang disayangi berada dalam mode bahaya? Sifat laki-laki yang jantan pasti akan melindungi gadisnya bagaimana pun caranya. "Setelah ini, kita harus kembali ke rumah ku." ucapnya dengan nada yang tak kalah serius dengan D. Krack. Sudah beberapa jam ia meninggalkan Erica sendiri, untung saja gadisnya tadi malam menginap bersamaan sahabatnya di rumah seorang Vrans yang memiliki tingkat keamanan tinggi dengan beberapa bodyguard pada setiap sudut luar rumahnya.     

D. Krack menganggukkan kepalanya, setuju dengan apa yang di ucapkan oleh Sean barusan. "Kalau begini, kita ikuti saja permainannya."     

"Dan membiarkan Hana untuk lebih mudah mencari tahu segala tentang gadis ku? Tentu saja tidak." protes Sean sambil menggelengkan kepalanya, pertanda tidak setuju dengan taktik yang di sarankan oleh D. Krack padanya.     

Sedangkan laki-laki yang berada di seberangnya ini tengah berpikir untuk memutar otak, seberapa jauh lebih pentingnya sebuah strategi di saat yang sudah seperti ini. "Kalau begitu..."     

D. Krack mendekatkan kepalanya, mengikis jarak supaya apa yang ia katakan terdengar samar.     

"Apa? sama saja!" seru Sean merasa tidak setuju untuk yang kedua kalinya dengan ucapan laki-laki itu. Rencana konyol yang malah melibatkan Allea justru tidak akan ada habisnya!     

"Kalau begitu, ya terserah saja sih. Ku bilang cukup ikuti permainan saja kamu tidak setuju." ucap D. Krack yang mengambil rencana sederhana untuk ini semua. Lagipula kenapa harus mengeluarkan banyak tenaga untuk memikirkan rencana yang nantinya pasti akan melenceng karena ada saja perubahan yang Hana lakukan.     

Sean menghembuskan napas dengan gusar. "Kalau gadis ku menjadi taruhannya?" tanyanya sambil menatap D. Krack seperti ingin protes.     

"Tidak mungkin, target utamanya adalah Xena. Jadi, bisa saja Erica hanya pancingan untukmu." balas D. Krack sambil menunjukkan sorot mata kalau dirinya kini tengah bersungguh-sungguh untuk menjamin keselamatan Erica.     

Bagus, Sean tidak berpikir sampai kesana.     

Benar dengan apa yang di ucapkan oleh D. Krack, ia menampilkan smirk lalu mengusapkan telapak tangannya yang satu dengan yang lainnya secara bersamaan. "Kalau begitu, aku setuju."     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.