My Coldest CEO

Seratus tiga puluh dua



Seratus tiga puluh dua

0"SIAPA YANG MAU IKUT KE TOKO BUNGA?!"     

Tepat di pinggir jalan, Xena berteriak seperti itu sambil mengangkat tangan kanannya dengan jari telunjuk yang mengarah ke atas udara. Ia seperti layaknya mengadakan voting untuk siapa saja yang menyetujui ucapannya barusan.     

Orlin dan Allea menatap satu sama lain, ia seperti menimang-nimang tawaran Xena yang terdengar konyol. Setelah selesai makan siang, sahabatnya yang satu ini mengajak mereka untuk segera kembali ke perusahaan. Tapi, saat ini kedua bola mata Xena menangkap sebuah toko bunga yang berada di pinggir jalan.     

Orlin yang lebih dulu menggelengkan kepalanya, merasa tidak setuju dengan ucapan Xena. Lagipula, untuk apa membeli bunga di siang hari seperti ini? Sangat tidak bermanfaat sekali. Ingin memberikan bunga untuk sang kekasih? Apa tidak layu jika si simpan untuk malam nanti saat dirinya bertemu dengan Niel?     

"Kalau aku, sepertinya tidak ikut." ucapnya sambil menampilkan sorot mata yang seolah-olah mengatakan 'maaf' secara tersirat. Ia sebenarnya tidak enak menolak permintaan Xena, tapi ia merasa jika sahabatnya yang satu itu selalu menginginkan sesuatu secara tiba-tiba.     

Xena menekuk senyumnya, lalu menurunkan tangannya yang tadi terangkat si udara itu. "Ish, masa gitu sih. Memangnya Niel tidak suka bunga?" tanyanya yang masih memiliki harapan supaya sahabatnya itu ikut membeli bunga bersama dirinya. Karena entah kenapa melihat setiap kelopak bunga yang sangat indah dengan berbagai warna itu membuat dirinya merasa ingin memiliki salah satu atau setidaknya 5 jenis bunga yang ada disana. Untuk menghias meja kerjanya di dalam ruangan milik Vrans yang terlihat terlalu monoton. Bahkan ruangan kekasihnya itu sama seperti watak Vrans, datar dan dingin.     

Untuk itu, ia memiliki ide yang datang secara tiba-tiba seperti ini. Akhirnya ia dapat menghidupkan suasana baru di dalam ruang kerja milik Vrans, dan ia tidak ingin menundanya lagi kerena bisa saja rasa lupa menghampiri ingatannya.     

"Terbalik, Xena. Biasanya Niel yang memberikan bunga untuk ku, bukan sebaliknya." ucap Orlin sambil terkekeh kecil. Ia membayangkan bagaimana ekspresi Niel ketika dirinya menghadiahkan sebuket bunga untuk laki-laki itu. Sudah dapat di pastikan kekasihnya akan menolaknya tanpa diberi aba-aba. Ya mana ada sejarahnya seorang laki-laki suka diberi bunga, iya kan? Terlihat sedikit aneh karena seorang laki-laki lebih dominan menggunakan dan menyukai hal-hal yang berbau maskulin.     

Xena menganggukkan kepalanya, membenarkan ucapan Orlin yang menurutnya sangat masuk akal. "Iya juga ya," ucapnya sambil menggaruk pipinya yamg tidak gatal merasa bodoh dengan ucapan yang tadi ia lontarkan pada sahabatnya itu. Daru Orlin, kini ia beralih menatap Allea yang entah kenapa tengah sibuk menutupi indra penciumannya. "Bagaimana kalau kamu, Allea?" sambungnya, ganti bertanya dengan gadis yang berada di samping Orlin itu.     

Allea langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tidak perlu berpikir panjang untuk mengiyakan atau menolaknya. Ia benar-benar tanpa pikir panjang langsung saja tidak setuju dengan ucapan Xena. "Aku tidak bisa, alergi dengan serbuk bunga. Nanti hidung dan kedua mata ku akan memerah, gatal sekali." ucapnya.     

Pernah sekali waktu itu Allea karena terlalu bersemangat saat Hana mengadakan pesta malam untuk merayakan kemenangan karena sudah membunuh kolega dengan jabatan yang sangat besar. Memiliki tanah berhektar-hektar dan tentunya banyak sekali memiliki saham di perusahaan-perusahaan terkenal. Saat itu, ia langsung memeluk tubuh Hana yang ternyata juga sedang memeluk bunga Daisy. Dan ya, karena pelukannya yang mendadak membuat tubuhnya menghimpit bunga tersebut dan ya... serbuk sarinya langsung masuk tepat di dalam indra penciumannya. Karena hal itu, hampir seminggu alerginya tak kunjung reda, bahkan dirinya sampai terkena demam.     

//Fyi; Masih tergolong keluarga bunga aster, bunga daisy mungkin terlihat cantik dan tidak berbahaya, tapi bunga daisy merupakan salah satu bunga penghasil serbuk sari terbanyak pada keluarga aster. Meskipun serbuk sari pada bunga daisy tidak diserbukkan oleh angin, tapi, untuk kamu si penderita alergi serbuk sari, tetap harus menghindari bunga ini.//     

Xena menganggukkan kepalanya dengan rasa pengertian yang cukup besar. Memangnya siapa yang tidak perhatian bila ada seseorang yang memiliki alergi pada bunga? Apalagi jika orang itu memiliki penciuman yang sensitif terhadap serbuk bunga. Hal itu terasa sangat menyiksa si penderita, bahkan yang paling parah bisa menimbulkan bersin berkepanjangan, rasa sesak, dan gangguan tidur juga menjadi kondisi buruk akibatnya.     

"Kalau begitu, kalian berdua pergi ke mobil duluan. Sepuluh menit lagi aku menyusul." ucapnya sambil memberikan kunci mobil yang sedari tadi berada di genggaman tangannya ke arah Orlin.     

Sedangkan sahabatnya itu, sudah menganggukkan kepalanya sambil menyambar kunci mobil yang di julurkan olehnya.     

"Kita duluan ya, hati-hati." ucap Orlin sambil melambaikan tangannya. Lalu ia menoleh ke arah Allea yang masih sibuk menutupi hidungnya. Memang toko bunga tersebut kini berada tidak jauh di seberang jalan sana.     

Xena menganggukkan kepalanya, "Siap! Tunggu aku ya jangan di tinggal," ucapnya sambil menyunggingkan sebuah senyuman yang sangat manis. Setelah mendapatkan anggukan kepala dari Orlin dan juga Allea, ia langsung saja pergi ke jalanan yang terdapat zebra cross untuk menyebrangi jalan.     

Begitu kedua bola matanya melihat lampu jalan yang sudah berubah menjadi merah dan hijau untuk para pejalan kaki, ia langsung saja menyeberang jalan untuk menghampiri toko bunga tersebut. Astaga, ia tidak sabar untuk memilih beragam bunga ini.     

Ting     

Lonceng toko berbunyi ketika dirinya sudah berhasil masuk ke dalamnya. Mengedarkan pandangan sampai seorang wanita berjalan ke arahnya. Sudah dapat di pastikan jika wanita itu adalah pelayan di toko ini.     

"Selamat siang, Nona Xena. Sebuah kehormatan untuk anda menginjakkan kaki di toko kami." ucap sang pelayan dengan nada yang sangat sopan. Jangan lupakan senyuman ramah itu yang membuat Xena langsung ingin memberikan sepuluh bintang rating untung toko ini. Pelayanan yang mengesankan adalah kunci utama untuk membuat para pelanggan berpikir ingin kembali ke toko ini lagi nantinya.     

Xena terkekeh kecil saat mendengar apa yang diucapkan wanita tersebut, lalu menatap sang pelayan dengan senyuman yang sangat manis. "Jangan terlalu baku, biasa saja kak." ucapnya.     

Ia melirik ke arah name tag yang berada di bagian dada sebelah kanan wanita tersebut. Alexis Venushia. Nama yang bagus sekali, bahkan jarang ada orang yang memiliki nama tersebut.     

"Nona mau pe--"     

"Panggil saja Xena," ucap Xena memotong ucapan Alexis untuk membenarkan panggilan terhadap dirinya. Ayolah, ia tidak terbiasa diperlakukan layaknya seorang ratu seperti ini.     

Alexis tersenyum kecil, walaupun merasa canggung karena di pinta untuk memanggil seorang pembeli yang memiliki marga besar ini, tapi tak ayal juga ia melakukan apa yang telah di pinta. "Baiklah, Xena. Nama ku Alexis, ada yang bisa ku bantu untuk melayani diri mu?" ucapnya yang berusaha menghalau nada gugup.     

Sena terkekeh kecil, lalu mulai menyapu pandangan pada beberapa vase bunga dari ukuran besar sampai kecil yang berisi bunga-bunga segar. "Bisa kita berkeliling?" tanyanya yang tak ayal ingin melihat-lihat bunga yang berada di toko ini. Lokasi yang strategis sebenarnya membuat toko ini selalu memiliki pengunjung, dan sepertinya hanya dirinya yang diperlakukan dengan spesial. Itu sebuah poin plus membuat dirinya jika ingin bertanya tidak perlu repot-repot memanggil sang pelayan.     

Alexis menganggukkan kepalanya, "Tentu saja, mari ku temani." ucapnya sambil menyilangkan Xena untuk jalan duluan. Ia hanya menjadi pemandu yang berjalan di belakang yamg tamu.     

Xena mulai mengedarkan pandangannya kembali, dari bunga satu ke bunga yang lainnya. "Kira-kira, bunga apa yang paling cocok untuk di taruh pada ruang kerja?" tanyanya sambil membalikkan badan, menatap Alexis yang menyatukan kedua tangannya di depan perut. Ia bertindak sangat sopan dan profesional.     

Alexis tampak berpikir sejenak, dan mencari letak bunga yang sekiranya bisa di taruh di ruang kerja. "Sebaiknya kamu membeli bunga Garbera Daisy." ucapnya sambil menunjuk pot yang berisi 6 bunga Garbera Daisy yang sudah di letakkan dengan apik.     

//Fyi; Garbera Daisy memiliki kecantikan yang berwarna-warni cocok buat kamu yang tidak betah di kantor berlama-lama. Perawatnya mudah, cukup potong bagian batangnya lalu celupkan ke dalam vas berisi air. Namun, bunga ini perlu sinar matahari langsung secara berkala.//     

Xena menganggukkan kepalanya, lalu meneliti bunga yang di maksud boleh Alexis. "Aku mau ambil itu deh, satu saja." ucapnya sambil menyetujui apa yang si sarankan oleh sang pelayan yang lebih paham dan mengetahui apa yang cocok dan tidak cocok.     

Alexis menganggukkan kepalanya, lalu mengeluarkan paper note beserta bolpoin untuk mencatat pesanan Xena. "Ada lagi?" tanyanya dengan senyuman yang masih menghiasi wajahnya yang belum terlihat kerutan sama sekali.     

"Aku ingin bunga batangan sih, untuk di letakkan ke dalam vase." ucap Xena sambil memegang dagunya dengan bingung. Ia menimang-nimang, sekiranya bunga model apa yang akan menjadi pilihan selanjutnya. Baiklah Xena, ini sudah lebih dari sepuluh menit.     

Alexis menjentikkan jemarinya, "Kalau begitu, kamu bisa memilih bunga plastik saja. Tidak akan layu dan indah di pandang, kalau mau harum, tambahkan saja pewangi ruangan beraroma bunga di dalamnya." ucapnya sambil terkekeh kecil. Ia hanya menyesuaikan dengan keinginan Xena. Bunga segar di dalam ruangan pasti hanya bertahan 3 hari saja dengan air tambahan di dalam vase bunga. Daripada gadis itu berbolak-balik membeli bunga untuk di ganti dengan bunga baru, lebih baik membeli bunga palsu saja. Iya kan?     

Memang terdengar konyol, namun itu bukanlah ide yang buruk. Dan menurut Xena, saran dari Alexis ini sangatlah unik.     

"Aku ambil itu, berikan bunga palsu yang terbaik." ucap Xena sambil menampilkan senyuman di wajah manisnya.     

"Baik, Xena. Nanti akan driver kita kirimkan langsung ke Luis Company. Nanti sore sebelum jam pulang kerja sudah sampai disana."     

Xena menganggukkan kepalanya, lalu mengikuti langkah Alexis yang membawanya ke pintu utama. "Untuk proses pembayarannya, setelah barang datang, kamu bisa langsung mentransfernya. Terimakasih banyak sudah mengunjungi toko kami." ucapnya dengan sopan.     

Xena menganggukkan kepalanya, lalu berterimakasih kembali dan berjalan keluar toko bunga. Baru saja ia ingin berjalan kembali ke arah zebra cross untuk menyebrang, seseorang menepuk pundaknya.     

"Can we start the game?"     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.