My Coldest CEO

Seratus tiga puluh empat



Seratus tiga puluh empat

0Baiklah, apa kalian penasaran dengan laki-laki yang berpapasan dengan Xena di jalan saat gadis ini tengah memiliki keinginan untuk menyeberang jalan? Disini aku langsung memulai jalan ceritanya.     

Let's get the story, enjoy!     

//     

Xena menganggukkan kepalanya, lalu mengikuti langkah Alexis yang membawanya ke pintu utama. "Untuk proses pembayarannya, setelah barang datang, kamu bisa langsung mentransfernya. Terimakasih banyak sudah mengunjungi toko kami." ucapnya dengan sopan, tidak lupa juga ia memberikan sebuah senyuman yang teramat manis untuk gadis yang menjadi sorot di kota New York karena dekat dan menyandang status sebagai tunangan dari seorang Vrans Moreo Luis.     

Xena menganggukkan kepalanya, lalu menyunggingkan senyum yang tidak kalah manis dengan milik Alexis. "Terimakasih, Alexis. Pelayanan mu sangat baik, akan ku berikan bintang 5 untuk mu di aplikasi nanti dan memberikan ulasan tentang seberapa puasnya aku di sini." ucapnya sambil menatap wanita yang berada di hadapannya dengan tatapan yang hangat.     

Sebenarnya, toko ini harus mendapatkan bintang yang lebih banyak daripada 5 bintang saja. Menurutnya, hal itu sebanding dengan apa yang dilakukan para karyawannya. Pelanggan puas, pasti akan mendatangkan pelanggan lainnya kesini.     

Dengan senyuman yang mengembang karena mendengar ucapan Xena, Alexis langsung saja menampilkan senyum yang kian melebar. "Benarkah, Nona? Astaga aku sangat berterimakasih dengan kebaikan mu." ucapnya.     

Xena terkekeh kecil, "Jangan berlebihan, Alexis." ucapnya sambil menghembuskan napasnya sejenak, lalu mengitari pandangannya ke sekeliling. Tidak banyak orang yang berlalu-lalang mengingat ini masih jam kantor dan hanya ada beberapa perusahaan saja yang membolehkan karyawannya makan siang di luar. "Kalau begitu, aku pamit dulu ya." sambungnya sambil menepuk pelan pundak milik Alexis.     

"Baik, Nona. Hati-hati di jalan ya," ucap Alexis sambil sedikit membungkukkan tubuhnya.     

Setelah menganggukkan kepalanya atas ucapan hati-hati yang dilontarkan oleh Alexis untuk dirinya, ia segera berjalan keluar toko bunga. Baru saja ia ingin melangkahkan kakinya kembali ke arah zebra cross untuk menyebrang --karena lalu lintas masih memberikan lampu hijau yang berarti kendaraan masih berjalan lancar--, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya.     

"Can we start the game?" tanyanya.     

(*Bisa kita mulai permainannya?)     

Xena langsung saja memutar tubuhnya, lalu melihat seorang laki-laki dengan pakaian yang seperti... berandal?     

Tentu saja hal itu membuat dirinya langsung saja mengedarkan pandangannya. Tidak ada yang menolehkan kepala sedikitpun ke arah mereka, apa orang-orang itu tidak sadar jika dirinya tengah di dekatkan oleh laki-laki yang tidak di kenal ini?     

Dengan keberanian yang mulai terkumpul, Xena mengulas sebuah senyuman yang sangat sopan. Ia kebingungan pasalnya ini adalah kali pertama dirinya jalan sendiri di jalan kota New York. Tanpa Vrans, dan tentu para sahabatnya.     

"Sorry, Sir. I don't know who you are." ucap Xena dengan nada kebingungan. Pasalnya, ia memang tidak terlalu banyak kenal dengan orang lain, apalagi laki-laki.     

(*Maaf, Tuan. Aku tidak tahu siapa kamu.)     

Laki-laki tersebut tampak menyunggingkan sebuah smirk di wajahnya, terlihat sangat menyeramkan. "You don't know me, but I know who you are." gumamnya sambil membenarkan letak kacamata yang bertengger di hidungnya. Ia menatap Xena dari atas sampai bawah, begitu seterusnya.     

(*Anda tidak mengenal aku, tetapi saya tahu siapa kamu.)     

Xena semakin dibuat bingung dengan keadaan, apa ini adalah salah satu fans yang dimilikinya? Ah iya, pasti penggemar rahasia yang baru menunjukkan diri di hadapannya. Bagus, ia memiliki satu penggemar yang sampai menemui dirinya seperti ini.     

Pikiran yang selalu positif memang selalu bersarang pada kinerja otak Xena.     

"You are my secret admirer, right?"     

(*Kamu adalah penggemar rahasia ku, benar?)     

Laki-laki tersebut tampak terkekeh kecil, kalau targetnya sangat mudah dibohongi seperti ini, bukankah hari ini kemenangan akan berpihak padanya?     

Dengan anggukan kepala, ia mulai menjulurkan tangannya ke hadapan Xena untuk berjabat tangan. Kini, di tangannya terdapat sebuah alat untuk mengejutkan syaraf yang dapat membuat orang pingsan dalam beberapa menit saja. "Yes, true. My name is Crish Brenddon, you can call me Crish." ucapnya sebagai salam perkenalan.     

(*Iya, benar. Nama ku Chris Brenddon, kamu bisa memanggil ku Chris.)     

Xena menyipitkan kedua matanya dengan intens, lalu menggelengkan kepala pertanda ia menolak juluran tangan yang Chris lakukan. "Not. Vrans says I shouldn't shake hands with strangers." ucapnya dengan senyuman, ia berharap supaya Chris mengerti dengan pintanya yang satu ini.     

(*Tidak. Vrans bilang aku seharusnya tidak berjabat tangan dengan orang asing.)     

Dengan senyuman yang dipaksakan, Chris menarik tangannya kembali dengan umpatan kasar yang sudah memenuhi relung hatinya. Sial, kenapa sulit sekali untuk menemukan celah supaya ia dapat mengalihkan kinerja otak gadis ini?     

Kalau begini, ia harus menjalankan rencana B.     

Hembusan napas ringan keluar dari mulutnya, "Then, may I take a photo with you?" tanyanya dengan raut wajah yang hangat. Padahal, di dalam hatinya ia sudah ingin bertindak to the points. Membius Xena dengan suntikan kecil yang berada di dalam saku jaketnya, lalu membawa gadis itu seolah-olah sedang pingsan di mata publik.     

(*Kalau begitu, bolehkah aku berfoto denganmu?)     

Xena yang merasa jika Chris benar-benar adalah penggemar rahasia miliknya. Hal itu adalah sebuah kesenangan tersendiri karena ada satu orang selama di hidupnya mengatakan ini. "Of course, ask someone else to take our picture." ucapnya sambil melihat beberapa orang yang berlalu-lalang dengan santai, seperti tidak terlalu sibuk dengan urusannya di menit kemudian.     

(*Tentu saja, minta orang lain untuk mengambil foto kita.)     

Chris menggelengkan kepalanya, itu bukan yang ia inginkan. Kalau seperti itu, selesai sudah pertemuannya dengan Xena. Iya kan? Lagipula ia belum sempat 'mengobrol' lebih santai daripada saat ini. "Not here, let's go to the park. There is a better view." ucapnya sambil menampilkan sebuah senyuman supaya rasa percaya timbul di dalam benak gadis yang kini alisnya bertaut menjadi satu, memberi tahu dirinya jika dia sedang menimang-nimang dengan apa yang diucapkan.     

(*Jangan di sini, ayo pergi ke taman. Ada pemandangan yang lebih baik.)     

"Park? Where is it? I have to go back to the office before lunch is over." tanyanya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ingin menolak pun ia tidak bisa, karena tidak dapat dipungkiri juga jika dirinya sangat menyukai pemandangan menyejukkan mata di taman yang terdapat banyak pepohonan serta tanaman bunga lainnya.     

(*Taman? Dimana itu? Aku harus kembali ke kantor sebelum makan siang selesai.)     

Chris tampak melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada yang melihat ke arah mereka. "Want to come with me for a moment?" tanyanya sambil menaikkan sebelah alisnya, ia seolah-olah menunggu jawaban 'iya' untuk lebih meyakinkan gadis yang sudah melirik ke arah zebra cross. Sepertinya ingin menyeberang, tapi karena kehadirannya jadi tertunda.     

(*Mau ikut dengan ku sebentar?)     

Dalam hembusan napas yang begitu ringan, rasa tidak enak menolak permintaan orang lain selalu saja menjadi kelemahannya. Ia langsung menganggukkan kepalanya, dan ya dia menyetujui permintaan Chris. Jangan sampai Vrans tahu jika dirinya menuruti ucapan orang asing yang baru dikenal dalam beberapa menit saja. "All right, promise just a moment." ucapnya sambil menyipitkan matanya ke arah Chris.     

(*Baiklah, berjanjilah sebentar.)     

Dengan kepala yang mengangguk singkat, Chris langsung saja memberikan aba-aba tangan supaya Xena mengikuti dirinya. "Come on, follow me."     

Tanpa ingin banyak bertanya, Xena mengikuti setiap langsung Chris yang membawanya masuk ke dalam gang kecil antara toko bunga dengan toko di sebelahnya. Ia tidak tahu jalanan ini, dan ia sangat berharap jika ada taman yang memang seindah apa yang dibicarakan laki-laki itu padanya.     

"Are you from the United States, like me?" Tanyanya hanya ingin membangkitkan suasana. Ternyata, ia sangat tidak bisa menahan kesunyian yang mulai menyapa di atmosfer sekitarnya dengan Chris.     

(*Apakah kamu dari Amerika Serikat, seperti ku?"     

Tanpa berniat menolehkan kepalanya ke belakang, terlihat Chris yang menggelengkan kepalanya. "No, I'm from England." ucapnya sambil melangkahkan kaki membawa gadis yang berada di belakangnya untuk menyusuri gang, menuju cahaya di ujung.     

(*Tidak, aku dari Inggris.)     

Xena membulatkan kecil mulutnya, ia berjalan dengan sangat hati-hati karena melihat adanya kotak besar besi yang menjadi tempat sampah. Ia juga melihat ada tikus yang berlalu-lalang, entah di mulutnya sedang membawa apa. "And what are you here for? Any family? Friend? Or anything else?" tanyanya dengan beberapa pertanyaan beruntun yang masih memiliki satu tujuan.     

(*Dan untuk apa kamu di sini? Ada keluarga? Teman? atau hal lainnya?)     

Chris yang merasa Xena adalah gadis yang bawel pun hanya bisa memutar kedua bola matanya. Bagaimana bisa gadis itu langsung sok akrab dengan dirinya yang bernotabene baru saja masuk ke dalam hidup dia?     

"Don't ask too many questions, Xena. I'm only your secret admirer, not your source." ucap Chris dengan jengkel. Ia langsung saja menghentikan langkah kakinya begitu jalanan gang sudah habis dan langsung memperlihatkan sebuah taman.     

(*Jangan terlalu banyak bertanya, Xena. Aku hanya penggemar rahasia mu, bukan sumber mu.)     

Xena pun terkekeh kecil, lalu dengan segera melangkahkan kakinya untuk mendekat ke arah Chris yang sudah menatap takjub ke arah taman. Begitu melihat apa yang tersuguh apik di hadapannya, ia langsung saja membinarkan kedua bola matanya. "SO PRETTY! LET'S TAKE A PHOTO!"     

(*Sangat cantik! Ayo kita mengambil foto!)     

Chris mengernyitkan dahinya ketika pekikan nyaring itu mulai menyapa indra pendengarannya dengan sangat tidak sopan. "Calm down, Xena. You killed my hearing." ucapnya sambil menepuk-nepuk telinganya yang mulai berdengung.     

(*Tenang, Xena. Kamu membunuh pendengaran ku.)     

Xena pun hanya terkekeh kecil, ia memang sudah biasa berteriak di sembarang tempat seperti ini. Maupun di keramaian sedikit pun, ia sama sekali tidak malu dengan tingkah konyolnya. "Sorry, I'm so excited." gumamnya.     

(*Maaf, aku sangat bersemangat.)     

Chris tersenyum miring, "So, let's start the game." ucapnya sambil mendekatkan diri ke arah Xena.     

(*Jadi, ayo kita mulai permainannya.)     

Xena menaikkan sebelah alisnya. Permainan? Permainan apa? Yang ia tahu hanya ingin berfoto dengan latar belakang taman yang sangat indah.     

Astaga, gadis ini benar-benar sangat lugu...     

Belum sempat dirinya melayangkan kalimat protes, Chris sudah meraih tangannya. Laki-laki itu mulai menyatukan tangannya dengan miliknya, membentuk sebuah genggaman. Dan pada saat itu juga, terjadi reaksi kejut pada tubuhnya.     

Pada detik selanjutnya...     

"I caught you, innocent girl." ucap Chris sambil menahan bobot tubuh Xena yang sama sekali tidal berat, gadis itu pingsan.     

Bersamaan dengan itu, sebuah mobil sport hitam mendekati dirinya, dengan kaca mobil yang sudah di turunkan. Di sana terlihat seorang laki-laki yang mengemudikan mobil. "Come in,"     

Chris menganggukan kepalanya. Ia terlebih dahulu memasukkan tubuh Xena, menidurkan gadis ini di kursi belakang mobil. Setelah menutup pintu belakang, ia segera masuk dan mendaratkan bokongnya tepat di kursi penumpang yang terletak di samping sang pengemudi. ""Thanks for coming on time, Alard."     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.