My Coldest CEO

Seratus tiga puluh enam



Seratus tiga puluh enam

0At Sean's home library.     

Globe,     

Adalah salah satu benda yang paling berguna untuk menentukan setiap lokasi yang ingin di incar tentang keberadaan sang target. Ada yang satu negara dengan dirinya, bahkan sampai ada ke negara bagian ataupun luar bagian. Beraneka ragam. Semakin jauh, maka semakin mahal.     

Sean memutar-mutar globe yang berada di atas meja kecil, tepat di samping single sofa yang kini ia duduki. "Kalau begini, kapan aku bisa menerima job kembali seperti biasa?"     

Bertepatan dengan pertanyaan itu,     

Brak!     

"Ini buku berat sekali, apa kamu tidak berniat untuk membantu diriku?"     

D. Krack menabrak kaki meja kayu, dengan kedua tangan yang sudah memeluk tumpukan buku di dadanya itu tengah kesulitan berjalan karena pandangannya tertutup buku-buku yang sampai menggunung itu.     

Sean mengalihkan pandangannya pada D. Krack, lalu terkekeh kecil. "Ini kan hukuman untuk mu, siapa yang menyuruh menabrakkan mobil ku dengan truk derek?" tanyanya sambil menaruh dengan perlahan Cangklong yang tadi berada di genggaman tangan kirinya.     

//Fyi; Cangklong adalah alat yang digunakan orang untuk merokok tembakau dan zat lain. Perokok cangklong biasanya tidak menghirup napas ketika merokok. Mereka memasukkan rokok ke mulutnya dan kemudian dihembuskan.//     

Mendengar ucapan Sean yang dilontarkan dengan nada tenang namun terdengar seperti ucapan sang iblis kejam pun langsung saja memutar kedua bola matanya. "Ayolah, itu faktor ketidaksengajaan." ucapnya berusaha mencari langkah yang tepat supaya kakinya tidak menabrak apapun. Ia tidak akan rela tumpukan buku yang berada di tangannya ini berhamburan ke lantai begitu saja. Hei, perpustakaan di kediaman Sean ini sangatlah besar. Ia sebagai laki-laki tangguh pun merasakan peluh yang mulai membanjiri pelipisnya.     

"Tidak menerima alasan apapun." ucap Sean sambil mengangkat bahunya dengan acuh. Ia tidak pernah berniat untuk memberikan pelajaran untuk D. Krack seperti ini. Ya sebenarnya, ia hanya berniat untuk menjahilinya sesekali waktu.     

"Akan ku ceritakan kekejaman mu pada Erica," ancam D. Krack. Ia kini menurunkan tumpukan buku yang berada di tangannya ke atas meja panjang dengan menggunakan jenis kayu purple heart atas permintaan Sean sendiri. Sungguh, laki-laki itu sangat tahu cara untuk menghambur-hamburkan yang sangat bermanfaat dan berkelas.     

Memangnya siapa yang tidak tahu kayu termahal jenis purple heart ini?     

//Fyi; Keunikan dari kayu ini adalah warnanya yang asalnya coklat tua akan berubah menjadi merah muda setelah agak lama ditebang. Kayu ini juga memiliki ketahanan terhadap air dan juga perubahan suhu. Pengolahannya yang sulit membuat kayu ini dihargai sebesar US$180-280 per meter kubik.//     

Sean yang mendengar ancaman itu hanya menatap D. Krack dengan tatapan meremehkan. "Lakukan saja jika bisa," ucapnya sambil menyilangkan kaki kanannya yang bertumpu dengan kaki kirinya.     

Merasa jika dirinya tidak akan menang, akhirnya D. Krack memutuskan untuk melanjutkan hukuman yang di berikan padanya ini. Lagipula, ia tidak sengaja menabrakkan mobil Bugatti La Voiture Noire milik Sean secara tidak sengaja. Siapa yang suruh saat dirinya sedang fokus menyetir, ada sebuah toko peralatan sport yang membuat titik fokusnya terbelah menjadi dua. Sehingga, ia tidak melihat lampu lalu lintas berubah menjadi warna merah. Bahkan, ia pun tidak sempat membanting stir saat truk derek berjalan dari arah berlawanan dengannya.     

Siapa pengacau jalanan? D. Krack.     

"Bagaimana bisa gadis manis seperti Erica berada satu kehidupan dengan mu, huh?!" protesnya tanpa menoleh ke arah Sean sedikitpun. Ia mengalihkan seluruh perhatiannya pada tumpukan buku yang tengah ia susun sesuai dengan kategori yang tertera di setiap bagian rak yang terdapat di dalam perpustakaan ini.     

Mendengar ucapan D. Krack yang terdengar tengil, Sean mengembalikan posisi duduknya dengan pose yang sangat manly. "Jangan iri, makanya carilah seorang gadis untuk mengisi hidupmu." ucapnya sambil menatap laki-laki yang seolah-olah ingin menatap wajahnya.     

D. Krack memutar kedua bola matanya, lalu menaruh buku ke tiga dari tiga puluh buku yang tadi ia bawa sekaligus ke dalam kategori 'science' karena termasuk buku pengetahuan. "Akui saja, memiliki gadis di dalam hidup itu sangat banyak peraturan. Waktu habis hanya untuk mengurusi hal yang tidak berbobot," ucapnya sambil menaruh buku ke empat ke dalam kategori 'biography'.     

Dengan kekehan kecil untuk menanggapi ucapan D. Krack yang seperti membohongi dirinya sendiri, tentu saja ia langsung saja tersenyum seakan-akan meremehkan ucapan penuh kemunafikan itu. "Jelas-jelas kamu menutup diri dari para gadis di luar sana," ucapnya. Kini, tangannya mulai meraih segelas americano yang sudah sejak tadi disediakan oleh Jeremy untuk dirinya.     

"Iyalah, memangnya siapa yang ingin direpotkan oleh seorang gadis yang banyak mau?" ucapnya sambil menyesap americano dengan rasa racikan yang berbeda dengan bartender lainnya. Ia sangat menikmati setiap inci sensasi yang     

"Tapi Erica lebih tidak seperti itu," sargah Vrans dengan nada yang tajam. Memangnya dipikiran laki-laki, semua gadis itu sama? Tentu saja tidak. Ya.. awalnya ia memang memiliki pikiran yang sama seperti D. Krack, tapi semenjak kedatangan Erica, semua pemikiran itu berubah menjadi fakta yang baru ia rasakan.     

Cinta, memang sangat memabukkan. Jangan pernah siap untuk menaruh hati pada siapapun kalau setelahnya tidak menerima apapun itu konsekuensinya. Antara nyaman lalu berpisah, atau nyaman lalu menikah. Itu sudah jelas sangatlah berbeda dan memutar balikkan ekspetasi yang mengendap di dalam otak.     

"Iya sih, tapi tetap saja aku tidak akan mengubah pandangan apapun terhadap gadis manapun." ucap D. Krack yang kembali memfokuskan perhatiannya pada buku-buku. Ia memang sama sekali tidak ingin mengubah jalan pikirannya, lagipula dirinya sudah berumur. Memang, siapa yang mau pada dirinya yang menyandang status sebagai 'hot single men' ini? Sudah jelas, tidak perlu di tebak lagi pasti tidak ada yang mau.     

"Memang hati batu, susah." ucap Vrans sambil menggeleng-gelengkan kepalanya merasa tidak habis pikir dengan apa yang ada di kepala D. Krack. Mungkin terbentur atau sebagainya, iya kan?     

Dengan helaan napas, D. Krack membalikkan tubuhnya ke arah Sean. Terlihat laki-laki itu sudah duduk dengan gaya yang sangat maskulin, baiklah ia kini memuji sosok yang paling menyebalkan sedunia itu. Sudah mengerjai dirinya dengan cara memalukan seperti ini. Ia lebih baik diberikan hukuman untuk menembak 100 kali peluru ke arah sasaran palsu dalam waktu 2 menit. Bisa? Tentu saja bisa, itu adalah hal yang biasa bagi dirinya. Mengingat ia sangat berpengalaman di berbagai aspek, mungkin inilah alasan Sean menghukum dirinya di dalam perpustakaan besar ini.     

Bisa-bisanya seorang pembunuh bayaran memiliki galeri membaca yang hampir seluas 3 kamar ini. Bahkan sebelumnya ia sama sekali tidak mengetahui keberadaan ruangan ini karena sialnya terletak di bawah tanah, tepat di samping ruangan pengujian saat dirinya berlatih pedang bersama Erica. Ah, dia juga gadis yang memiliki banyak kemampuan dan keahlian. Sayangnya tidak di kembangkan dan ditunjukkan untuk orang banyak.     

"Apa seharusnya kita bekerja di Luis Company juga?" tanyanya meluncurkan pertanyaan konyol yang sangat tidak masuk akal. Terlebih lagi, apa tadi katanya? Bekerja di Luis Company? Itu adalah hal yang paling mustahil sedunia. Baru saja mengirim surat lamaran pekerjaan, pasti sudah ditolak mengingat reputasi yang sangat buruk di mata masyarakat banyak.     

Sean terkekeh geli, jokes yang sangat berhasil membuat rongga dadanya merasakan geli yang sangat. "Sudah ku bilang, jangan bercanda. Untuk apa buang-buang tenaga di hadapan laptop dan dibayar perbulan yang belum tentu membayar semua kerja keras kita, jika membunuh satu orang saja sudah membuat kita kaya raya?" ucapnya yang masih mempertahankan kekehan geli itu.     

Banyangkan saja seorang D. Krack tiba-tiba berkeinginan untuk bekerja di sebuah perusahaan besar. Apa itu bukanlah sebuah lelucon yang menggelitik? Membayangkannya saat tubuh kelar itu menjadi terdapat lipatan lemak karena terlalu lama menghabiskan waktu di hadapan layar laptop, tidak lagi melakukan hal berbahaya yang menguntungkan banyak pihak. Tidak, sebaiknya jangan di bayangkan karena akan berdampak buruk bagi kinerja otak. Soalnya nanti akan mengundang gelak tawa.     

"Tidak, bukan seperti itu. Jangankan untuk bekerja di dalam perusahaan, untuk menginjakkan kaki saja tidak memiliki keinginan. Hanya saja, supaya lebih bisa dan tau bagaimana perkembangan mereka."     

"Perkembangan apa?" tanya Sean yang tidak mengerti dengan jalan pikir D. Krack. Tadi laki-laki itu sendiri yang bilang kepada dirinya untuk mengikuti alur permainan begitu saja tanpa melakukan apapun yang merepotkan. Tapi lihat, justru kini sebaliknya lah yang ia dapatkan.     

D. Krack menepuk telapak tangan, satu dengan yang lainnya. Menghalau debu tak kasat mata yang menempeli telapak tangannya tanpa ia sadari. "Rencana busuk Hana pasti akan berjalan sangat mulus jika salah satu dari mereka lalai." jelasnya lebih detail lagi. Toh ini mungkin adalah rencana bagus 30% saja, tapi 70% nya adalah rencana buruk yang merugikan kepribadiannya.     

"Lalu?" tanya Sean yang masih tidak mengerti dengan taktik yang baru saja di keluarkan oleh D. Krack. Lagipula, siapa yang suruh gemar sekali berbicara tidak lengkap seperti itu? Membuat dirinya harus bertanya-tanya beberapa kali untuk mendapatkan jawaban yang lebih rinci lagi.     

"Erica akan menjadi target selanjutnya untuk memberikan kembali boomerang yang sudah dilontarkan kepadanya, dari dirimu." ucap D. Krack sambil meringis kecil.     

Mendengar hal itu, Sean mendengus. "Tidak, hal itu tidak akan terjadi." ucapnya sambil menanamkan pemikiran positif pada keadaan yang semakin rumit ini.     

"Kalau misalnya kita yang lalai, bagaimana?" tanya D. Krack sambil menatap Sean dengan lekat. Bagaimanapun, ia juga memiliki tanggung jawab di dalam kasus seperti ini untuk pertama kalinya.     

Ketika sudah membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan D. Krack yang dapat membuat dirinya skakmat dalam beberapa detik, tiba-tiba saja ponselnya bergetar, memberitahu pada si empunya jika ada panggilan masuk.     

Drtt...     

Drtt...     

Satu nama di ponselnya yang berhasil membuat senyumannya mengembang. Siapa lagi kalau bukan si gadis dingin yang bisa membuat dirinya merasakan apa itu 'mabuk asmara'. Ia memunculkan mode speaker, yang artiannya bisa mendengar ucapan Erica walaupun ponselnya tidak di tempelkan ke telinga.     

"Hai," sapa Sean dengan semangat.     

Kini, jam sudah menunjukkan tepat pukul satu siang. Yang memiliki artian jika gadisnya itu jam istirahatnya sudah habis.     

Senyumannya kian pudar kala mendengar napas tidak beraturan dari seberang sana. Sedangkan D. Krack yang melihat itu pun langsung mendekatkan dirinya ke arah Sean dan berdiri tepat di samping laki-laki itu.     

"Hei, ada apa? Kenapa terdengar lelah sekali seperti itu? Apa kamu--"     

ucapan Sean terpotong begitu saja kala mendengar suara mobil yang melaju. Apa gadisnya ini berada di jalan raya? Tapi untuk alasan apa?     

"Lagi dimana? Minta jemput? Atau--"     

"Xena menghilang, Sean!"     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.