My Coldest CEO

Seratus tiga puluh delapan



Seratus tiga puluh delapan

1Jam sudah menunjukkan waktu sore, dan seorang gadis yang berpenampilan seorang sekretaris di perusahaan besar itu belum menunjukkan tanda-tanda untuk terbangun dari pingsannya.     
1

Chris menyesap sebatang rokok yang terdapat di antara jemari telunjuk dan tengahnya, lalu mengepulkan asap rokok yang terkumpul di mulutnya dengan perlahan. Rasanya pun nikmat sekali, merokok sambil di temani secangkir kopi latte yang tadi ia order secara online. Karena tidak mungkin kan gadis manis ini ia tinggal sendirian?     

"Katanya memberikan efek pingsan sebentar doang, tapi ini sudah lebih dari tiga jam belum sadarkan diri."     

Chris menolehkan kepalanya, menatap sosok gadis yang memakai topeng kucing hitam kesayangannya. "Tidak tahu, mungkin tertidur." ucapnya dengan asal sambil memusatkan perhatiannya kembali pada Xena yang dengan wajah damai terbaring di atas kasur king size tua yang berada di rumah ini.     

Hana membuka topeng yang membingkai wajahnya, lalu menaruh topeng tersebut ke atas meja kecil dan langsung mendaratkan bokongnya di atas sofa, tepat di samping Chris. "Apa perlu membangunkannya?" tanyanya. Sebuah apel merah segar berada di genggaman tangannya sedari tadi, ia langsung saja menggigit kecil buah tersebut. Dan ya, suara renyah terdengar dari mulutnya.     

"Kenapa kesini sih? Gedung tua ini kan tempat adik mu dulu melakukan hal yang sama pada Xena." protes Chris sambil menatap Hana dengan sebelah alis terangkat. Bangunan tua yang hanya memiliki satu akses masuk tidak berbelit, dan itu hanya dapat di ambil alih oleh dirinya dan Hana. Jika sebelumnya Sean bisa mengakses pintu masuk ini, tapi tidak untuk sekarang. Bahkan kecanggihan bangunan yang pernah laki-laki itu modifikasi pun sudah di ubah kembali dengan tingkatan yang lebih sulit. Dinding panah, alat yang bisa menyayat kulit manusia, dan bahkan ada juga pelontar api.     

Hana tidak berniat untuk bertatap muka dengan Chris, sorot matanya jatuh pada Xena yang sudah ia borgol dengan tangan dan kaki pada masing-masing diberikan borgol ke tepi kayu ujung kasur. Terlihat kondisi yang tragis. Apalagi rok kerja yang tersingkap itu bisa saja membuat birahi Chris melonjak drastis. Tapi tidak akan pernah bisa tersalurkan karena Hana selalu bilang,     

'Apa pun yang menjadi milikku, tidak akan pernah bisa di sentuh oleh orang lain.'     

Dan ya, hal itu tidak bisa ditentang begitu saja. Kalau melawan, jangan harap bisa hidup dengan jangka waktu lama di dunia ini.     

Karena sekali tembakan Hana, tidak akan pernah meleset ke sembarang arah, pasti selalu tepat sasaran. Jadi, menurut dengan semua ucapan gadis itu adalah hal yang terbaik di dunia ini. Tidak ingin tewas dengan rumor konyol karena di tembak assassin karena menentang perintahnya, kan?     

"Aku memilih tempat ini dan merenovasinya kembali dengan sistem kerja yang lebih canggih karena Sean sudah setengah jalan melakukannya. Jadi, di poles sedikit lagi, dan ya ini yang ku dapatkan." ucapnya sambil menyilangkan kaki kanannya, bertumpu dengan kaki kiri. Tampilannya kini terlihat seperti layaknya seorang bos, iya lah memang dirinya ini adalah bos yang sesungguhnya. Vrans? kalah.     

Chris hanya menganggukkan kepalanya, lalu menyusuri pandangan ke sekeliling ruangan. Memang benar sih bangunan tua ini sudah tidak terlihat seperti 'bangunan tua' yang pada umumnya di isi dengan para tikus, sarang lama-lama, debu yang tebal, bahkan furniture yang sudah tidak terawat. Kali ini, semuanya sudah kembali bersih. Entahlah ia juga tidak pernah mengerti dengan jalan pikir Hana. Seketika, rencana yang sudah di rancang, berputar balik begitu saja.     

Tapi hebatnya, rencana ini masih berada di jalan lurus yang sama, bahkan lebih mujarab daripada yang sebelumnya.     

"Kalau begitu, kenapa kita menunggu Xena tersadar? Bukankah jauh lebih mudah langsung menembaknya saja?" tanya Chris dengan sebelah alis terangkat. Kalau kelamaan pun pasti akan mengulur waktu yang bisa saja membuat seseorang berada jauh lebih maju daripada mereka.     

Hana terkekeh kecil, lalu menelan gigitan apel yang sudah terkunyah dengan sangat lembut di mulutnya, masuk ke dalam saluran pencernaan. "Kalau begitu, bukankah sia-sia? Maksudku, aku sangat sulit mendapatkannya, dan dibunuh dalam sekali kejap? Tidak, itu bukanlah tipikal ku." ucapnya dengan selingan kilatan mata yang terampil di kedua manik matanya. Toh memang benar, dirinya sulit mendapatkan Xena, masa begitu saja langsung di bunuh.     

Ia kan sudah bilang, ingin bermain...     

Namanya bermain seorang pembunuh bayaran, kalau tidak mengulur waktu untuk melakukan pembunuhan, pasti mengulur waktu untuk 'bermain-main' layaknya seorang psikopat.     

Ada assassin yang bersifat to the point, ada juga yang bertele-tele seperti dirinya dan Sean. Itu semua tergantung kepribadian untuk merasakan sebuah kepuasan yang selalu terdapat di dalam setiap tubuh manusia yang haus akan darah dan kesenangan membunuh yang dominan.     

"Apa rencana mu selanjutnya?" tanya Chris sambil meraih segelas red wine yang berada di atas meja, lalu meneguknya sampai tersisa setengah gelas. Ia membasahi dinding tenggorokannya dengan minuman beralkohol yang memiliki rasa klasik, namun tidak murahan.     

Ia di bayar untuk melakukan pekerjaan bersama Hana sampai selesai. Ya anggap saja ia sekarang ber-cosplay menjadi layaknya seorang bodyguard yang melindungi sang Nona muda. Toh bayaran yang di berikan Hana tidaklah main-main. Mungkin $5000 akan membuat kalian merasa bangga bisa memiliki pekerjaan seperti dirinya ini. Iya sih berbahaya, tapi kan setimpal. Lagipula ia sudah sering melakukan aksi semacamnya ini. Entah itu melakukan pembunuhan, pencurian, bahkan pernah dirinya menculik beberapa anak kecil untuk di jual pada pasar gelap.     

Kejam? Itulah gunanya seorang laki-laki untuk berada di dunia yang kejam ini. Kira-kira, seperti itulah penggambaran suasana yang berada di pikirannya saat ini.     

"Menunggu Xena bangun, simple." ucap Hana dengan tangan yang masih sibuk memutar apel yang masih tersisah buahnya. Di sore hari seperti ini, apalagi ia jarang memakan hidangan yang memiliki kadar kalori tinggi, tentu saja menjadi buah pengganjal sampai jam makan malam nanti.     

Belum sempat Chris menjawab ucapan Hana yang memang terdengar sangat santai seolah-olah tidak ada hal apapun yang menunggu di kejadian selanjutnya --mungkin ia memang harus salut dengan sosok yang satu ini--, tiba-tiba ringisan kecil terdengar dari arah kasur yang di tempati oleh seorang gadis yang sedaritadi tidak bergerak itu.     

"Awhs.. aku dimana nih?"     

"Perasaan tadi lagi beli bunga deh,"     

"Eh?"     

( Dari sudut pandang Xena )     

"Eh?"     

Seakan baru saja ingin merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kebas, Xena merasakan jika kedua kaki dan tangannya di tahan oleh sesuatu. Karena penasaran, ia mengalihkan pandangannya ke arah kedua tangan yang ternyata sudah terdapat borgol. "AAAAAAAAAA, AKU DI CULIK!" pekiknya dengan suara nyaring yang terdengar melengking khas seorang gadis yang ketakutan.     

Tubuhnya meronta-ronta meminta untuk di lepaskan dari jeratan yang menahan tubuhnya untuk tidak bergerak.     

"INI SIAPA SIH YANG GAK PUNYA KERJAAN SAMPAI BEGINIIN ORANG?"     

"SUMPAH DEH KALAU MAU KERJAAN DAFTAR AJA KE LUIS COMPANY, MASIH SEDIA LOWONGAN KERJA KOK!"     

"OH ATAU INI ORANGNYA MAU NGAJAK MAIN SULAP YA?"     

"JANGAN DEH, SEBAIKNYA JANGAN AKU."     

"EH TAPI GAK MASALAH KALAU SULAPNYA KEREN!"     

Pekikan tersebut keluar dari mulutnya hanya dengan satu kali napas. Ia ingin mengedarkan pandangannya, tapi tidak bisa karena kini tubuhnya benar-benar tiduran tanpa bisa mengangkat sedikitpun tubuhnya.     

"Jangan berisik, dasar gadis bawel."     

Tunggu sebentar.     

Dengan mulut yang tentunya langsung terbungkam, Xena berusaha mengingat lagi siapa sebenarnya sang pemilik nama yang tadi suaranya menyapa indra pendengarannya itu. "Eh? Siapa ya? Kayaknya aku kenal deh sama kamu," ucapnya sambil menaikkan sebelah alisnya. Ia tidak akan berhenti berpikir siapa yang sekiranya ini memang nada suara yang familiar di telinganya.     

"Coba tebak,"     

Suara lembut tapi terkesan mengintimidasi itu kembali masuk ke dalam gendang telinganya.     

"Dapet hadiah berapa kalau sampai bisa menebak?" tanyanya sambil mengulum sebuah senyuman yang mulai menanyakan sebuah imbalan yang bisa saja menguntungkan dirinya.     

"Seribu dolar." ucap suara tersebut yang terdengar seperti menantang.     

Merasa tidak tertarik, Xena memutar kedua bola matanya. "Ah gak mau dan gak tertarik,"     

"Yasudah, nanti juga kamu yang akan menjadi target ku yang tidak lama meninggalkan dunia."     

Mendengar hal itu membuat pikiran Xena kembali menjalar ke suatu kejadian yang pernah hinggap di hidupnya.     

Target.     

Pistol.     

Dan suara itu,     

Hana Xavon.     

Xena membelalakkan kedua bola matanya merasa terkejut dengan kenyataan ini. Ia bahkan sebelumnya tidak pernah berpikir kembali untuk mengingat masa-masa kelam itu.     

"NGAPAIN KAMU, HANA? LEPASKAN AKU!!" teriaknya sambil kembali meronta-ronta. Ia berharap borgol di tangannya ini bisa terlepas begitu saja. Ah, tapi rasanya sangatlah mustahil. Iya kan?     

Tawa jahat Hana menggema di seluruh ruangan, pertanda jika gadis itu merasa puas dengan apa yang tersuguh saat ini di hadapannya. "Kenapa? Takut?" tanyanya sambil menunjukkan smirk khas seorang Hana Xavon.     

Satu bulir air mata menetes, membasahi permukaan wajah Xena yang ditimpa dengan sapuan make up tipis. "DASAR JAHAT, TIDAK BERPERASAAN!"     

"Iya, itu memang sifat ku."     

"KENAPA MASIH BELUM PUAS? AKU INGIN KAMU MELEPASKAN KU!!"     

"Setelah mendapatkan mu dengan susah? Tentu saja tidak akan ku biarkan begitu saja."     

"APA MAU MU?!"     

"Masih sama, membunuhmu."     

Isak tangis Xena mulai terdengar jelas dan memilukan. Mungkin jika ada orang biasa yang mendengarnya, akan merasakan apa yang gadis ini rasakan. Tapi sayangnya manusia yang kini berada satu ruangan dengannya, bukanlah manusia yang sesungguhnya. Wujud manusia, hati iblis.     

"Bagaimana bis--"     

"Hai, Xena."     

Ucapan Xena terpotong kala sosok Chris menyapa dirinya dan sudah berdiri tepat di samping kasur yang kini tengah di tempati oleh dirinya. Kedua matanya membulat tidak percaya sambil menggelengkan kepalanya. "Chris?"     

Dengan senyuman simpul yang ditampilkan untuk Xena, Chris pun langsung saja mengulurkan tangannya ke arah puncak kepala gadis tersebut. "Maaf, tapi kulit kaki mu sangat mulus. Bolehkah aku menyentuhnya?"     

Pada detik itu juga, Xena terasa seperti ingin menampar pipi Chris dengan sangat kencang. Lancang sekali laki-laki itu.     

"SEBAIKNYA KAMU CEPAT MEMINTA MAAF PADA KU!"     

"Untuk apa? Aku mengatakan kenyataan."     

Tangis Xena semakin terdengar memilukan. Ini adalah pertama kalinya ia direndahkan seperti ini oleh seorang laki-laki yang baru di kenal.     

Hana yang melihat itu hanya terkekeh kecil, lalu beranjak dari duduknya bersamaan dengan tangannya yang melempar asal buah apel ke sudut ruangan.     

"Sudahlah, Chris. Lebih baik kita bersih-bersih tubuh dulu, tubuhku benar-benar terasa sangat lengket, ewh."     

Menyetujui ucapan Hana yang sudah keluar dari ruangan ini, Chris menganggukan kepalanya lalu menatap Xena dengan mata yang mengerling jahil.     

"See you later, my cute girl."     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.