My Coldest CEO

Seratus tiga puluh sembilan



Seratus tiga puluh sembilan

0Allea menautkan tangannya satu sama lain. Berdekatan dengan Vrans kini membuat dirinya takut, tadinya ia bisa bersikap biasa saja toh laki-laki di sebelahnya ini adalah sang bos. Tapi setelah kejadian ini, sepertinya rasa santai dan tenang yang dia miliki musnah seketika.     

Entah apa yang mungkin di pikirkan Vrans mengenai dirinya, ia tidak tahu. Yang jelas, sepertinya laki-laki itu belum puas jika tidak mendapatkan jawaban apapun dari dirinya.     

"Tuan?" panggilnya dengan sedikit takut, setelah itu ia meneguk salivanya dengan kasar.     

Vrans yang sedari tadi fokus menyetir ke tempat tujuan yang di arahkan oleh Sean, ia mendapatkan bagian untuk menuju ke rumah Hana yang mungkin saja sistem keamanannya bisa diutak-atik oleh Allea yang bernotabene sangat cerdas di bidang IT bahkan bisa meretas sistem keamanan canggih di manapun. "Apa?" ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun ke arah Allea yang sepertinya sudah menciutkan nyali sejak dirinya dituduh ikut terlibat dalam kejadian ini.     

Ayolah, kalau memang Allea berada di pihak Hana, seharusnya ia sudah membantu gadis pembunuhan itu. Tapi menurut pengakuan Alexis, ada seorang laki-laki yang membawa Xena. Bahkan, ia saja tidak tahu laki-laki seperti apa yang di pekerjakan oleh Hana untuk target kali ini. Pasalnya, satu-satunya laki-laki yang dekat dengan gadis tersebut hanya adiknya, Sean Xavon. Tidak terkecuali keluarganya yang terdapat para laki-laki, masih memiliki hubungan satu darah dengannya.     

Allea menghembuskan napasnya. Sudah hampir sepuluh menit lamanya sejak ia berhasil memakai seatbelt di tubuhnya, sejak saat itu juga keadaan atmosfer di sekitarnya berubah menjadi tegang sekaligus awkward. Sangat membuat hatinya merasa tidak enak hati karena tidak ada obrolan yang mengisi kekosongan. Ingin mengobrol pun Vrans sangat mirip dengan es batu, ia bahkan tidak tahu bagaimana cara yang tepat untuk membangkitkan suasana bersama seseorang yang ber-cosplay sebagai kulkas berjalan.     

"Aku jujur tidak tahu apapun," ucapnya sambil menatap Vrans yang masih fokus dengan keadaan yang tersuguh di depan.     

Vrans sangat fokus menyetir, tentunya kali ini dengan laju mobil yang melebihi kecepatan standar. Bagaimana pun, semuanya harus di selesaikan dengan teramat sangat cepat. Kalau tidak, ia sudah yakin akan menikah dengan mayat yang dirias cantik dan diawetkan sekian rupa. Tidak, itu tidak akan mungkin terjadi. Xena pasti akan selamat dan dirinyalah akan menjalin rumah tangga bersama gadisnya yang manis itu.     

"Bukankah itu permasalahan yang sudah lalu? Biarkan saja, aku sudah tidak peduli dengan mu." balas Vrans dengan nada suara datar yang mengintimidasi. Ia bahkan tidak memiliki niat untum mendengarkan ucapan apapun lagi dari mulut Allea. Menurutnya, mempekerjakan seorang gadis yang memiliki notabene mantan seorang asisten pembunuh bayaran yang sangat teramat terkenal. Iya, itu mungkin adalah sebuah kesalahan. Sepertinya layaknya Paula, kini Allea berada di posisi yang sama.     

Sepertinya mengulang kejadian sebelumnya, namun dengan orang yang berbeda.     

Sekali lagi, Allea meneguk salivanya untuk membasahi dinding tenggorokan yang terasa tercekat dan membuatnya kering. "Ah, aku jadi merasa bersalah. Padahal aku sama sekali tidak melakukan apapun dan tidak tahu apa-apa." ucapnya dengan lesu. Kini, jas kerja formal yang berwarna beda dari yang lain itu sudah terlepas dari tubuhnya. Warna aneh yang mencolok membuat dirinya di perhatikan semua orang. Dari para karyawan di kantor, orang-orang di restoran, bahkan di pinggir jalan pun masih sempat-sempatnya ada yang melihat ke arahnya.     

Mungkin saja, kini pikiran Vrans tengah bergulat antara malaikat dan iblis. Sang malaikat berkata untuk mencari tahu kebenaran ketidaktahuan Allea dari mulut gadis itu sendiri, dan sang iblis berkata untuk tutup telinga dan menjauhkan Allea dari ruang lingkupnya seperti memecat gadis tersebut dari Luis Company.     

Ya memang terdengar jahat, namanya juga iblis.     

Dengan hembusan napas yang keluar dari mulutnya, Vrans menolehkan kepala sedikit ke arah Allea, lalu detik selanjutnya langsung mengembalikan titik fokus ke jalan raya. "Kalau begitu, ceritakan." ucapnya yang lebih memilih untuk mendengarkan ucapan sang malaikat yang berada di hati dan otaknya.     

Mendengar hal itu membuat Allea menarik napasnya, lalu menghembuskan dengan perlahan. "Seperti yang tadi aku katakan, aku tidak tahu mengenai hal ini. Semenjak berita Hana tewas, aku sudah tidak bekerja dengannya lagi dan hanya mencoba melamar pekerjaan di Luis Company. Karena aku sudah terbiasa bekerja di depan layar laptop, dan ku pikir menambah pengalaman dengan pertama kali bekerja di perkantoran adalah ide yang bagus. Aku orang yang suka bekerja, dan selama Hana tidak ada, aku merasa sangat hampa dan tidak memiliki kegiatan apapun." Sebentar, ia menarik napasnya untuk memperkuat hatinya supaya bisa bercerita lebih panjang dan lebih detail mengenai apa yang terjadi.     

"Sebelumnya, aku tidak tahu kalau kejadian ini sudah dua kali terjadi pada Xena, dan dengan orang yang sama. Aku bekerja di balik bayang-bayang Hana, tanpa ikut turun tangan ke lapangan. Jadi, aku hanya tahu taktik pembobolan dan peretasan tingkat keamanan saja. Untuk misi yang dia jalani, setelah adanya Sean, aku tidak pernah lagi ikut campur. Karena Sean bisa turun di lapangan dengan kemampuan yang melebihi diriku. Jadi, ya aku hanya bekerja jika dibutuhkan saja." ucapnya sambil mengulas sebuah senyuman. Ia sama sekali tidak kesal dengan kedatangan Sean yang mengikis jarak di antara dirinya dan juga Hana. Tapi ya ini memang resikonya, ia tidak tahu apapun.     

Mendengar penjelasan yang kelewat panjang itu, Vrans hanya bisa menganggukkan kepalanya merasa jelas dengan apa yang diucapkan Allea barusan. "Kalau begitu, kenapa tidak kembali padanya? Pasti mendapatkan bayaran yang besar, iya kan?" Sambil mengarahkan stir mobil ke kanan, mobilnya mulai memasuki jalan sunyi dengan deretan pohon rindang yang berada di samping kanan dan kiri. Kenapa Hana memilih lokasi yang seperti ini? Jelas-jelas memang sangat menyeramkan jika dilalui saat malam hari.     

Allea menaikkan bahunya, "Entah." ucapnya sambil menyandarkan tubuhnya pada kepala jok mobil. "Aku hanya ingin memiliki teman," sambungnya dengan nada sendu yang lebih mirip sebuah lirihan.     

Vrans menaikkan sebelah alisnya, namun ia tidak menunjukkan rasa penasaran yang menyeruak dari dalam tubuhnya. "Maksudnya?" tanyanya dengan wajah datar. Ia hanya ingin memastikan kejelasan yang di ucapkan oleh gadis yang berada di sampingnya ini.     

Dengan pepohonan rindang yang tersapu angin pada siang hari, tentu saja membuat udara panas menjadi terasa sejuk.     

Allea ingin menjawab pertanyaan Vrans yang seperti meminta penjelasan lebih lanjut darinya, namun sebuah perumahan mewah dengan pagar besi menjulang tinggi mulai terlihat di pandangan.     

"Tuan, sepertinya kamu harus bersembunyi." ucapnya sambil menatap Vrans dengan sorot mata yang sangat serius. "Tepikan mobilmu, kita bertukar posisi," sambungnya mengusulkan sebuah saran untuk sebuah taktik yang pastinya akan berhasil. Terlalu percaya diri? Tentu. Memangnya siapa yang bisa masuk ke rumah megah ini dan menerobos akses masuk kecuali seseorang yang pernah bekerja disana?     

Sedangkan Vrans ia langsung memperlambat laju mobilnya dan menepikan mobil di dekat pepohonan rindang yang menjulang tinggi itu.     

Dengan cepat, mereka bertukar posisi. Namun kali ini, Vrans duduk di kursi belakang mobil dengan menyembunyikan tubuhnya di bawah kursi mobil. Ah iya, kalau bukan rencana, ia tidak akan melakukan hal serendah ini.     

Allea menggumamkan beribu kata maaf kepada Vrans, lalu memasang kembali seatbelt pada tubuhnya. Ia mengambil alih kemudi mobil, lalu mulai melaju mendekati bangunan tersebut.     

Begitu sampai di depan gerbang yang menjulang tinggi itu, Allea mulai meraih satu helai rambutnya, dan menurunkan kaca mobil. Tangannya mulai terjulur ke luar, lalu meletakkan sehelai rambut miliknya itu ke sebuah alat scanner hijau untuk mendeteksi data.     

"Hello, Miss Allea Liagrelya. Welcome back to Miss Hana's mansion. Please come in and relax." ucap sistem tersebut dengan nada lembut suara khas seorang wanita.     

(*Halo, Nona Allea Liagrelya. Selamat datang kembali di rumah besar Nona Hana. Silakan masuk dan bersantai.)     

Allea tersenyum lembut, Thanks, Blaire. You didn't forget me, thank goodness." ucapnya dengan nada tidak kalah lembut.     

(*Terima kasih, Blaire. Kamu tidak melupakan ku, syukurlah.)     

"Your Welcome. You are a great worker, how can I forget you?"     

(*Terima kasih kembali. Kamu adalah pekerja yang hebat, bagaimana aku bisa melupakan mu?)     

Sophisticated identity detection, adalah sebuah alat rancangan Hana yang dapat mengidentifikasi seseorang, mulai dari yang di kenali sampai tidak. Anti karat, dan tidak akan pernah rusak jika terkena air hujan. Terlebih lagi, jika ada seseorang yang tidak tahu cara pakainya, berarti dia bukanlah orang yang termasuk dalam list komputer yang berada di dalam alat ini. Memiliki rudal yang tersembunyi di setiap pagar, bersiap untuk meledakkan siapapun yang berani mendekat tanpa persiapan yang matang.     

Maka dari itu, Sean menugaskan Allea untuk datang kesini dan bukanlah dirinya. Sebenarnya laki-laki itu bisa saja, tapi malas. Pasti banyak pertanyaan klasik yang diluncurkan karena sudah beberapa bulan ini tidak menemui sodaranya yang ternyata masih hidup itu. Terlebih lagi dia adalah alasan Hana dikabarkan tewas, mungkin saja Sean adalah orang yang diincar pada seluruh sistem keamanan yang tidak pernah main-main untuk melayangkan beribu-ribu nyawa.     

Alasan Hana tidak terkalahkan ya karena ini, tidak ada yang bisa menandingi segala alat canggih buatannya.     

Applouse     

Tindakan yang tepat untuk menggambarkan keahlian sang Hana Xavon.     

Allea menganggukkan kepalanya ketika mendengar sistem yang mendeteksi dengan CCTV yang satu sistem dengan pendeteksi identitas tersebut. Ia melajukan mobilnya, mulai memasuki halaman rumah yang sangat besar ini.     

"Tunggu ya, Tuan. Jangan keluar dari sana dulu, masih ada satu sistem keamanan lagi." ucapnya sambil melirik keadaan Vrans yang masih menyembunyikan tubuhnya di bawah kursi mobil. Ia sempat meringis melihat pose sang bos akibat dirinya ini, astaga Tuhan maafkan Allea.     

Satu-satunya sistem keamanan terkuat di kediaman Hana adalah Alard. Berharap jika laki-laki itu tidak akan masuk ke dalam mobil ini untuk memeriksanya dengan mata telanjang.     

"Iya," ucap Vrans.     

"Sepertinya kamu harus panjatkan doa kepada Tuhan, Tuan." Kedua manik mata Allea mulai melihat ada satu orang penjaga, laki-laki bertubuh tegak.     

Vrans yang mendengar itu pun langsung saja menaikkan sebelah alisnya, "maksudnya?" tanyanya karena tidak mengerti dengan apa yang di ucapkan Allea. Gadis ini selalu saja mengatakan hal yang belum lengkap, menjadikan siapapun yang menjadi lawan bicaranya harus menanyakan hal itu lagi untuk lebih jelasnya.     

Allea menghembuskan nafas dengan kasar. Kalau saja ini mobil milik Sean atau salah satu mobilnya yang sudah di modifikasi dengan berbagai ruang kosong untuk menaruh barang-barang berbahaya, ia bisa memberikan usul untuk Vrans masuk ke dalamnya. Tapi sayang, mobil ini milik sang bos. "Sistem keamanan kali ini seorang laki-laki yang bisa saja melihat-lihat ke dalam mobil untuk memastikan keamanan." ucapnya dengan penjelasan yang lebih detail lagi.     

"Lalu? Bagaimana dengan ku?" tanya Vrans yang sudah mulai jengah berada di posisi seperti ini.     

"Sebaiknya Tuan..."     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.