My Coldest CEO

Seratus empat puluh tiga



Seratus empat puluh tiga

0Vrans yang tadinya ingin memutar kembali kedua bola matanya itu pun merasa terkejut ketika sebuah tangan kekar terlihat di lantai mobil. Dalam detik itu juga, ia sedikit memelankan deru napasnya yang sedari tadi cepat karena ruang sesak di bawah kursi mobil. Astaga, apa ini yang dilakukan para agen mata-mata? Merepotkan sekali. Ia lebih memilih pekerjaan di bidang perusahaan dengan layar laptop dan meeting penting bersama para rekan kerjanya. Daripada seperti ini, sangat mengeluarkan banyak tenaga.     

"Apa yang ada di bawah sini?" Itu adalah suara Alard yang tengah menopang tubuhnya dengan sebelah tangan yang berada di lantai mobil. Entah apa yang di curigai laki-laki ini, tapi hal itu membuat Vrans langsung saja meningkatkan kewaspadaan supaya tidak ketahuan.     

Dengan deretan panjat doa pada Tuhan, kini Vrans berharap untuk tidak terjadi hal yang menggagalkan misi mereka.     

Allea yang melihat Alard yang hendak menolehkan kepala di bawah kursi itu pun segera memutar otaknya. "Eh Alard, apa kamu masih menyimpan teflon yang saat itu di tunjukkan pada ku?" tanyanya.     

Astaga, entahlah itu pengalihan pembicaraan seperti apa, tapi yang jelas dapat membuat Alard langsung saja menolehkan kepala ke arahnya.     

"Teflon yang anti lengket itu? Tentu saja ada, masih ku simpan dan belum tersentuh." ucap Alard sambil mengeluarkan setengah tubuhnya yang masuk ke dalam mobil, kembali menegakkan tubuhnya. Ia menampilkan sebuah senyuman, lalu menutup kembali pintu mobil belakang yang terbuka.     

Vrans memanjatkan puji syukur sebab Allea bisa mengalihkan perhatian Alard. Ia langsung saja menghembuskan napas lega, lalu kembali bernapas dengan deru yang teratur.     

"Tentu saja, apa aku bisa mengambilnya?" ucap Allea sambil menganggukkan kepalanya. Dalam hati, ia bersorak gembira mendapati keberhasilan yang berpihak pada dirinya.     

Alard berjalan menuju ke arah kaca mobil yang terbuka, menampilkan wajah manis Allea dari dalam sana. "Kalau begitu, masuk saja langsung ke garasi. Ku letakkan teflon di laci dapur," ucapnya sambil memasukkan sebelah tangannya ke saku celana. Ia menepuk badan mobil dengan perlahan, "Mobil yang bagus." sambungnya.     

Allea menganggukkan kepalanya, lalu memberikan Alard sebuah senyuman. "Aku masuk dulu ya, aman kan?" ucapnya hanya untuk sekedar berbasa-basi saja.     

"Iya, aku akan kembali berjaga."     

Setelah itu, Allea langsung saja menutup kembali kaca mobil. Ia mulai melajukan mobilnya untuk mengitari rumah megah ini karena garasinya terletak di belakang rumah, yang mengharuskan dirinya untuk masuk lewat halaman belakang.     

"Tuan, sekarang kamu boleh keluar." ucapnya sambil meringis kecil. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana pengapnya berada di bawah sana dengan deru jantung yang memompa cepat.     

Vrans yang mendengar itu pun langsung saja mengakali tubuhnya untuk keluar dari bawah kursi mobil. "Aku harus berterimakasih atau memaki mu atas kejadian ini?" tanyanya dengan wajah datar. Ia mendaratkan bokongnya di atas kursi, lalu menepuk kedua tangannya yang bisa saja tertempel banyak debu.     

Allea menggaruk pipinya yang tidak gatal, lalu mengarahkan mobilnya untuk langsung memasuki garasi mobil. "Sepertinya Tuan harus berterimakasih karena tadi aku sampai menanyakan teflon pada Alard, memalukan sekali." ucapnya dengan jawaban yang jujur. Toh sudah di bantu memang seharusnya mengatakan 'magic word' itu kan?     

Vrans membenarkan letak tuxedo-nya yang sudah terdapat lekukan serta kerutan yang membuat penampilannya menurun. "Baiklah, terimakasih. Ku harap kerumitan ini akan segera berak--"     

"Tentu saja belum berakhir, Tuan."     

Allea memotong pembicaraan Vrans yang bahkan belum selesai terucap. Mesin mobil sudah mati dan gadis ini langsung saja menolehkan kepalanya ke belakang, menatap seorang laki-laki yang masih tampak mempesona dan berwibawa walaupun habis diperlakukan seperti itu.     

Vrans menaikkan sebelah alisnya, merasa bingung dengan apa yang diucapkan Allea. "Maksud mu apa sih? Kenapa rumah ini sangat ketat sistem keamanannya?"     

"Kamu tahu Tuan ini rumah pembunuh bayaran terkenal, dan tentu saja memiliki keamanan yang sangat kuat." balas Allea yang kini sudah mengambil tas jinjing-nya untuk di sampirkan di tangan kanan. Ia mencari satu ID pengenal untuk mendeteksi identitasnya. Semua orang yang bekerja disini pasti punya kartu pengenal seperti miliknya, dan kini ia berharap jika benda tipis ini masih berfungsi dengan baik.     

Vrans melirik ke arah jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kanannya, ternyata mereka sudah menghabiskan waktu hampir setengah jam hanya untuk melakukan hal seperti ini saja. "Lalu?" tanyanya dengan wajah yang sudah kembali menjadi datar.     

"Aku akan mengajak ngobrol robot yang berdiri di sudut ruangan itu," ucap Allea sambil menunjuk sebuah robot besi yang terlihat seperti seorang wanita di lengkapi dengan fitur membunuh dan seragam cantik layaknya maid.     

Vrans yang kebingungan pun langsung saja mengikuti arah tunjuk Allea, dan benar saja di sana ada robot pembaca. "Lalu? Aku harus kemana?" tanyanya yang mulai memperhatikan setiap aba-aba yang di katakan Allea. Bagaimanapun, ia tidak boleh keras kepala dengan bertindak semaunya. Bisa jadi, sebelum ia berhasil menyelamatkan sang kekasih, dirinyalah yang menjadi sasaran empuk robot tersebut.     

Beralih dari robot, Allea mulai menunjuk ke arah pintu kecil berbentuk kotak yang berada tepat di samping lemari berisikan tumpukan cat dinding beserta kuas bersih sebagai applicator-nya. "Disana ada pintu yang mengarahkan langsung ke ruang kerjaku." ucapnya sambil menunjuk sebuah pintu kecil.     

Vrans menganggukkan kepalanya, "Kalau begitu cepat lakukan. Aku akan berhati-hati."     

Allea menganggukkan kepalanya. Satu-satunya sistem keamanan di garasi ini hanyalah sang robot buatan Hana. Memiliki fungsi seperti CCTV yang dapat merekam segala hal yang di lihat dan menyambungkannya ke sebuah monitor yang berada di ruangan Hana.     

Dengan menghembuskan napasnya untuk menghalau segala resah di hati, Allea mulai meraih kunci mobil dan melemparnya ke arah Vrans, tentu saja langsung di tangkap oleh laki-laki itu.     

Sambil membuka pintu, ia mulai membenarkan tatanan rambutnya. Ia langsung saja berjalan mendekati sang robot yang sudah menoleh ke arahnya.     

"Hi, Retta. Do you still remember me?" tanyanya begitu sudah berdiri di hadapan sang robot yang di beri nama 'Retta' itu. Semua yang berada disini memang sepertinya selalu di namai. Entahlah, terkadang ia juga merasa bingung, takut salah memanggil nama para alat canggih yang bisa berbicara ini.     

(*Hai, Retta. Kamu masih ingat aku?)     

Dengan mengajak bicara Retta yang membelakangi mobil, tentu saja membuat arah pandang robot ini sangatlah terbatasi. Ini semua adalah taktik seorang Allea supaya Retta tidak bisa melihat keberadaan Vrans yang kini masih duduk manis di dalam kursi mobil. Hei, kenapa tidak bergerak?     

Rasanya ia gemas ingin berteriak kalau Vrans harus segera melakukan tugasnya untuk masuk ke dalam rumah dengan jalan pintu akses lainnya. Itu adalah pintu yang ia buat sendiri dengan mengalih fungsikan sebagai tempat pembuangan sampah saat Hana bertanya untuk apa pintu itu. Terdengar memang sedikit konyol sih, tapi gadis tersebut pun tidak ingin tahu menahu dan bertanya lebih banyak lagi. Hana tidak pernah masalah jika dirinya ini merenovasi rumah sesuai keinginan Allea, toh kalau untuk kepentingan sendiri dan mempermudah, itu bukanlah masalah.     

Retta memindai tubuh Allea dengan sinar pendeteksiannya.     

"Recognizing identity," suara sistem lain yang keluar dari alat scanner yang berada di dalam tubuh Retta. Ia, ada mesin lain di dalam tubuh mesin robot tersebut.     

(*Mengenali indentitas.)     

Bersamaan dengan itu, Allea menganggukkan kepalanya, membenarkan alat pemindai jika dirinya masih di kenali oleh semua sistem di rumah ini.     

"Hi, Miss Allea. Welcome back, here Retta is ready to take you to this house." ucap Retta dengan suara khas robotnya. Ia mengarahkan tangannya untuk membuka pintu dengan gagang yang di tekan ke bawah.     

(*Hai, Nona Allea. Selamat datang kembali, disini Retta siap mengantarmu ke rumah ini.)     

Allea menganggukkan kepalanya, lalu sedikit melirik ke arah Vrans yang ternyata kini sudah keluar dari mobilnya dengan sangat teramat perlahan. Bahkan laki-laki itu sudah beberapa kali menoleh ke arah dirinya yang sedang mengalihkan perhatian Retta ini, takut jika nantinya sang robot menyadari gerak geriknya yang seperti pencuri ini.     

"What do you see, Miss?"     

(*Apa yang kamu lihat, Nona?)     

Pertanyaan Retta langsung saja menarik perhatian Allea kembali ke atmosfer yang tadi sedang mengelilingi mereka berdua dengan pendeteksian ringan. Dengan raut wajah yang panik, ia berusaha menggelengkan kepalanya membuat sang robot langsung menunda kepalanya yang ingin menoleh ke arah Vrans di belakang saja. "No, it's nothing. We better just go inside." ucapnya sambil meraih tangan Retta untuk segera memasuki rumah lewat pintu garasi.     

(*Tidak, tidak apa-apa. Lebih baik kita masuk saja.)     

Mereka langsung saja menginjakkan kakinya masuk ke dalam rumah yang sudah tertata rapih dengan banyak barang mewah. Semuanya hanya barang-barang klasik, namun memiliki harga yang sangat fantastis, bahkan ada barang yang bisa saja menyamai harga 1 buah mobil.     

Sedangkan Vrans yang sempat membeku di tempat itu langsung saja menghembuskan napasnya, merasa lega.     

Rasanya seperti benar masuk ke dalam sebuah permainan yang benar-benar di tata rapih, sampai-sampai dirinya saja merasa jika hal ini sangatlah keren dengan dikelilingi alat-alat canggih.     

Dengan cepat tanpa ingin menunda-nunda lagi, Vrans segera membuka pintu kecil tersebut, lalu menatapnya dengan sebelah alis terangkat. Ia sedikit bingung karena berbentuk perosotan yang entahlah di bawahnya ada apa.     

"Ini beneran harus masuk kesini?" tanyanya pada diri sendiri. Ia benar-benar meragukannya, kegelapan juga mendominasi di dalam pintu tersebut.     

Sambil menepis pikiran yang mulai berkelana kemana-mana, Vrans segera memposisikan tubuhnya untuk duduk di sana. "Semoga Tuhan melindungi ku." gumamnya. Lalu, ia membelakangi tangannya untuk kembali menarik pintu, menutupnya.     

Dengan hembusan napas, tubuh Vrans langsung saja jatuh merosot menuruni terowongan yang membawanya ke bawah. Rasanya ia seperti sedang bermain perosotan yang berada di wahana renang, layaknya anak kecil.     

BRUK     

Tubuh Vrans jatuh tepat di atas matras yang tidak terlalu lembut, tapi menjadi tempat pendaratan yang cukup aman.     

Sebuah ruangan dengan gaya klasik yang mendominasi warna coklat langsung tersuguh di hadapannya. Ruangan kerja yang tertata apik dengan beberapa peralatan seperti laptop, komputer, bahkan kabel USB yang terlihat seperti terhubung ke sesuatu. Ditambah dengan rak buku pun membuat tampilan ruangan kerja ini menjadi terlihat begitu menawan.     

Vrans mengitari pandangannya, tidak ada CCTV sama sekali. Ini adalah hal yang bagus. Rencananya hanya satu, membobol sistem kerja yang kini mungkin saja tengah terhubung ke suatu tempat yang sudah di desain berbahaya untuk mencelakakan Sean dan juga Erica.     

Kini tugasnya, hanya menunggu kedatangan Allea yang masih terjebak bersama robot wanita tersebut.     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.