My Coldest CEO

Seratus empat puluh lima



Seratus empat puluh lima

0Menginjakkan kaki di kediamannya yang selama ini menjadi tempat untuk berlindung dari segala macam ancaman di luar. Semua sistem keamanan, tentu saja tidak mendeteksi apapun yang berada di tubuh sang empunya.     

Siapa lagi kalau bukan Hana? Dengan mobil BMW keluaran terbarunya, ia mulai menghentikan laju mobilnya tepat di depan tangga yang menuju ke pintu utama rumah. Ia melihat Alard yang masih setia berdiri di sana dengan tatapan mata tenang, namun penuh kewaspadaan. Laki-laki itu sangat baik dalam menjalankan setiap tugasnya, karena kepercayaan yang di tanamkan untuk Hana pasti tidak akan pernah diingkari oleh siapapun.     

Berani mengingkari janji, berarti juga berani menerima segala konsekuensinya.     

Hana langsung saja membuka pintu mobil, dengan tangan kanan yang sudah memegang kuncinya. Ia melangkahkan kakinya, mendekat ke arah Alard. "Tolong parkiri mobilku dengan benar, Alard." ucapnya sambil memberikan kunci yang berada ditangannya itu ke hadapan laki-laki tersebut.     

Alard yang melihat itu langsung saja meraih kunci mobil, dan menganggukkan kepalanya. Ia sangat paham dengan setiap inci pekerjaan yang harus ia lakukan. "Baik, Nona. Dan kebetulan ada Nona Allea yang berkunjung, dia sudah di dalam. Sepertinya sedang bersama dengan Retta." ucapnya memberikan penjelasan lebih mengenai kedatangan Allea yang ternyata sudah masuk ke rumah Hana. Yang tentu saja ia tahu jika Retta yang bertugas untuk berjaga di bagian garasi.     

Hana menaikkan sebelah alisnya, lalu beralih untuk mengeratkan jaket yang terbalut di tubuhnya. Seorang pembunuh bayaran cantik harus memiliki selera fashion yang tidak boleh ketinggalan zaman, iya kan? Nah maka dari itu kini jaket kulit seharga berjuta-juta dollar sudah berada di tubuhnya. "Ada keperluan apa?"     

Pantas saja dirinya bingung karena terakhir ia bertemu dengan Allea, gadis itu menolak secara harus tawaran yang di berikan untuknya. Dan kini, untuk apa Allea datang ke rumahnya tanpa pemberitahuan sama sekali? Ah atau gadis itu memang sengaja ingin memberi dirinya sebuah kejutan atas kembalinya sang asisten assassin. "Kalau begitu, apa dia lolos sistem keamanan? Setahu ku, aku belum menggantinya dengan yang baru." ucapnya sambil menatap manik mata Alard. Ia sama sekali tidak pernah keberatan jika ada seseorang yang masuk kembali ke dalam hidupnya. Asalkan tidak membawa boomerang padanya, hal itu bukanlah masalah sama sekali.     

Alard menganggukkan kepalanya, ia membenarkan pertanyaan Hana yang menanyakan tentang lolosnya Allea dari semua sistem keamanan. Kalau tidak, sudah dapat di pastikan jika gadis itu kemungkinan sudah tewas karena di identifikasi oleh sistem sebagai sebuah ancaman yang berbahaya. "Tentu saja, mobilnya pun bersih dari senjata tajam. Tapi sepertinya ia habis membeli mobil baru." ucapnya sambil memberitahu apa yang tadi ia lihat. Sampai mobil baru milik Allea pun ia katakan dengan sangat detail. Padahal, itu tidak terlalu perlu.     

Hana mengangkat sebuah senyuman kecil, ia selalu bangga dengan Allea yang menurut. Jika dirinya bilang tidak, maka ya tidak. Bukan bilang tidak, tapi malah di langgar. Kalau seperti ini, mungkin saja memang takdir ingin mempersatukan mereka dalam kerja sama yang baik. Tentu saja setelah rencananya ini berjalan dengan sangat mulus.     

"Bagaimana dengan Nona sendiri? Bukankah ada misi penting yang hari ini harus di selesaikan?" tanya Alard yang sedaritadi masih bingung dengan kehadiran Hana yang tiba-tiba. Pasalnya, gadis ini tadi menyuruh dirinya untuk menjaga keamanan tapi kenyataannya dia kembali kekediaman.     

Hari H. Iya, hari ini sudah di prediksi noleh Hana dari berbulan-bulan yang lalu. Ia selalu melakukan semuanya dengan cepat, tapi tentu saja perhitungannya juga mantap.     

Hana terkekeh kecil, lalu menepuk pelan pundak Alard. "Hanya ingin memeriksa sesuatu saja," ucapnya.     

Tanpa mendengarkan ucapan Alard, Hana langsung saja melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah. Hal pertama yang ia lakukan adalah mengitari pandangannya untuk mencari keberadaan seorang Allea Liagrelya.     

"Allea!" serunya memanggil nama tersebut.     

Pasalnya, di ruang tamu tidak ada siapapun. Bahkan jejak Retta saja tidak ada. Apa mereka belum sampai di ruangan ini dan mungkin masih berkeliling, mengingat Allea yang selalu terpesona dengan setiap pahatan furniture di dalam rumahnya.     

Ia tadinya berniat untuk langsung pergi ke kamar tidur dan kembali ke bangunan tua yang di dalamnya ada Chris dan Xena. Berdoa saja jika laki-laki itu tidak lancang dan berusaha untuk merusak apa yang menjadi miliknya. Kalau sampai terjadi, ia berjanji akan menembaki bokong Chris sampai tidak bernyawa. Karena kalau seseorang yang di beritahu lebih keras kepala, lebih baik dimusnahkan dari muka bumi. Pemikiran sederhana yang menyeramkan. Tapi semua itu tertunda karena adanya Allea, mungkin ia harus berbincang-bincang sebentar dengan gadis itu.     

"KYAAAAAAA!"     

PRANK!     

Hana terlonjak kaget, lalu segera beranjak dari duduknya. Ia menoleh ke sumber suara, berasal dari area dapur.     

"Kenapa sih?" gumamnya bertanya pada diri sendiri. Ia langsung saja melangkahkan kaki menuju ke arah sumber suara. Apalagi tadi di tambah dengan suara suatu benda yang jatuh dan bersentuhan dengan lantai.     

Setelah mendekati area dapur, kedua manik matanya menangkap sosok Allea yang sudah berdiri di atas meja makan dengan raut wajah ketakutan. Dan Retta tentu saja tidak bisa berbuat apapun karena ia adalah robot.     

Hana terkekeh kecil begitu menemukan apa yang menjadi sumber teriakan Allea. "Pussy, jangan dekat-dekat dengan Allea. Ayolah, kamu harus tahu jika dia geli dengan mu." ucapnya sambil melangkahkan kaki untuk berjalan ke salah satu kucing berwarna hitam yang pekan lalu baru di beli olehnya. Dengan tangan meraih tubuh kucing tersebut dan membawanya ke pelukan, ia mengelus-elus puncak kepala sang hewan kesayangan yang selalu menjadikan simbol assassin ciri khasnya.     

Dengan mata yang mulai teralih ke arah Allea yang dengan sangat konyolnya itu berada di atas meja, melihat ke arahnya dengan raut mata yang seolah-olah mengatakan 'jauhkan kucing itu dari lebih ku'.     

Hana menganggukkan kepalanya, lalu kembali menaruh kucing hitam yang diberi nama Pussy itu ke lantai. Mendorong pelan tubuhnya supaya segera pergi dari sini, dan berhasil. "Retta? You can go back to the garage." ucapnya ketika melihat Retta yang masih saja berdiam diri di sudut ruangan. Wajah robot tersebut tanpa ekspresi, namun bisa berbicara layaknya seorang manusia.     

(*Retta? Kamu bisa kembali ke garasi.)     

Retta yang mendengar perintah sang Nona muda itu langsung saja menggerakkan kembali tubuhnya, lalu melambaikan tangan kepada Allea sebagai salam perpisahan. "See you, Miss Allea. I'm happy to be with you in this house." ucapnya sambil membalikkan tubuhnya yang kaku karena terbuat dari kerangka besi, memiliki banyak jenis dengan berat beraneka ragam.     

(*Sampai jumpa, Nona Allea. Aku senang bersamamu di rumah ini.)     

Setelah Hana melihat kepergian Retta yang kembali memasuki pintu yang langsung membawa dirinya ke garasi, ia menolehkan kepalanya pada Allea yang kini sudah kembali menginjakkan kakinya di lantai rumahnya. "Kenapa heboh sekali? Itu hanya kucing." ucapnya sambil terkekeh kecil. Hampir saja pikirannya berkelana kemana-mana memikirkan kemungkinan Allea yang mengalami kecelakaan di rumahnya sendiri.     

Allea yang tengah menepuk-nepuk rok kerjanya itu langsung saja menyunggingkan sebuah senyuman. "Eh? Hana? Sejak kapan disini?" tanyanya dengan nada kebingungan. Di dalam hati, ia merutuki kedatangan Hana yang entah kenapa bisa ada di rumah ini juga. Kalau begini, bagaimana bisa rencananya berjalan dengan mulus? Bisa-bisa, belum bertindak pun sudah tertangkap basah!     

Hana menaikkan sebelah alisnya, "Ayolah ini kan rumah ku. Seharusnya aku yang bertanya, untuk apa kamu kesini?"     

Skakmat     

Allea menggaruk pipinya, ia merasa jika lidahnya kini berubah menadi kelu. Lalu dengan cepat, ia memutuskan untuk mengambil teflon yang tadi tidak sengaja terlepas dari tangannya akibat Pussy yang tiba-tiba bermanja-manja pada kaki jenjangnya. Ah tidak, membayangkannya kembali membuat dirinya langsung merinding. "Aku ingin menagih teflon yang ingin di berikan Alard waktu itu, dan ku pikir sekalian berkunjung sebentar tapi ternyata kamu tidak ada." ucapnya memberikan penjelasan. Ia berusaha untuk berbicara tanpa terbata-bata supaya gadis itu tidaklah curiga, dan sepertinya berhasil. Toh dirinya ini juga suka sekali mengubah pengekspresian wajah secara tiba-tiba.     

"Di jam kerja seperti ini?" tanya Hana yang kini mulai menyipitkan matanya. Ia menatap secara detail, apa yang akan di lakukan Allea di rumahnya saat ini. Awalnya ia memang mungkin saja gadis ini berubah pikiran, tapi mendengar alasan Allea kesini hanya untuk mengambil teflon rasanya...     

Allea langsung saja menggelengkan kepalanya. Ia tidak mau Hana langsung memiliki prasangka burul terhadap dirinya, pasti nanti semuanya akan berantakan. "Tidak, aku juga ingin membicarakan hal itu pada mu." ucapnya sambil memberikan sorot mata penuh keyakinan kepada gadis yang kini sudah berada di hadapannya. Jangan di tebak, pasti di balik jaket kulit tersebut ada sebuah pistol yang siap menembak siapapun tanpa aba-aba.     

"Hal apa?" tanya Hana memastikan jika Allea tidaklah lupa. Ini adalah tes pengujian jika kedatangan gadis itu sama seperti apa yang dia katakan. Jangan harap mulut bisa saja berbohong, tapi di dalam hatinya memiliki artian lain.     

Allea menaruh anak rambutnya yang menjuntai ke belakang telinga, lalu membasahi bibirnya yang terasa kering. "Mengenai tawaran mu untuk kembali." ucapnya yang masih mengingat detail tentang apa yang diucapkan oleh Hana pada malam itu. Ia bukan pribadi yang pelupa, jadi siapapun yang pernah memberikan harapan palsu padanya, ia akan selalu ingat     

Mendengar ucapan Allea langsung saja membuat senyum Hana merekah. Ini adalah hal yang paling ia tunggu-tunggu. Dengan adanya Allea di setiap pekerjaan yang ia lakukan, sudah pasti akan terasa lebih ringan. "Dan apa jawabannya?" tanyanya sambil mengulum sebuah senyuman kemenangan.     

Hana selalu membayangkan, dirinya kembali memimpin di depan. Dengan menjabat status sebagai pembunuh bayaran terkenal adalah hal yang paling di dambakan oleh semua orang. Tidak sih, tidak semua. Lebih tepatnya hanya di dambakan oleh orang-orang yang memiliki sifat mendarah daging jiwa kriminalitas.     

Kalau Allea kembali berpihak pada dirinya, tentu saja orang yang berada di ruang lingkup Xena berkurang satu.     

"Kalau begitu, jawaban ku..."     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.