My Coldest CEO

Seratus empat puluh tujuh



Seratus empat puluh tujuh

0Bangunan tua yang merupakan bekas kediaman besar keluarga Xavon, kini sudah terlihat tidak terurus dengan tanaman rambat di dinding yang mulai tumbuh. Belum lagi dinding luar bangunan terlihat retak dengan bercak lumut akibat terlalu sering tertimpa air hujan.     

Namun tak ayal, apa yang di dalam bangunan tersebut sudah tertata apik mengesampingkan penampilan luar yang terkesan jauh dari kata terawat. Apa yang ada di dalam sana sudah di modifikasi sedemikian rupa menjadi alat penghancur yang bisa saja mematikan.     

"Apa rencana selanjutnya?"     

Erica menatap Sean yang kini tengah bersiap-siap dengan memakai jas anti peluru, sarung tangan yang memiliki racun dan 5 pisau tajam sebesar jari tangan, serta berbagai macam peralatan canggih yang akan sangat teramat berfungsi nantinya.     

Sapuan terakhir, Sean memakai kacamata yang sudah berubah menjadi kaca bening --bukan hitam gelap--. Ia mengaktifkan mode pengintai, dan menyambungkannya dengan milik Erica. Sinyal ponsel sudah tidak akan bisa terdeteksi di dalam sana, ini semua akibat dirinya yang memasang penghalang radar satelit telepon --kecuali di ruang tengah bangunan tua tersebut--, tapi entahlah Hana sudah mengganti sistemnya atau tidak. "Rencana selanjutnya? Langsung masuk ke dalam sana." ucapnya sambil menyapu kebelakang jambulnya.     

Tidak ada lagi tingkah aneh yang menimbulkan amarah serta rasa kesal yang akan hadir di perasaan Erica. Kini, waktunya untuk serius mengambil andil permainan.     

Erica yang sudah berganti dengan celana jeans mirip hotpants --atas perintah Sean karena gadisnya malah memakai rok kerja dalam keadaan seperti ini--, dan tentunya jas formalnya juga sudah terlepas. Semua barang-barang miliknya ada di kursi belakang, kini penampilan lebih santai supaya bisa dengan mudahnya bergerak. "Masuk bersama, atau bagaimana?" tanyanya, ia tentu saja menanyakan hal sederhana ini untuk lebih teliti dan berhati-hati dalam mengambil semua tindakan.     

"Sepertinya jalan masuknya sama seperti yang aku buat, tapi sayangnya ruang tengah pasti sudah di perbarui sistem keamanannya." ucap Sean sambil menganggukkan kepalanya, ia sangat yakin jika polesan Hana tidak akan pernah main-main, bahkan tingkat kegagalannya hanya mencapai persentase 2% saja.     

Erica menganggukkan kepala, ia paham dengan apa yang di jelaskan oleh Sean. "Kalau begitu, kita masuk dari jalan yang berbeda saja." ucapnya memutuskan hal yang benar.     

Erica, Vrans, dan D. Krack untuk jalan 3 jalan masuk.     

Berbicara tentang D. Krack, kenapa laki-laki itu sampai sekarang belum datang? Tersesat? Tidak mungkin! D. Krack sangat ahli membaca jalur pada maps ponsel. Lagipula, perjalanan dari kediaman Orlin kesini tidak memakan waktu yang lama.     

"Kemana D. Krack?"     

Pertanyaan yang sama dengan apa yang di pikirkan Erica pun itu langsung keluar dari mulut Sean. Ternyata mereka memiliki satu pemikiran yang sama, memang jodoh tapi rasa ego menutupinya. Biarlah nanti mereka yang menyadari betapa pentingnya sebuah hubungan.     

Erica mengangkat bahunya, menjawab pertanyaan Sean dengan ketidaktahuan. Ia niatnya ingin menelpon laki-laki tersebut yang entah kenapa sudah di tunggu hampir 10 menit lamanya di lokasi tapi tidak kunjung datang, bisa-bisa waktu terus terulur dan kematian Xena semakin terlihat di depan mata. Jangan sampai!     

Tok     

Tok     

Tok     

Sosok laki-laki yang sedaritadi di tunggu kedatangannya ternyata sudah berada di luar mobil, tadi mengetuk kaca mobil supaya mengalihkan perhatian Sean dan Erica yang tengah mengobrol.     

Sebelum keluar dari mobil, Sean menahan pergelangan tangan Erica membuat gadis yang sudah melepaskan seatbelt dari tubuhnya itu kembali menatap dirinya. "Jaga diri baik-baik, jangan sampai kenapa-napa." Sorot mata yang menunjukkan kilatan keseriusan itu terlihat jelas di kedua manik bola matanya. Ia rasanya ingin...     

Mendengar ucapan hangat Sean membuat sebuah senyuman simpul di wajah Erica hadir begitu saja, ia mendekatkan dirinya ke tubuh Sean.     

Wanna hug him? Yes, sure!     

Pada detik selanjutnya, kedua insan tersebut sudah berpelukan hangat menyalurkan sebuah rasa yang hanya mampu di rasakan oleh mereka sendiri. Sean pun yang tidak siap dengan pelukan ini sempat menahan napasnya, lalu ketika tersadar dengan apa yang dilakukan gadis ini, ia pun langsung menjulurkan tangannya untuk melingkari pinggang Erica.     

"Jaga dirimu, nanti aku tidak bisa di jahili pembunuh bayaran aneh ini lagi." ucap Erica sambil berbisik tepat di telinga Sean. Bagaimana pun juga ia tidak pernah berfikir untuk kehilangan laki-laki ini.     

Eh, jangan salah paham dulu. Erica hanya... ia dia kan belum menjadi pemenang di perjanjiannya bersama Sean, iya kan? Iya memang itu kok alasannya, bukan karena telah menaruh hati pada laki-laki maskulin itu. Ia tidak akan pernah membiarkan dirinya kalah, entah sampai kapan.     

Sean melepas pelukan mereka karena di luar sana, ia melihat D. Krack yang mengetuk-ngetuk jam tangannya. Pertanda jika mereka sudah tidak memiliki banyak waktu lagi, padahal sedaritadi dirinya menunggu kehadiran laki-laki itu. Memang dasarnya D. Krack saja tidak tahu di untung. Dan nilai positifnya, laki-laki itu memiliki banyak peralatan yang dibutuhkan olehnya. Kalau tidak, ia berjanji akan menendang bokong D. Krack karena kesal tengah merusak suasana.     

Cup     

Satu kecupan hangat berhasil mendarat di bibir Erica dengan mulus. "Jangan bodoh, apa yang sudah di siapkan oleh Hana pasti bukanlah main-main." ucapnya sambil membenarkan letak kerah jas-nya. Ia langsung saja keluar dari mobil, dan menutup pintunya kembali.     

Sesuai dengan apa yang pernah terjadi pada beberapa bulan yang lalu, Erica menyarankan untuk memarkirkan mobil di depan dinding halaman luar gerbang bangunan tua ini, agar mobil mereka terhalang dan tidak ada satupun sistem keamanan yang dapat mendeteksinya.     

Tunggu sebenarnya, bantu Erica untuk bernapas terlebih dahulu. Mengapa tiba-tiba dirinya menjadi tersentak seperti ini? Belum lagi pasokan udara di sekelilingnya terasa semakin menyempit dengan oksigen yang berkurang. Jangan katakan jika ia terbius oleh sebuah kecupan Sean.     

"Eh?" Tersadar dari lamunannya yang berlangsung selama beberapa detik itu, Erica mulai menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan. "Ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan hal konyol ini." sambungnya sambil keluar dari mobil untuk segera berlari ke arah dua orang laki-laki yang kini sedang mengintai kondisi di sepanjang halaman tersebut.     

D. Krack terlihat memakai kacamata yang sama dengan milik Erica dan Sean, ternyata komunikasi memang sangatlah penting untuk semua ini.     

"Jangan sampai salah perhitungan, pasti ada ranjau mematikan di bawah tanah yang akan menghabiskan tubuh kita karena salah pijak."     

Itu adalah terkaan dari D. Krack. Ya seperti layaknya film layar lebar mengenai anggota FBI yang mengejar penjahat dan ternyata memiliki beberapa macam alat pertahanan diri yang tersembunyi di tempat tak terduga.     

Erica yang mendengarkan penuturan konyol itu pun hanya mengangkat sebelah alisnya, merasa tidak setuju dengan apa yang di ucapkan oleh D. Krack. "Untuk apa Hana menghabiskan waktunya mengubah halaman depan menjadi ranjau? Kalau seperti itu berarti dia tidak menikmati permainannya sendiri dong karena membunuh terlalu cepat, iya kan?" ucapnya menyalurkan apa yang kini berada di pikirannya.     

Berpikir positif dan maju serta masuk akal adalah sisi baik dari seorang Erica. Gadis ini mampu menentang jalan pikir orang lain yang menurutnya sangat tidak masuk akal. Hei untuk apa seseorang telah mengundang para sasarannya ke tempat yang sudah di sediakan tapi sejak awal di suguhkan sesuatu seperti apa yang di pikiran D. Krack itu? Sama saja tidak seru, iya kan?     

Sean yang mendengar ucapan dari kedua orang yang berada di dekatnya saat ini mulai menyatukan pendapat mereka, memilih siapa yang benar dan siapa yang salah.     

Dengan menjentikkan jemari, Sean langsung saja menganggukkan kepalanya menyetujui apa yang diucapkan oleh Erica. "Benar juga, kalau di awal sudah tumbang, sama saja Hana tidak mendapatkan sensasi penyiksaan apapun dari kita." ucapnya setelah berhasil menyaring apa yang di katakan oleh gadisnya.     

D. Krack yang merasa suaranya kalah itu hanya bisa menganggukkan kepalanya, lebih baik ia ikut rencana saja.     

Mereka bertiga tanpa basa basi langsung saja melangkahkan kakinya, mulai memasuki pekarangan bangunan tersebut. Tidak ada sistem keamanan canggih untuk mendeteksi indentitas mereka, perawalan tentu saja masih bersih dari segala bentuk macam rintangan.     

Begitu sampai di pintu utama bangunan ini yang terbuat dari kayu yang tampak lapuk dan mungkin saja selalu di terpa oleh angin, air hujan, serta panas mentari yang terik.     

Sean melirik ke arah Erica, lalu mengelus puncak kepala gadis itu dengan kehadiran seulas senyuman. "Hati-hati." gumamnya. Entah perasaan tidak ingin kehilangan atau bagaimana, ia pun juga tidak tahu pasti.     

Erica memutar kedua bola matanya, lalu menatap Sean seolah-olah berkata 'apa kamu sakit?'. Pasalnya sedari tadi laki-laki ini bertindak sangat hangat pada dirinya. Biasanya jahil dengan tatapan menggoda ciri khasnya sudah tertampil membuat ia muak, tapi tidak dengan kali ini.     

"Sudah berkali-kali kamu mengatakan itu, Sean."     

"Tidak apa, supaya kamu ingat saja."     

"Memangnya kamu pikir aku ini pelupa?"     

"Iya, terkadang seperti wanita tua."     

Jangan mulai lagi, Sean...     

Mendengar adu mulut yang kembali terjadi di antara Sean dan Erica, tentu saja D. Krack langsung memutar media bola matanya. Padahal tadi mereka saling menebar kasih satu sama lain, tapi kini kembali bertindak seperti dua kubu semut yang berperang memperebutkan gula.     

"Jangan buang-buang waktu sih, lihat sudah jam berapa?"     

Mendengar teguran yang berasal dari D. Krack, tentu saja membuat Sean dan Erica langsung memutuskan untuk kembali ke rencana. Lihat, ini semua salah Sean yang selalu saja tidak ingin mengalah dengan gadis dingin itu!     

"Dasar pembunuh bayaran aneh," ucap Erica sambil menginjak kaki Sean dengan sengaja.     

Siempunya kaki meringis kecil, lalu dirinya malah mengulum sebuah senyuman. "Berani tidak sopan pada ku, berarti nanti kamu harus menerima lumatan dari ku."     

"Berisik, dasar laki-laki tidak jelas."     

Pada saat itu juga, Erica langsung saja membuka pintu utama tersebut. Dan ya, seperti yang ia tebak, semua desainnya masih sama dengan yang dulu. 2 pintu yang tampak dengan mata telanjang, dan 1 pintu yang tersembunyi di balik wallpaper dinding.     

""Hi, I'm back with a different assassin as host."     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.