My Coldest CEO

Seratus lima puluh



Seratus lima puluh

0Xena yang habis keluar dari toilet pun rasanya sangat lega sekali. Ia sudah melepas jas kerjanya yang terasa panas karena dipakai terus-menerus, apalagi sedari tadi kerjaannya hanya memberontak saja. Peluh di pelipisnya mulai terlihat, dan membuat atmosfer di sekelilingnya sedikit panas.     

Dasar Hana tidak berperasaan, dirinya ingin buang air kecil pun menjadi terhalang. Yang tadinya ekspresi garang sudah tampil di wajah manisnya, kini sudah berganti menjadi raut wajah yang teramat menggemaskan seperti bayi lugu menatap dunia awal kedatangannya.     

Ia melihat ke arah Chris yang sekarang sudah duduk menarik kursi kayu ke samping kasurnya. Laki-laki itu sibuk menatap layar ponsel yang mengeluarkan suara seseorang, mungkin saja dia lagi menonton film atau sejenisnya.     

Dengan acuh tak acuh, ia kembali ke atas kasurnya sambil melempar jas kerjanya ke atas nakas kosong yang tidak diletakkan benda apapun. Memposisikan tubuhnya seperti awal dirinya di sekap, lalu menolehkan kepala ke arah Chris yang kini sudah menjatuhkan pandangan ke arahnya. "Kok diam? Ayo borgol aku lagi." ucapnya dengan tangan yang sudah di arahkan ke atas, dan kaki yang membentuk huruf V terbalik.     

Mendengar ucapan Xena, tentu saja dapat membuat Chris merasa tidak habis pikir dengan gadis ini. Hei, apa seseru itu saat dirimu sedang di sekap dan ketika sudah di bebaskan tiba-tiba meminta untuk ke borgol lagi? Apa-apaan ini?     

"Aku sudah membebaskan mu, kenapa kembali ingin di borgol?" ucapnya sambil menggelengkan kepalanya merasa konyol dengan tingkah Xena. Ia pikir, gadis ini akan mencoba kabur walau hasilnya nihil. Tapi Xena sama sekali tidak memikirkan hal itu, bahkan menepati janjinya yang ke toilet hanya untuk membuang air kecil. Apa ada di dunia ini gadis seperti dia? Ah iya, mungkin tidak ada.     

Karena Xena adalah gadis pluto, yang artiannya sudah tidak ada lagi di muka bumi, dan dia adalah satu-satunya yang ada di sini menyimpan segala keunikan dan kekonyolannya.     

Xena menaikkan sebelah alisnya merasa bingung dengan apa yang di ucapkan oleh Chris. "Loh? Bukannya tadi aku hanya izin untuk ke kamar mandi? Aku sudah selesai, dan tidak ada lagi hal yang ingin ku lakukan lagi." ucapnya sambil mengerjapkan kedua bola matanya dengan polos. Ia memang selalu mengatakan hal yang sebenarnya, sangat teramat jujur. Toh kalaupun ia berlama-lama di toilet, untuk apa?     

Hanya bermodal 'hah?' yang keluar secara refleks dari dalam mulut Chris, laki-laki itu segera menekan tombol home di layar ponselnya. Dengan meletakkan benda pipih yang menjadi candu banyak manusia di dunia itu, ia meletakkannya ke atas nakas lain yang bersebrangan dengan nakas yang tadi di pakai oleh Xena untuk menaruh jas kerjanya. "Kayaknya kamu sakit deh, Na." ucapnya masih menatap Xena dengan tidak percaya.     

Ayolah, memangnya siapa yang berani mengajak bicara seorang kriminal dengan topik sederhana namun terdengar membingungkan ini? Hanya Xena yang bisa seperti itu. Sudah pernah saat di sekap tapi di ajak main ludo, belum? Kalau belum, pasti Chris harus merasakannya.     

Xena terkekeh kecil, lalu menggelengkan kepalanya dengan gerakan pelan. "Tidak, memang ini kan tugas ku? Di sekap sama kalian, dan tiduran dengan tenang di atas kasur." ucapnya sambil menyipitkan kedua bola matanya ke arah laki-laki yang kini berada di sebelahnya. Ia sampai ingin merasa tertawa terbahak-bahak karena ekspresi Chris yang sangat konyol itu. Hei, apa ada yang salah dengan dirinya?     

"Kenapa tidak ketakutan lagi?" tanya Chris pada akhirnya. Ia sudah cukup penasaran dengan apa yang dilakukan Xena kini. Padahal, tadi gadis itu sibuk berteriak minta di lepaskan bahkan sempat menangis tersedu-sedu dan melayangkan tatapan tajam ke arahnya. Tapi kenapa perubahan itu cepat sekali? Sebenarnya, siapa yang aneh disini?     

Xena mengangkat bahunya dengan acuh, ia merasa jika sudah tidak ada lagi yang harus di khawatirkan. Kalau takdir baik dan mereka semua berhasil menyelamatkan dirinya, ia akan sangat memanjatkan puji syukur pada Tuhan. Kalaupun nanti takdir berpihak lain pada dirinya yang memutuskan untuk meninggalkan dunia ini dengan segala isinya yang ia sayangi, memangnya ada cara pencegahan lain untuk menolak kematian?     

Dengan rasa yakin seribu yakin, Xena berpikir jika rencana Tuhan tidak ada yang tidak indah.     

"Memangnya kamu berharap jika aku akan teriak? Atau bagaimana? Aku sudah berada di posisi ini untuk yang ketiga kalinya, jadi aku hanya menyerahkan semuanya pada takdir." ucapnya dengan nada tenang, ia berusaha tenang. Sebenarnya, opsi kedua tadi yang menyangkut tentang kematian, tentu saja ia tidak siap.     

Ada begitu banyak yang hal mewarnai kehidupannya sampai memiliki kepribadian yang sangat teramat menghibur buat orang lain ini, dan tentunya ia ingin membalas budi walaupun tidak maksimal. Jika di hitung-hitung, ia sudah membuat orang lain tertawa atas tingkahnya, dan itu semua juga membangkitkan rasa hangat di dalam diri. Dan berkat itu semua, ia menyayangkan jika harus meninggalkan dunia ini.     

Berharap saja tidak ada korban kekejaman pembunuh bayaran yang tidak kenal belas kasihan.     

Chris mengangkat bahunya, ia pun juga tidak tahu kenapa jadi banyak bertanya seperti ini. "Ya setidaknya, kamu harus berusaha kabur." ucapnya sambil menggaruk pipi yang tidak gatal. Jujur, ia kini merasa kalah dengan daya kemampuan berpikir yang ada di dalam otak Xena.     

"Kabur? Untuk apa, Chris? Merepotkan dan membuang-buang tenaga saja." ucapnya sambil memutar kedua bola mata. Ia lebih memilih untuk menghadapi apa yang ada di depan mata. Tidak, ia bukannya tidak ingin berusaha untuk keluar di zona seperti ini. Tapi, kalaupun ia berusaha kabur toh tidak akan ada hasil yang dapat memuaskannya.     

"Lalu?" tanya Chris yang sudah kehabisan pertanyaan untuk menyalurkan rasa bingungnya.     

Xena mengalihkan pandangannya, ia menatap ke atas langit-langit ruangan ini. Tangannya tidak lagi mengarah ke atas, tapi sudah berganti menjadi tumpuan di bawah kepalanya. "Hal yang paling menyenangkan itu tahu kalau seseorang yang aku sayang tengah berusaha menyelamatkan aku. Kalau aku kabur, sama saja nanti kita beda arah dan berakhir tidak ketemu. Iya kan?" ucapnya memberikan penjelasan lebih detail tentang apa yang ia rasakan.     

Bahkan hanya memikirkan hal ini saja mampu membuat seulas senyuman terbingkai manis di permukaan wajahnya.     

"Tidak, aku tidak pernah memperjuangkan siapapun. Membuang-buang waktu saja," balas Chris. Ia menjadikan kaki kiri sebagai tumpuan kaki kanannya, lalu menatap setiap pahatan wajah Xena yang ia yakin lebih terlihat manis daripada milik Hana yang lebih menjerumus ke arah cantik dan menawan.     

Xena kembali menolehkan kepalanya ke arah Chris, ia menatap laki-laki itu dengan tatapan tidak percaya. Manusia seperti apa yang kuat tanpa cinta? Ah iya, ada D. Krack yang sampai sekarang pun belum berniat untuk memulai kisah cintanya. "Kenapa memangnya? Apa setiap pembunuh bayaran tidak memiliki cinta sejati?" tanyanya menyalurkan sebuah pemikiran yang menjadi terheran-heran karena ucapan Chris.     

Mendengar nada bicara heran yang diucapkan oleh Xena, tentunya Chris langsung saja terkekeh kecil. "Apa? Memang tidak minat saja, karena mengganggu pekerjaan ku." ucapnya sambil menatap gadis yang kini masih terbaring di atas kasur tanpa berniat untuk beranjak itu. Ia pikir, Xena ini adalah target teraneh yang pernah ia temui. Pantas saja Hana gemar mengincar gadis ini, ternyata sangat beda dari yang lainnya. Jadi, ini kini tahu seberapa berharga hidup Xena bagi orang-orang di sekelilingnya.     

Kalau begitu...     

Apa Hana ingin menghancurkan hidup gadis ini?     

"Kalau boleh tahu, kenapa Hana gencar mengincar dirimu?" tanyanya. Ia tidak pernah masalah dan dicap sebagai laki-laki yang memiliki tingkat penasaran tinggi, toh dirinya memang benar penasaran. Kali saja, dalam kasus kali ini Hana lah yang sesungguhnya bersalah dan terlalu mementingkan obsesi serta hasrat yang sudah bercampur menjadi satu bagian utuh.     

Xena mengerutkan keningnya, mencoba mengingat hal apa yang menjadi akar permasalahan ini semua. Ah iya, sejak kedatangan Orlin semuanya seakan-akan kembali menarik dirinya ke dalam lubang hitam besar berisi kesengsaraan.     

"Semua hanya berawal dari seorang gadis sahabat Vrans yang suka pada kekasihku itu, dan ya ia mengirimkan Sean dan Hana untukku." ucapnya sambil tersenyum kecil. Tidak, ia tidak akan pernah menyalahkan Orlin. Kalau dia bertindak seperti itu, pasti kasihan kematian gadis tersebut tidak akan pernah di terima pada bagian alam selanjutnya.     

Chris menaikkan sebelah alisnya. Hei, itu adalah permasalahan yang konyol? Tuh kan benar, hanya karena cinta saja bisa membuat orang buta sampai membahayakan keselamatan orang lain dalam waktu yang berkepanjangan.     

"Itu konyol, dan kamu sebenarnya tidak pantas untuk berada di posisi ini."     

Jangan sampai karena obrolan kali ini membuka hati nurani Chris yang akan merasa kasihan dengan apa yang dialami Xena saat ini. Toh ia hanya mengikuti perintah Hana, dan tidak pernah tahu menahu dengan asal usul semua ini.     

Xena sebenarnya sedang berharap dengan kedatangan Vrans yang segera ke sini untuk membebaskan dirinya dari semua ini. "Memangnya mau bagaimana lagi?" ucapnya sambil tersenyum miris, ia sangat tidak tahu harus berbuat apalagi selain berdiam diri dan menerimanya.     

Chris langsung saja melirik ke arah jam dinding yang terpajang tidak jauh dari jangkauan matanya, ia langsung saja beranjak dari duduknya lalu mengambil ponsel dan di masukkan ke dalam saku celananya. "Sepertinya kunjungan ku sudah selesai, selamat beristirahat untuk hari terakhir." ucapnya sambil melangkahkan kakinya ke arah pintu yang menjadi akses keluar dan masuk.     

"Eh? Kamu tidak kembali memborgol ku?" tanya Xena sambil menatap ke arah Chris. Ia tidak pernah berkepikiran untuk di beri kebebasan seperti ini.     

Mendengar ucapan Xena membuat Chris kembali memutar kepalanya untuk menatap ke arah gadis tersebut yang menatapnya dengan lugu. "Tidak, anggap saja kebebasan bagi mu."     

Kini, Xena tahu satu hal. Seorang penjahat, tidak seutuhnya penjahat. Mungkin ada penjelasan lainnya kenapa mereka seperti itu, tapi di dalam hatinya masih memiliki kebaikan yang tertutupi oleh tingginya rasa ego.     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.