My Coldest CEO

Seratus lima puluh dua



Seratus lima puluh dua

0"Berisik, dasar laki-laki tidak jelas." gumam Erica saat mendengar ucapan Sean yang terdengar sangat menyebalkan. Di saat seperti ini masih sempat-sempatnya laki-laki itu melayang sebuah kalimat yang cukup vulgar di telinganya. Kalau ini bukanlah situasi seperti ini, ia yakin sudah melayangkan kakinya tepat ke arah perut rata yang membentuk 6 buah kotakan.     

Kalau para gadis melirik ke arahnya, pasti mungkin saja merasa meleleh dengan tubuh yang sangat kokoh ini. Ibaratnya ya Sean itu seperti memiliki sebuah julukan 'pelukable', ya mungkin seperti itu. Apalagi jika membayangkan di dekap oleh laki-laki seperti dirinya, pasti sangat memabukkan. Ah iya, tapi mungkin hal itu sama sekali tidak berlaku pada Erica yang hatinya sedingin batu es. Bahkan kalau boleh memilih, ia ingin mendorong Sean saja ke jurang daripada harus mengagung-agungkan laki-laki menyebalkan dan aneh itu.     

Pada saat itu juga, Erica langsung saja membuka pintu utama tersebut tanpa ingin merespon lebih lanjut dengan apa yang di ucapkan Sean padanya, katanya sih tidak penting untuk meladeni laki-laki itu. Dan ya, seperti yang ia tebak, semua desain bangunan ini masih sama dengan yang dulu. Terdapat 2 pintu yang tampak hanya dilihat dengan mata telanjang, dan 1 pintu yang tersembunyi di balik wallpaper dinding seperti apa yang ia hadapi dulu dengan kemampuan berpikir otaknya.     

Dengan sebuah senyuman yang lebih mirip dengan seringai tajam, Erica menganggukan kepalanya dengan gerakan perlahan. "Hi, I'm back with a different assassin as host." gumamnya dengan kedua bola mata yang sudah berkilat.     

(*Hai, aku kembali dengan pembunuh lain sebagai tuan rumah.)     

Ia sangat tidak sabar untuk disuguhkan dengan berbagai macam kecanggihan yang berada di dalam otak Hana. Kalau Sean yang tidak ada bandingannya dengan gadis itu mampu membuat bangunan tua ini sebelumnya dengan desain yang patut di acungi jempol, apalagi jika sang Hana yang memiliki kadar kecerdasan di atas laki-laki itu. Bukankah pastinya akan lebih berbahaya?     

Mungkin dulu Sean suka sekali untuk bermain-main dengan kemampuan otak, dan tidak menyakiti pion pelengkap. Tapi kali ini, mungkin saja Hana ingin membantai mereka tanpa ampunan sedikit pun.     

"Oke jadi gini, aku masih sama ke pintu tengah, Sean ke kiri, dan D. Krack ke kanan, mengerti?" ucapnya sambil membagi ketiga bagian pintu yang dapat di jelajahi oleh mereka.     

Mendengar nada perintah seperti itu, D. Krack pun menaikkan sebelah alisnya. "Apa sebaiknya kamu dan Sean berdua masuk ke dalam satu pintu?" ucapnya memberikan saran lainnya yang mungkin terdengar jauh lebih baik daripada sebelumnya.     

Kalau mereka terpisah seperti itu, sudah dapat dipastikan jika tidak ada ruang masuk untuk Vrans dan juga Allea yang bisa saja nanti ingin menyusul mereka, ya berharap saja apa yang mereka jalankan bersama berjalan dengan sangat baik.     

Sean yang mendengar hal itu pun langsung saja mengerlingkan kedua bola matanya. Siapa yang bilang ia 100% serius dia permasalahan kali ini? Tidak, ia tetap saja menjadi laki-laki yang menomor satukan Erica untuk dijahili dan di goda olehnya sampai gadis itu berdecak kesal bahkan terkadang memaki dirinya dengan kalimat sarkastik, manis sekali. "Kalau begitu, aku bersama dengan Erica." ucapnya sambil merangkul bahu Erica dan langsung saja di dekatkan padanya sampai menyentuh dada bidang miliknya ini.     

Kesempatan dalam kesempitan? Tentu saja!     

Erica memutar kedua bola matanya, namun ia sama sekali tidak menjauhkan tubuhnya dari Sean. Tidak, bukan karena dirinya merasa nyaman dengan posisi kepala yang bersandar di dada bidang laki-laki itu tapi dirinya ingin melawan pun sangat tidak mungkin. Karena hei, walaupun ia mampu melakukan segala sesuatu seperti layaknya seorang laki-laki, tapi tak ayal juga kemampuannya kalah dengan milik Sean.     

"Modus," gumam Erica dengan decakan kecil.     

Sean yang mendengar itu pun langsung saja terkekeh kecil, ia menggelengkan kepalanya, menentang ucapan Erica tentang dirinya yang di kata 'modus' oleh gadis itu. "Heh? Aku hanya menjaga mu sebagai laki-laki baik dan penuh tanggung jawab, aku yakin kamu perlu di jaga." ucapnya sambil mengacak gemas puncak kepala Erica yang memiliki helaian rambut dengan tekstur halus dan sangat beraroma harum.     

D. Krack yang sebentar lagi akan mendengarkan sebuah perkelahian adu mulut itu pun langsung saja menatap kedua insan yang tidak pernah akur itu dengan tatapan datar. "Bukan waktunya untuk menebar kasih sayang," ucapnya sambil menekan tombol yang terletak di dada kirinya. Kini, rompi yang ia kenakan sudah terlindungi dengan anti peluru dan juga ia sudah bersiap dengan segala hal yang berada di dalam sana.     

"Tidak masalah, aku suka menebar kasih sayang pada Erica." balas Sean dengan sebuah senyuman konyol. Tidak lupa juga laki-laki ini melepaskan tubuh Erica yang sedari tadi bersandar padanya.     

Erica melayangkan tatapan yang sangat tajam, lalu menginjak kaki Sean dengan keras. "Berani seperti tadi lagi, aku berikan kamu sukarela pada Hana." ucapnya sambil membenarkan letak pakaiannya yang terasa acak-acakan. Ia sama sekali tidak nyaman dengan apa yang di lakukan Sean, ya setidaknya bukan tak nyaman tapi lebih ke arah dada yang berdebar akibat ulah laki-laki itu.     

D. Krack menghembuskan napasnya, apalagi saat melihat Sean meringis membuat dirinya ikut meringis kecil. "Aku ke dalam duluan," ucapnya sambil memeriksa apakah pistol dan persediaan pelurunya sudah siap atau belum. Saat pemeriksaan yang ia lakukan sudah sepenuhnya selesai, di saat itu juga ia mulai masuk ke dalam pintu sebelah kanan.     

Dan bertepatan dengan itu, pintu tersebut langsung saja terkunci dan tidak bisa lagi di buka akses masuknya dari luar ataupun dalam. Memang seperti itu kinerjanya, salahkan saja Sean yang sudah merancangnya dengan memiliki kecanggihan sedemikian rupa kerennya.     

"Ingin masuk bersama ku atau tidak?" tanya Erica dengan nada yang malas, namun tatapan matanya kian menajam ke arah Sean yang kini sudah kembali mengubah raut wajahnya menjadi serius.     

Sean menganggukkan kepalanya dengan keyakinan penuh, ia tidak akan pernah membiarkan Hana untuk merasakan kepuasan membunuhnya di kesekian kali. "Tentu saja aku bersama mu," ucapnya sambil meraih tangan kiri Erica yang segera di genggam oleh tangan kirinya.     

Erica sedikit tersentak, lalu mengerjapkan kedua bola matanya dengan hati yang masih terkejut dengan tindakan Sean barusan. "Eh? Ku bilang jangan mo--"     

Ucapan Erica terhenti begitu saja kala sebuah jari telunjuk mendarat tepat di depan mulutnya. Memangnya siapa lagi sang empunya jari kalau bukan Sean Xavon yang kini sudah menampilkan sebuah senyuman keren miliknya. Tidak ada lagi raut wajah konyol dan menyebalkan, setidaknya itu hilang untuk saat ini.     

"Jangan banyak bicara, memangnya siapa yang ingin modus dengan gadis seperti dirimu?" ucap Sean sambil mengembalikan tangannya yang tadi terjulur ke arah bibir Erica yang terasa kenyal saat jari tangannya menyentuh bibir itu. Padahal di dalam hati, kini ia sudah bersorak gembira karena bisa membuat gadis itu merasakan hal seperti ini.     

Erica menggelengkan kepalanya dengan cepat, ia langsung saja mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Ya terus? Kalau tidak modus untuk apa memegang tangan ku?" tanyanya dengan rasa malu yang sangat. Jadinya, ia terlihat seperti gadis yang berharap lebih pada Sean si laki-laki yang sebenarnya gemar sekali menggodanya.     

"Hanya memegang saja, memangnya tidak diperbolehkan? Kali saja nanti kamu kehilangan arah dan tidak menemukan ku." ucapnya. Nada bicaranya terdengar datar seolah-olah apa yang ia katakan saat ini adalah sebuah kebenaran. Padahal, ia tengah mati-matian menahan untuk tidak tertawa terbahak karena mendapati sedikit rona merah yang tercetak jelas di kedua pipi gadis itu. Lihat, seberapa hebatnya ia menggoda satu-satunya gadis yang berada di hidupnya.     

Erica menghembuskan napasnya, ia menghalau perasaan aneh yang kian bersarang di hatinya. Jangan sampai jatuh hati pada seorang laki-laki yang tidak memiliki kejelasan seperti ini. Di tambah lagi Sean kerjaannya hanya membunuh orang saja demi menyalurkan hasrat liar dan mendapatkan uang. Kalau begini caranya, bisa di bayangkan seberapa bahaya hidupnya saat dekat dengan laki-laki ini.     

"Berhentilah bercanda, D. Krack sudah masuk ke dalam sejak beberapa menit ini dan kita masih saja mengobrol?" ucapnya dengan sedikit nada jengkel. Selalu saja titik fokusnya terpecah karena seseorang yang kini masih setia menggenggam tangannya, seperti mengatakan pada orang-orang jika laki-laki itu tidak ingin membiarkan dirinya kenapa-napa.     

Sean menganggukkan kepalanya, membenarkan ucapan Erica yang ada benarnya ini. "Kalau begitu, ayo kita masuk ke dalam. Biar aku terlebih dahulu." ucapnya sambil menggeser sedikit tubuh gadis itu ke belakang tubuhnya. Ia ingin memimpin jalan karena kalau ada sesuatu yang berbahaya, pasti dirinya sendiri yang terkena duluan.     

So sweet? Jangan berkata seperti itu dan menobatkan kata 'so sweet' pada dirinya, nanti yang ada ia semakin menjadi-jadi dalam menggoda Erica.     

Erica pun hanya mengangkat bahunya dengan acuh, bersamaan dengan suasana hati yang kian membaik ia langsung saja melangkahkan kakinya masuk ke dalam sebelum pintunya segera tertutup rapat. Untung saja belum terkunci, kalau tidak terpaksa ia masuk ke pintu kiri.     

Menelusuri lorong yang menjadikan dirinya de javu pada suatu hal tentu saja membuat dirinya waspada untuk tergelincir ke ruang bawah tanah.     

"Jangan berhenti disi--"     

"Iya ku tahu, nanti kita akan masuk ke dalam ruang bawah tanah, benar?" Sean langsung saja memotong ucapan gadis di belakangnya yang bahkan belum sepenuhnya terucap dan keluar dari mulutnya. Toh dirinya sudah sangat tahu 100% dengan lorong ini, jangan tanyakan bagaimana nasib D. Krack karena tadinya menjadi tempat labirin cermin yang pernah dihadapi Vrans.     

Ah iya, hampir saja Erica melupakan kalau laki-laki yang di hadapannya saat ini adalah si perancang bangunan yang penuh dengan ranjau dan teka-teki yang sangat membingungkan kalau misalnya tidak berpikir di luar nalar alias harus menggunakan otak dengan kinerja IQ cukup tinggi.     

"So don't make a building like this, it's very troublesome."     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.