My Coldest CEO

Seratus lima puluh tiga



Seratus lima puluh tiga

0Hana berdiri di hadapan Alard untuk mengetahui kalau laki-laki itu sudah memegang janji untuk menjaga permainan yang berada di dalam rumahnya. Untuk hal ini, sebenarnya Alard tidak tahu apapun, bahkan sebelumnya tidak pernah ikut masuk ke dalam rencananya.     

Tapi kini, setelah ia jelaskan dengan lebih perinci, tentu saja laki-laki itu langsung paham akan tugasnya. Kalau nanti sampai petang menuju malam sudah tidak ada suara dari ruangan yang ia buat serupa itu, berarti salah satu di antara mereka sudah tewas. Dan tugas Alard, membersihkan mayat Allea ataupun Vrans di dalam sana.     

Memikirkan ada pertumpahan darah di rumahnya pun tidak membuat Hana merasa jijik. Untuk pertama kalinya, ia membunuh secara tidak langsung di dalam rumahnya. Dan ya, ia cukup bangga dengan itu.     

"Baik, Nona. Aku mengerti dan kalau semisalnya salah satu dari mereka hidup, aku harus apa?" tanya Alard yang kini dengan sangat berwibawa, berdiri di hadapan Hana dengan raut wajah serius.     

Hana mengetuk dagunya sebentar, pertanda jika ia belum memiliki rencana apapun untuk memutuskan apa yang ditanyakan oleh Alard barusan. "Euhm... sepertinya biarkan saja berada di ruangan itu. Dan oh ya, kamu lihat saja dari lubang pintu depan untuk mengecek siapa kah yang tumbang karena hanya ada satu ruangan berbahaya saja." ucapnya memberikan penjelasan supaya pekerja setianya itu paham.     

Alard menganggukkan kepalanya, lagipula itu adalah tugas yang sangat ringan. "Baik, Nona." ucapnya merasa paham.     

"Oh ya, ambil saja nanti sarung tangan transparan supaya sidik jarimu tidak terlihat. Jangan lupa lapisi alas pantofel mu supaya tidak ada jejak kaki." peringat Hana, lagi.     

Bagi Alard, Hana adalah gadis yang sangat teliti di segala sudut kehidupannya. Sifat unggul walaupun dia adalah seorang pembunuh bayaran. "Baik, Nona. Aku sudah paham semuanya, dan tidak akan melanggar sedikit pun apa yang Nona ucapkan." ucapnya.     

Dengan tangan yang sudah menggenggam sebuah kunci motor, Hana langsung saja menganggukkan kepalanya, ia selalu puas dengan kinerja Alard. "Kalau begitu, aku ingin melanjutkan aktivitas ku."     

Hana menaikkan sebuah motor bermodel Neiman Marcus Limited Edition Fighter berwarna hitam yang baru saja di belinya pekan lalu. Karena tidak tahu bagaimana caranya menghabiskan uang, ia tanpa pikir panjang langsung membeli kendaraan roda dua yang kini sudah di tunggangi olehnya.     

//Fyi, Neiman Marcus Limited Edition Fighter dinobatkan sebagai motor termahal di dunia tahun ini. Motor Neiman Marcus Limited Edition Fighter hanya diproduksi 45 unit. Satu unit Neiman Marcus Limited Edition Fighter laku terjual 11 juta Dollar Amerika atau sekitar Rp 154 miliar.//     

Biasa, dulu ia selalu sibuk dan hampir tiap harinya mendapatkan job dengan bayaran tertinggi. Maka dari itu, tidak tahu lagi deh berapa tabungan yang masih membludak di bank miliknya. Bahkan saat dirinya menghilang dari semua mata dunia, uangnya ini tidak habis padahal berbulan-bulan ia tidak memiliki penghasilan.     

Melihat Alard yang menganggukkan kepalanya, ia langsung saja memakai helm berwarna senada dengan motornya dan menyalakan mesin motor.     

"Hati-hati, Nona." ucap Alard sambil menganggukkan kepalanya dengan singkat, tidak lupa juga ia tersenyum sopan.     

Setelah itu, Hana langsung saja melajukan motornya untuk menelusuri halaman rumah yang mungkin saja cukup untuk membangun dua buah rumah mewah lagi. Toh kawasan sepi dan jarang di lewati orang-orang, jadi dia dengan santainya membeli tanah yang tidak di pikir-pikir terlebih dahulu luasnya.     

Sistem keamanan tanpa harus memindai identitasnya pun sudah mendeteksi kehadiran sang pemilik rumah dengan otomatis, dan langsung membukakan gerbang begitu melihat Hana mulai melaju dengan kecepatan standar.     

Begitu gerbang sudah terbuka sebelum Hana mendekat, gadis ini tentu saja semakin bangga dengan ciptaannya yang dekat dengan kata sempurna dan menjauhi kegagalan.     

Kini, motornya mulai membelah jalanan setapak yang di kanan kirinya terdapat banyak pepohonan rindang yang sama sekali tidak ada bangunan rumah apapun. Udaranya pun masih bersih dan segar walaupun sudah jam segini. Lagipula, ia ingin bereksperimen seperti apapun, tidak ada yang merasa terganggu dengan segala aktivitasnya.     

Tatapan yang datar dan wajah tidak berekspresi miliknya, mungkin saja terasa biasa dengan keadaan cantik yang tersuguh di kanan dan kirinya. Ia sama sekali tidak pernah berminat untuk memperhatikan alam.     

Dengan tangan kiri, mulai meraih sebuah tombol dekat helm-nya. Langsung menampilkan sebuah alat berkomunikasi kecil yang sudah ia sambungkan langsung ke Chris yang di berikan wewenang untuk menjaga sasarannya supaya tetap berada di tempatnya tanpa berniat untuk melarikan diri. Toh juga kalau ingin melarikan diri, tidak ada celah khusus yang bisa memungkinkan Xena untuk lepas dari sekapannya.     

"Hai, Hana. Ada apa?" tanya Chris di seberang sana, nada bicaranya terdengar berbeda daripada beberapa menit sebelumnya.     

Kini, Hana mulai memasuki jalan besar namun masih jarang sekali kendaraan yang lewat. Mungkin hanya ada truk besar dengan muatan yang berat. Ini adalah jalan perpindahan kota jalur dalam yang memang dikhususkan untuk kendaraan besar yang tidak mungkin melewati jalan tol untuk mempercepat.     

"Ada apa dengan mu?" tanya hana to the point. Laju motornya tidak mengalahkan terpaan angin kencang yang menerbangkan dedaunan gugur di tepi jalan.     

Terdengar suara Chris yang sepertinya sedang berdehem kecil. Laki-laki itu merasa jika ada suatu yang tidak benar dengan ini semua, dan ya ia ingin membicarakannya dengan Hana. "Menurut ku, kamu salah, Hana." ucapnya di seberang sana memberanikan diri untuk mengucapkan hal itu.     

Walaupun Chris seorang kriminalitas, tapi tidak dapat di pungkiri jika ia masih tahu dan dapat membedakan mana hal yang salah dan mana hal yang benar.     

Hana menaikkan sebelah alisnya, ia merasa tidak mengerti dengan apa yang di ucapkan oleh laki-laki yang berada di seberang sana. "Apa maksudmu? Dan apa yang salah tentang ku?" tanyanya dengan kekehan kecil, memang terdengar tenang sebenarnya kekehan itu jahat yang seperti tidak peduli tentang tanggapan orang lain.     

"Entahlah, menurut ku kamu tidak mempermasalahkan semua ini dengan Xena lagi." ucap Chris di seberang sana, kini nada bicaranya sudah terdengar biasa saja tanpa rasa takut sedikitpun. Kalau Hana setelah ini berniat untuk membunuhnya, tentu saja ia tidak kalah unggul dari wanita itu.     

Erica menarik smirk yang langsung menghiasi permukaan wajahnya. "Memang apa saja yang kamu tahu? Kalau tidak tahu apapun, sebaiknya jangan berbicara dan menyimpulkan." ucapnya dengan nada yang seperti menekankan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya barusan.     

Kini, laju motornya sudah berhasil membelah jalan raya yang tampak lenggang karena belum waktunya pulang kerja. Ada beberapa orang yang sedang berjalan kaki di tepi jalan dengan tangan yang memegang masing-masing keperluan hidupnya. Memegang kantung belanjaan, ada juga yang sedang menggenggam tas gitar di bahu kanannya, bahkan ada juga yang di jam segini mengajak anjing peliharaannya untuk berjalan-jalan.     

Kalau boleh memilih, Hana juga ingin memiliki kegiatan yang seringan kapas itu. Tidak ada tindakan kriminalitas dan darah, ya rasanya mungkin akan damai. Tapi tetap saja, ia merasa kurang jika tidak membunuh seseorang. Jadilah sedari kecil sudah bereksperimen untuk membunuh salah satu temannya yang selalu mengejek kerena seluruh keluarganya adalah orang aneh, tidak pernah ingin bersosialisasi dengan siapapun.     

"Tadi Xena bercerita pada ku tentang dia yang sudah ke tiga kalinya berada di posisi seperti ini hanya karena kemarahan seorang gadis yang jatuh cinta pada kekasihnya. Apa semua ini setimpal?" ucap Chris menjelaskan poin penting tentang pembicaraannya dengan Xena tadi, ia bahkan tidak membohongi Hana tentang apapun yang ia katakan pada Xena.     

Kalau saat ini tidak sedang berkendara, mungkin saja Hana sudah berdecih kecil mengeluarkan salivanya ke arah lain. "Lalu? Apa masalahnya dengan mu? Aku menghubungi mu hanya ingin memastikan keadaan disana, bukan untuk mendengarkan kamu curhat." ucapnya sambil mengulum sebuah senyuman jahat.     

Apa yang terjadi di masa lalu sampai saat ini tentang keadaan Xena, tentu bukanlah salahnya. Lagipula, ia memang dari awal sudah menginginkan pembunuhan ini berjalan dengan lancar. Sayangnya Orlin sudah tewas terlebih dahulu sebelum semua ini berakhir, padahal kali ini adalah momen yang paling seru serta akhir dari segalanya.     

"Tapi, Hana. Kamu tidak--"     

"Apa? Ingin membela gadis itu?" tanya Hana memotong ucapan Chris yang bahkan belum selesai terucap. Ia cukup tahu seberapa berpengaruhnya Xena bagi suasana sekitar. Pasti gadis itu bisa saja langsung mengunci seseorang untuk mengasihaninya, membuat banyak orang berubah haluan yang tadinya jahat, menjadi berpikir dua kali.     

"Tap--"     

"Sudahlah, siapkan garasi untuk ku." Lagi dan lagi, Hana langsung saja memotong ucapan Chris. Menurutnya, laki-laki itu menjadi ikut campur masuk ke dalam permasalahannya.     

Ia langsung saja menekan kembali tombol di helm-nya, memutuskan sambungan dengan Chris yang sepertinya belum sempat menyalurkan semua opini yang berada di otaknya.     

Tanpa memperdulikan apapun yang di katakan orang lain dengan tindakannya ini, Hana semakin mempercepat laju motornya di atas kecepatan rata-rata. Kalau nanti dirinya terlambat, berarti sama saja ia tidak menyaksikan penyiksaan yang terjadi pada Sean, Erica, dan D. Krack.     

Apa yang sudah ia ubah di masing-masing lorong itu? Banyak. Ia hanya memoles, namun dengan versi yang lebih tinggi lagi.     

Kalau bisa lolos, berarti mereka tangguh.     

Angin mulai menerpa permukaan wajahnya, kini ia sudah kembali memasuki kawasan yang di sekitarnya ditumbuhi pepohonan rindang. Memang sedari dulu, siapapun orang yang memiliki darah Xavon, lebih memilih untuk tinggal di kawasan terpencil daripada di kota. Kalau di kota dan hasrat membunuhnya tidak terpenuhi, sudah pasti tidak perlu di tebak ada berapa banyak orang yang sudah terbunuh tanpa kesalahan.     

Kan kalau di tempat terpencil, mereka tidak memiliki sasaran siapapun. Dan terpaksa untuk mengambil job dari para kolega. Membunuh maid? Ah tidak, tentu saja itu bukanlah keputusan yang baik.     

"Apapun akhirnya, pasti ini akan tetap menjadi permainan yang sangat seru. Sekali lagi, selamat datang di permainan Hana Xavon."     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.