My Coldest CEO

Seratus lima puluh lima



Seratus lima puluh lima

0Glass labyrinth is a triangular and three-dimensional form. A single opening serves as both the entry and exit point. Structural and transparent glass walls are arranged such that a visitor is led toward the central triangular space and returns via the same route.     

(*Labirin kaca adalah bentuk segitiga dan tiga dimensi. Sebuah bukaan tunggal berfungsi sebagai titik masuk dan keluar. Dinding kaca struktural dan transparan diatur sedemikian rupa sehingga pengunjung diarahkan ke ruang segitiga pusat dan kembali melalui rute yang sama.)     

Dan ya, sesuai dengan deskripsi singkat itu, D. Krack mulai mempertajam matanya dan menghela napasnya saat memasuki sebuah labirin kaca yang terlihat sangat membingungkan itu. Banyak sekali celah yang pasti akan membawa dirinya kembali ke tempat semula.     

"Ini Sean yang buat? Niat sekali." gumamnya sambil menyalakan sebuah tombol yang berada di kacamatanya, langsung terhubung dengan milik Sean dam juga Erica.     

Terdengar pasangan itu yang adu mulut membahas hal tidak penting.     

Entah ini kesalahannya karena menghubungi dua orang yang tengah menjalin kasih secara tidak sadar itu, atau memang kesalahan Sean dan Erica yang terkadang tidak bisa memposisikan diri pada sudut apapun.     

"Hei, sudah ku bilang jangan bertengkar." ucapnya dengan kedua bola mata yang berputar. Jengah? Tidak, ia bahkan senang jika Sean bisa merasakan apa itu cinta. Tapi ya setidaknya bisa menempatkan posisi di situasi yang benar.     

Erica terdengar sedang mendengus kecil, ia menginjak kaki Sean dengan kencang. "Salahkan saja Sean yang selalu ingin tahu semuanya sendiri." ucap gadis itu dengan nada yang sangat kesal. Memangnya siapa yang tidak kesal saat dirinya ingin mencoba membantu, tapi sama sekali tidak diperbolehkan hanya karena perihal 'kamu seorang gadis, jadi biarkan aku saja yang turun tangan'. Romantis? Sama sekali tidak.     

D. Krack hanya menggelengkan kepalanya merasa tidak habis pikir dengan mereka berdua. Masih bisa-bisanya bertengkar hanya perihal itu saja? Yang satu tidak ingin mengalah, dan yang satu tidak ingin kalah. "Ada masalah disana? Aku sudah masuk ke dalam labirin kaca. Apa ada kata kunci untuk cepat keluar dari ruangan mematikan ini?" tanyanya to the point mengatakan apa yang sudah tersuguh di hadapannya.     

Sean langsung saja mengambil alih percakapan antara dirinya dengan Erica, setelah meringis kecil karena kakinya di injak oleh gadis tersebut. "Tentu saja ada, kamu perlu mengikuti hati nurani mu saja dan menunggu keajaiban." ucapnya menjawab pertanyaan D. Krack. Mungkin teman kriminalnya itu tengah mencari cara cepat supaya bisa masuk ke dalam ruangan utama yang entah sudah di modifikasi seperti apa.     

D. Krack menaikkan sebelah alisnya. Begitu mendengar sebuah kata 'keajaiban' ia langsung merasa bingung karena tidak mengerti dengan artian yang dimaksud dan menjerumus kesana. "Apa yang di maksud keajaiban sih? Lebih baik aku pecahkan semua kaca ini dengan tembakan pistol supaya langsung menemukan jalan keluarnya." ucapnya dengan jalan pikir simpel untuk keluar dari ruangan ini.     

Kalau ada yang mudah? Kenapa harus yang sulit?     

Sean yang mendengar itu pun langsung saja terkekeh kecil, kalau begitu caranya sih justru bukannya mendapat jalan keluar tapi membuat suasana menjadi lebih runyam. "Pemikiran yang tidal berkepanjangan, lebih baik lakukan saja apa yang ingin kamu lakukan." ucapnya.     

Pip     

Sambungan terhadap Sean di putuskan oleh sebelah pihak, namun tidak dengan Erica, ia masih tersambung dengan gadis dingin layaknya es itu. "Erica? Apa kamu akan meninggalkan ku juga seperti layaknya Sean?" tanyanya sambil terkekeh kecil. Ia mulai berjalan menelusuri labirin, lalu dengan hati-hati mengelilingi pasangannya ke segala arah kalau saja nanti ada sesuatu yang mengancam bahaya pada dirinya.     

Erica terdengar mengeluarkan sebuah kekehan ringan. "Sebaiknya kita fokus dulu, berkomunikasi jika ada hal penting saja." ucapnya dengan pemikiran dewasa yang terdengar sangat bijak.     

Idaman sekali, kan? Gadis yang memiliki jalan pikiran sederhana namun dapat diterima oleh semua telinga yang mendengarnya, termasuk indra pendengaran D. Krack.     

"Baiklah."     

Setelah itu, D. Krack memutuskan sambungan dengan Erica lalu melepaskan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya itu. "Kalau begitu, aku harus melakukan ini semua sendiri."     

Ia mengeluarkan sebuah lampu multi sensor dari sakunya, lalu memakainya di kepala seperti layaknya lampu yang di pakai untuk menelusuri kedalaman goa. Sebenarnya labirin ini cukup terang, namun pencahayaannya lebih terlihat sedikit redup baginya. Ia itu adalah laki-laki yang risih tanpa pencahayaan.     

D. Krack menatap pantulan wajahnya di banyaknya kaca yang berada di dalam ruangan ini, sosok laki-laki bertubuh kokoh, itu adalah dirinya.     

"Welcome to the glass maze, creepy torture is here."     

(*Selamat datang di labirin kaca, penyiksaan menyeramkan ada di sini.)     

Tidak, itu bukan dirinya yang berbicara ataupun orang lain. Tapi itu adalah suara mesin yang terdengar dari speaker yang entah berasal dari mana. Kini, andalan Hana adalah semua peralatan canggih yang pastinya ada sistem yang harus di retas supaya mematikan semua ini.     

Dan pada saat itu juga, D. Krack langsung saja menendang sebuah kaca di hadapannya. "Setidaknya berikan aku clue atau apa untuk melewati semua ini! Aku tidak perlu sambutan." ucapnya dengan nada tenang namun sedikit kesal. Memangnya siapa yang bisa menyelesaikan labirin di ruangan yang cukup untuk membuat satu kamar megah ini? Yang ada, besok baru selesai jika dirinya beruntung, kalau tidak pasti tiga hari berada di sini yang menyebabkan kematian karena merasa kelaparan dan kehausan.     

"First clue, no clue."     

(*Petunjuk pertama, tidak ada petunjuk.)     

Jawab sistem itu kembali.     

Nah, bagaimana D. Krack tidak kesal dengan semua ini? Hana terlalu bertele-tele daripada Sean yang lebih to the point. Itu adalah perbedaan jauh pada diri mereka.     

"Are you kidding me? Damn it." Sebuah protesan singkat namun terdengar sekali nada sebal yang keluar dari mulut D. Krack menunjukkan jika dirinya adalah pribadi yang tidak sabaran.     

(*Apakah kamu bercanda? Sial.)     

Dengan cepat, D. Krack langsung saja mengambil sebuah pistol bermodel Glock 17 yang dapat menembus kaca setebal 6 milimeter. Beruntung sekali dirinya membawa pistol satu ini yang ternyata berkali-kali lipat sangat bermanfaat.     

//Fyi; Glock 17 adalah pistol semi otomatis yang mempunyai julukan oleh prosuden nya pabrik senjata Glock GmbH. yang berlokasi di Austria. Pistol Glock 17 ini adalah generasi pertama pistol Glock berbahan polymer ringan.//     

Ia langsung saja menembaki kaca yang sudah ia telusuri walau nanti berujung pada tempat yang sama, jadi ia tidak perlu berkali-kali melewati tempat itu lagi karena sudah di tandai oleh peluru pistol ini. "Cerdas," gumamnya yang bangga pada dirinya sendiri.     

Satu hal yang ia harapkan lagi, semoga Hana tidak membuat dan menaruh robot tangguh untuk menewaskan dirinya. Karena dengan sesuai kriteria gadis itu yang gemar membunuh dan tidak akan membiarkan satu orang pun lolos, sudah pasti membuat sesuatu yang sama sekali tidak pernah bisa di hindari oleh manusia.     

"Bukankah ini seharusnya adalah hal yang mudah?" tanyanya lagi pada kehampaan yang menyapa dirinya.     

Belum sempat meneruskan langkahnya, D. Krack melihat sebuah pantulan wanita yang tertampil di salah satu kaca yang berada pada harapannya. Ia tidak mengenalnya, bahkan untuk menyapa pun ia tidak berniat karena... Hana mulai memainkan sebuah ilusi nyata pada pikirannya.     

"Hi, I'm stuck here. Can you help me and get me out of this terrible place?" tanya wanita tersebut. Pakaiannya mirip sekali dengan busana Kerajaan Inggris era 1880, replika yang terlihat benar-benar nyata dan hidup. Entah ini adalah replika, atau sebenarnya pantulan sebuah robot.     

(*Hai, aku terjebak di sini. Dapatkah kamu membantu aku dan mengeluarkan ku dari tempat yang mengerikan ini?)     

Lagi dan lagi, dunia harus terkesan dengan semua yang dibuat oleh Hana Xavon sang pembunuh bayaran dengan IQ tinggi ini.     

D. Krack terkekeh kecil.     

Inggris Raya ke Amerika Serikat memiliki jarak 6.836 km, 4.248 mil dan 3.691 mil laut. Jadi, sangat tidak memungkinkan juga bangsawan Inggris tersesat sampai sini.     

"Maybe you better be there." ucap D. Krack sambil mengarahkan tangannya ke kaca yang terdapat wanita itu. Tanpa pikir panjang sedikitpun, ia langsung saja menarik pelatuk pistolnya.     

(*Mungkin, lebih baik kamu berada di sana.)     

DOR     

Kaca tersebut pecah dan juga bayangan wanita bangsawan tadi menghilang secara bersamaan.     

Baru saja ingin merasa bangga dengan keputusan yang ia lakukan itu, seketika seluruh ruangan yang ada di sini lampunya langsung padam. Bahkan, kini satu-satunya pencahayaan hanya berada di kening yang berasal dari lampu miliknya.     

"Sial, kejutan apa lagi sih ini?"     

Seperti di film horror, tentu saja suara gelak tawa misterius mulai terdengar. "SAVE ME OR I WILL KILL YOU!" Suara menggema itu mulai memenuhi setiap sudut labirin.     

(*Selamatkan aku atau aku akan membunuhmu.)     

Lalu, sosok wanita tadi mulai tampak karena sinar pencahayaan sudah menyala kembali, namun kini berwarna merah darah.     

Dan ya...     

"My name is Visca, if I'm creepy just call me Victor." Sebuah perkenalan singkat yang membuat D. Krack langsung saja menganggukkan kepalanya.     

(*Namaku Visca, jika aku menyeramkan panggil saja aku Victor.)     

Baiklah, ini adalah saat yang ia tunggu-tunggu. Peperangan dengan robot bernama Victor, tebakannya benar mengenai Hana yang sudah pasti memberikan kejutan pada setiap pion yang bermain tanpa diundang.     

"And my name is D. Krack, you can call someone who will destroy you." ucap D. Krack sambil menampilkan smirk di permukaan wajahnya. Ia benar-benar merasa tertantang. Kalau memang Victor ingin membunuhnya, silahkan saja karena ia akan melawan dengan senang hati.     

(*Dan nama ku D. Krack, kamu bisa memanggil seseorang yang akan menghancurkan mu.)     

Bertarung, ada keahliannya.     

Masih dengan banyak permainan lain yang harus di hadapi dari mereka berlima. Nyawa adalah taruhannya, ya memang selalu seperti itu kalau masuk ke dalam permainan seorang assassin.     

Tunggu saja tanggal mainnya, dan berdoa supaya kamu bukan menjadi yang selanjutnya...     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.