My Coldest CEO

Seratus lima puluh delapan



Seratus lima puluh delapan

0"AH IYA TUAN, IL Y A UN MOT DE PASSE POUR ACCÉDER À L'ORDINATEUR!"     

Allea berteriak dengan nada lantang saat Vrans dari seberang sana menanyakan kelanjutan yang harus laki-laki itu lakukan. Tentu saja hal ini membuat dirinya langsung saja melempar sebuah kursi kayu ke arah Herra sampai kerangka kursi itu hancur berkeping-keping bertubrukan dengan kepala besi robot tersebut.     

Ia sengaja mengganti bahasanya menjadi ke Prancis supaya Herra yang hanya di sistem menggunakan Bahasa Inggris saja ini tidak mengerti dengan apa yang ia ucapkan.     

Bahkan, kini pertarungannya semakin sengit karena nyatanya Herra semakin ahli dengan segala kemampuan canggih yang di desain Hana.     

Sungguh, rasa ingin memuji hasil karya hidup ini sangatlah tinggi. Tapi Allea tahu porsi dan tahu keadaan kalau hal itu tidak lah tepat.     

"What did you say to someone there?" tanya Herra yang kini sudah mengubah kembali tangan tajamnya menjadi lengan dan lima jari sempurna layaknya seorang manusia, sama seperti Allea. Bagaimana pun juga, Hana sudah memberitahu dirinya jika hanya satu orang yang ia harus hadapi. Dan satu orang lagi, biarkan berusaha sendiri. Karena sepertinya, taktik gadis pembunuh bayaran itu sangatlah tepat sasaran.     

(*Apa yang kamu katakan kepada seseorang di sana?)     

Allea tertawa kecil, namun tak ayal ia masih meringis sakit karena lengannya yang sudah terdapat luka gores cukup tajam. Ada kotak P3K membuat dirinya ingin mengobati luka ini, tapi Herra tidak pernah membiarkan dirinya bebas walau hanya ya... setidaknya lima menit saja gitu. "Curious? Damn, you might be jealous of my life." ucapnya dengan nada mengejek yang kentara.     

(*Ingin tahu? Sial, kamu mungkin iri dengan hidupku.)     

Mengobrol dengan Herra adalah satu-satunya cara supaya ia bisa mengulur waktu lebih lama lagi. Jujur saja, dirinya mulai lengah. Mungkin membuat wanita robot itu banyak bicara bisa saja memungkinkan takdir untuk mengirimkan seseorang pada dirinya.     

Taktik yang bagus? Tentu saja tidak! Darimana bagusnya saat ia kini tengah di landa bahaya yang menaruhkan nyawa?     

"Of course not, stupid. I want to kill him too when I kill you!" balas Herra sambil bergerak untuk mengambil sebuah globe ke tangan besinya, lalu menatap Allea seakan-akan gadis itu adalah mangsa dan dirinya sang raja hutan yang tidak mungkin terkalahkan oleh apapun.     

(*Tentu tidak, bodoh. Aku ingin membunuhnya juga saat aku membunuhmu!)     

Pikirkan saja jika Herra berhasil menyentuh seorang Vrans Moreo Luis. Akan ada berapa penggemar yang akan turun tangan untuk menindak adili urusan ini? Sudah pasti, secanggih apapun robot jika di hadapkan oleh beribu-ribu orang pun akan tetap kalah. Otak manusia bisa di gabung menjadi sebuah pemikiran yang sejalan, tapi otak robot yang telah di atur pada sistem tidak bisa melenceng begitu saja dari tujuan.     

Allea yang mendengar itu pun langsung saja mengulum sebuah senyuman. Pasti wanita robot itu belum pernah melihat seorang Xena mengamuk, jangan di tanya bagaimana bentuknya! Sudah pasti melebihi dari kingkong yang tengah marah.     

"Just do it if you can, I don't forbid you." ucap Allea dengan tenang sambil menjulurkan lidahnya, ia selalu merasa menang jika melihat kilatan mata yang tertampil di wajah robot tersebut. Sebuah kebanggaan tersendiri kan bisa memporak-porandakan perasaan sebuah robot yang ternyata di sistem memiliki hati. Mungkin itu adalah poin kesalahan yang dilakukan oleh seorang Hana Xavon.     

(*Lakukan saja jika kamu bisa, aku tidak melarang mu.)     

Coba saja gadis itu merancang sebuah robot tanpa hati, pasti kini Allea sudah kalah tangguh.     

Herra tengah merasa kesal dengan ucapan Allea, ia langsung saja melempar sebuah globe yang saat ini sudah berada fi tangannya.     

Wush     

Hap!     

Tidak kena.     

Baiklah, sebaiknya berikan tepuk tangan yang meriah untuk seorang Allea Liagrelya si peka terhadap gerakan ini.     

"Learn to throw first, then kill me." gumam Allea sambil terkekeh kecil melihat ke arah Herra yang tampak malu dengan lemparannya yang meleset.     

(*Belajar melempar dulu, lalu bunuh aku.)     

Nada bicara yang tentu saja bisa membuat Herra semakin kesal itu pun ia selalu ciptakan untuk membalas segala ucapan wanita robot yang memiliki berjuta cara untuk membunuhnya, untung saja ia pandai mengulur waktu dengan segala topik pembicaraan yang absurd.     

Dan ya, berkat itu membuat dirinya semakin yakin jika memiliki rasa penasaran yang tinggi adalah poin positif yang berada di dalam dirinya.     

Allea yang berhasil menangkap globe itu pun menyunggingkan sebuah senyuman miring, lalu dengan yakinnya ia mulai mendekatkan diri ke arah Herra dengan berlari cepat zig-zag. "FEEL IT!" serunya. Sampai pada gerakan zig-zag sebelah kirinya, ia langsung saja melempar balik globe yang berada di tangannya dengan kencang ke arah Herra yang bersiap kembali dengan jemari setajam samurainya.     

BRAK     

SREK     

Lagi dan lagi, 2 : 2. Herra jatuh tersungkur karena globe yang cukup berat itu menghantam kepalanya dan membuat ia jatuh karena kekurangan keseimbangan dan ya Allea kembali terluka dengan goresan panjang di atas dadanya. Untung saja hanya goresan horizontal dan sudah pasti tidak tertekan ke dalam, kalau tidak pasti ia sudah tewas pada detik itu juga.     

"Awsh..." Allea meringis kala rasa perih yang mulai menyapa bagian atas dadanya. Ia berdecih kala melihat beberapa tetesan darah mulai terlihat di kemejanya membentuk bercak darah dengan bau amis ciri khas.     

Tidak adil di saat Allea menumpahkan darah, tapi Herra ternyata hanya oleng saja atau mungkin sekedar muntah oli yang hal itu sama sekali tidak berguna dan tidaklah seimbang.     

"You are only lucky to be present in Hana's life, even though you are a pest." ucap Herra sambil mengeluarkan oli dari dalam mulutnya, ia berdecak sebal karena hal ini. Namun sedetik kemudian, ia kembali bangkit dalam jatuhnya lalu menatap Allea seperti gadis itu menatap dirinya, merendahkan.     

(*Kamu hanya beruntung bisa hadir dalam kehidupan Hana, padahal kamu adalah hama.)     

Allea menaikkan sebelah alisnya, dengan tubuh yang berasa di kuat-kuatkan karena bisa saja kini ia kekurangan darah. Herra tidak mengerti bagaimana berada di posisinya, dan orang lain juga tidak akan mengerti apapun itu.     

"What do you know about me? Don't feel like you know everything." ucapnya dengan geraman kesal. Bagaimana tidak? Dirinya di bilang hama? Apa tidak terbalik?     

(*Apa yang kamu ketahui tentang aku? Jangan merasa kamu tahu segalanya.)     

Seseorang wajib untuk menentukan sesuatu dalam hidupnya, dan itu pasti hal yang terbaik. Jika baik di ambil, dan buruk tentu saja di buang. Dan itulah yang dilakukan oleh Allea. Ia mendukung segala sesuatu yang berkaitan dengan Xena karena gadis itu tidak salah! Ia hanya ingin Hana tahu kalau tindakannya sudah lebih mirip seorang psikopat daripada pembunuh bayaran.     

Herra menumpukan tubuhnya dengan tangan kanan yang bersandar di sebuah meja panjang yang terletak di sampingnya. Sekarang, mungkin dirinya yang harus menyulut emosi Allea. "Hana believes in you, but you are friends with her enemies." ucapnya yang kini sudah merasa menang walau hanya beradu mulut. Sayang sekali, Allea masih tidak bisa mengontrol segala macam bentuk perasaan yang ada di dalam dirinya.     

(*Hana percaya padamu, tapi kamu berteman dengan musuhnya.)     

Allea mendengus kecil, wajahnya sudah memerah. Entah itu karena merasa kesal, atau karena rasa sakit pada lengan dan dada bagian atasnya yang mulai menyatu menjadikan rasa sakit yang sangat dalam. "Then, just because of that you conclude that I'm not the best?" tanyanya dengan tangan yang sudah terkepal kuat. Ia tidak peduli karena tidaknya barusan membuat luka lengannya semakin tertekan dan mengeluarkan darah semakin banyak lagi.     

(*Lalu, hanya karena itu kamu menyimpulkan bahwa aku bukan yang terbaik?)     

Herra menganggukkan kepalanya, lalu dengan tangan yang sudah menyiapkan sebuah panah bius kecil pun mengetuk-ngetuk jemari tangan kanannya ke meja untuk mengalihkan suasana. "Of course, it is best not to make big mistakes." ucapnya. Bagaimana pun juga, Hana sudah menanamkan bagaimana memori tentang kehidupan gadis itu dan merekam segala kejadian menyedihkan yang di lakukan oleh Allea.     

(*Tentu saja, yang terbaik adalah tidak membuat kesalahan besar.)     

Allea mencengkeram erat tangannya, lalu dengan napas yang memburu ia kembali mengambil sebuah tongkat kasti besi dan langsung saja berlari ke arah Herra. "THAT BIG MISTAKE IS YOU, DAMN!" serunya sambil memukul kepala Herra berkali-kali membuat robot wanita tersebut langsung saja meronta-ronta karena misinya untuk melayangkan panah bius kandas sudah.     

(*Kesalahan besar itu adalah kamu, sialan!)     

Dengan rasa kesal yang sudah bertumpuk, tanpa ampun sedikitpun Allea masih dengan ganasnya memukul kepala Herra sampai bola mata buatannya itu rusak. Bahkan dari hidung dan sebagian wajah robotnya sudah tidak berbentuk.     

Herra yang di perlakukan seperti itu pun langsung saja memekik tertahan karena mulutnya pun sudah menjadi sasaran ganas Allea. Ia langsung saja mengeluarkan kembali jari andalannya, lalu meraih punggung gadis tersebut dan menyeretnya ke atas membuat luka gores yang cukup parah.     

"ARGH!"     

Dalam hitungan detik karena sudah merasa kesal bercampur dengan marah, Allea langsung saja berdecih tepat di wajah Herra. "Goodbye, useless!"     

(*Selamat tinggal, tidak berguna!)     

Dan pada saat itu juga...     

BRAK     

Ini adalah detik terakhir Herra melihat Allea sebelum sistem kinerja robotnya berhenti kerena sudah kalah dengan hantaman kuat yang dilakukan gadis itu pada dirinya. "Loser..." gumamnya dengan nada yang semakin mengecil dan ya bola mata yang tadinya berkilat susah redup seketika.     

(*Pecundang)     

Muntahan oli langsung saja mengenai permukaan wajah Allea membuat dirinya langsung merasa jijik. Ia bangkit segera menegakkan kembali tubuhnya, lalu dengan lemas membuang tongkat kasti yang memang berat itu.     

"Game over..." gumamnya dengan suara yang benar-benar sangat kecil. Ia kehabisan tenaga, waktu, dan juga darah.     

Dan tepat ia mengatakan hal itu, tubuhnya langsung saja jatuh tergeletak di lantai ruangan ini yang berjarak tidak jauh dari tempat Herra kalah.     

Kini, Allea merasa jika cahaya putih mulai menghampiri dirinya bersama dengan para dayang yang membawanya.     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.