My Coldest CEO

Seratus enam puluh satu



Seratus enam puluh satu

0Layar proyeksi yang sudah terpampang jelas di hadapan seorang gadis dan juga seorang laki-laki yang kini tengah asyik menikmati steak dengan mix vegetable di masing-masing piring itu dengan sangat tenang tanpa merasa bersalah sedikitpun.     

Mereka kini tengah menyaksikan CCTV dari berbagai sudut lorong ruangan yang menampilkan para pion yang masuk ke dalam permainannya.     

Dari Allea, Vrans, Sean dan Erica, D. Krack bahkan Xena pun semuanya terkam di beberapa CCTV yang tentu saja di satukan dalam satu layar.     

Hana memasukkan potongan steak yang sudah ia potong dengan pisau tersebut langsung saja ke dalam mulutnya, hm nikmat sekali. "Apa sebaiknya kita lebih cepat dalam bertindak?" tanyanya yang memang ini semua atas saran Chris yang mengajak dirinya untuk mengisi perut terlebih dahulu.     

Throwback     

Hana sudah mulai memasuki pekarangan bangunan tua yang memang selalu menjadi tujuannya untuk membunuh Xena. Entahlah, ia memang sangat berambisi untuk menjadikan gadis itu sasaran utama di dalam hidupnya. Gara-gara Paula yang mengenalkan Xena dan mulai masuk ke dalam list pembunuhannya, tentu saja hal itu malah menantang hasratnya yang memiliki daya tarik kuat untuk menghabisi nyawa seseorang.     

Dengan gaya yang tentunya sangat keren itu, seorang Hana Xavon langsung saja mengitari bangunan untuk ke halaman belakang yang terdapat dinding rusak dan runtuh sebagai jalan masuk yang tidak bisa di lalui orang lain selain dirinya dan orang yang bekerja padanya.     

Berkat kedatangan dirinya, aspal yang semula datar menjadi terbuka lebar menunjukkan jalanan turunan yang membawanya ke ruangan bawah tanah. Tidak, tidak perlu memuji dirinya karena berhasil membangun kekerenan ini semua hanya dalam waktu berbulan-bulan saja.     

Dengan begitu, Hana langsung saja melajukan kembali motornya ke bawah sana dan otomatis aspal tersebut tertutup.     

Iya, ini adalah ruangan khusus untuk memantau segalanya. Tidak bisa di deteksi sama sekali, dan tentunya memiliki lift khusus yang membawa dirinya ke ruangan yang telah di tempati oleh Xena.     

Ia menghentikan motornya tepat di parkiran kecil yang ia buat, di sana juga ada mobil milik Chris yang terparkir apik. Mobil berwarna merah menyala dengan desain di modifikasi menambahkan daya pesona mobil sport itu. Jangan di hitung harga keseluruhannya, sudah pasti Chris tidak pernah berpikir panjang untuk membeli apapun sesukanya.     

Melihat semua yang sudah tersusun rapih seperti layaknya ruang tamu pada perumahan mewah dengan satu sofa panjang dan dua single sofa serta sebuah meja panjang yang berada di tengahnya, tentu saja menambah kesan sempurna. Ya bedanya ruangan ini berada di dalam tanah yang tidak memungkinkan untuk mendapatkan paparan sinar matahari.     

"Bagaimana? Semuanya sudah siap?" tanyanya sambil turun dari atas motor kesayangan yang mampu membelah jalan raya dengan kecepatan super namun tetap dalam situasi aman. Ia juga tidak lupa untuk melepas helm yang melekat pada kepalanya, kini pahatan wajah cantik layaknya Sean versi gadis sudah tersuguh.     

Chris menolehkan kepalanya, menatap ke arah Hana yang baru saja datang. "Tentu saja, dan kini waktunya makan." ucapnya sambil menepuk sofa yang berada tepat di samping tubuhnya. Ia mengatakan pada gadis itu untuk segera duduk di sampingnya supaya dapat menikmati sebuah hidangan yang ia buat sendiri. Ah tidak sih tidak buat sendiri, sausnya ia menggunakan saus kemasan supaya lebih praktis karena ayolah, di ruang bawah tanah tentu saja tidak boleh terdapat banyak asap yang keluar.     

Hana menaruh helmnya tepat di gagang kaca spion motor, lalu dirinya mulai merapihkan penampilan, dan ya menaikkan sebelah alisnya karena merasa konyol dengan ajakan Chris. "Apa kamu gila? Bukankah seharusnya kita segera menghabisi Xena?" tanyanya sambil melangkahkan kakinya untuk mendekat ke arah Chris yang sudah memegang gelas berisikan red wine, sangat menggoda tenggorokannya udah segera meneguk minuman beralkohol itu.     

Chris menaikkan kedua bahunya merasa tidak ingin banyak bicara mengenai hal ini. Ia langsung saja kembali memposisikan tubuhnya ke depan layar proyeksi besar, tanpa melihat ke arah Hana yang mungkin saja tidak tertarik dengan tawarannya itu. "Bukankah lebih menyenangkan jika menyaksikan mereka terlebih dahulu?" tanyanya. Tidak, ia sama sekali tidak mengulur waktu untuk membuat waktu hidup Xena lebih lama walaupun beberapa menit saja. Ya ia sebagai seorang kriminal pun lebih mengaku jika ia suka melihat orang tersiksa apalagi skill Hana yang membuat peralatan canggih itu bisa saja membuat orang-orang terbunuh.     

Hana mengerutkan keningnya, ia mencoba untuk menimang-nimang perkataan Chris yang ada benarnya juga. "Kalau begitu, ya sudah. Hanya beberapa menit, setelah itu kembali menjalani aktivitas. Bagaimana?" ucapnya sambil melangkahkan kaki menuju ke arah Chris yang sudah duduk manis di atas sofa. Tangannya yang tadi memegang gelas berisi red wine pun sudah tersampir di sepanjang kepala sofa.     

Chris terkekeh kecil, lalu berdecak. "Makanya, nikmati dulu permainannya. Jangan terlalu tergesa-gesa, tapi pasti." ucapnya sambil menggeser piring yang berisikan seporsi steak untuk Hana. Ia tahu betul bagaimana gadis itu yang menjaga pola hidup sehatnya, dan maka dari itu sekali-kali Hana harus merasakan bagaimana kenikmatan daging.     

Hana mendaratkan bokongnya tepat di samping Chris, lalu melirik ke arah piringnya yang sudah tersedia satu hidangan yang menurutnya memiliki porsi kalori yang besar. "Ingin menggagalkan pola sehat ku?" tanyanya sambil menaikkan sebelah alisnya pertanda dirinya tengah mengintimidasi laki-laki yang berada di sampingnya ini.     

Tidak merasa takut dengan Hana, tentu saja Chris langsung saja mengangkat bahunya acuh. "Tidak peduli, lagipula tubuh mu sudah seperti orang yang kekurangan gizi." ucapnya yang di akhiri dengan sebuah kekehan kecil. Ia mengubah posisi duduknya menjadi sedikit membungkuk untuk menikmati steak ini.     

Hana memutar kedua bola matanya, selain kurang ajar tentu saja Chris adalah sang kriminalitas yang memang mampu di andalkan. Jadi, ya tentu saja hal itu sangat tidak masalah bagi dirinya karena seperti itulah memang perilaku para penjahat. Tidal peduli, terkadang cepat marah, dan banyak lagi contoh sifat negatif yang berada di diri manusia. "Pintar sekali, ini namanya body goals." ucapnya membenarkan apa yang dikatakan oleh laki-laki itu mengenai apa yang di katakan tadi.     

Kurang gizi? Sepertinya mata laki-laki itu tidak bisa menilai deh. Bukan, ia berbicara 'laki-laki' yang menjerumus untuk Chris.     

Daripada berargumen tidak jelas dengan Chris dan kebetulan ia lapar juga belum pernah menyentuk hidangan steak sejak beberapa tahun yang lalu ini, tentu saja membuat dirinya tidak menolak apa yang di ucapkan laki-laki itu. Anggap saja hari ini hanya terjadi sekali ini saja, setelah itu ia tidak akan pernah menyentuh makanan berkalori besar lagi. Karena mungkin saja hanya membentuk gumpalan lemak pada beberapa lipatan tubuhnya.     

Chris yang melihat ke arah Hana pun hanya terkekeh kecil, lalu menyuapkan potongan steak ke dalam mulutnya dengan mengerjapkan mata karena kenikmatan daging yang di grill setengah matang dengan saus ciri khasnya. "Makan saja habiskan, jangan malu." ucapnya sambil mengulum sebuah senyuman geli.     

Kalau saja Chris bukan orang yang ia kenal, sudah dapat di pastikan jika sudah akan menembaki laki-laki yang berperilaku seenaknya itu tanpa pikir panjang sekalipun.     

Hana menganggukkan kepalanya, lalu mulai memotong secara perlahan daging steak yang kini sudah tersuguh untuk dirinya. "Tentu saja akan ku habiskan, dan tidak akan menyentuh daging untuk bertahun-tahun kemudian lagi." ucapnya memberikan penjelasan terhadap Chris yang sudah tersenyum meledek dirinya.     

Entah sejak kapan ia memutuskan untuk tidak memakan makanan yang seperti itu. Rendah kalori adalah hal yang terbaik bagi dirinya, lagipula ia bukanlah gadis yang mudah lapar dan banyak makan. Makan roti satu lembar pun sudah membuat dirinya kenyang dan bertahan sampai sore hari. Aktifitas yang padat tak membuat dirinya merasa lapar terus menerus, justru sebaliknya.     

Kini, sambil menikmati steak, Hana dan Chris mulai memusatkan pandangannya pada layar proyeksi yang menampilkan Allea tengah berkelahi dengan Herra, Vrans mencoba untuk membuka sandi komputer, Erica dan Sean sibuk bertengkar entah membicarakan hal apa, dan D. Krack yang sedang bertarung samurai pada Victor.     

"Jadi, kita nikmati semua ini dengan hidangan steak dan red wine."     

Throwback off     

Chris menaikkan sebelah alisnya ketika Hana bertanya untuk mempercepat tindakan, kini ia menolehkan kepalanya ke arah piring gadis tersebut. "Habiskan dulu steak mu," ucapnya yang mengusap sudut bibir untuk menghilangkan noda setelah memakan steak.     

Hana menghembuskan napasnya, sungguh ia sama sekali tidak berminat untuk menghabiskan ini. Di mulutnya, rasa steak sudah sangat berbeda. "Apa tidak boleh di buang saja? Kali saja nanti ada beruang dan hewan buas lainnya yang memakan sisahan dagingnya." ucapnya sambil mendorong piring miliknya.     

Dengan pengakhiran segelas red wine, mulai menyapa dinding tenggorokannya yang terasa kering. Setelah itu, Hana beranjak dari duduknya, ia menolehkan kepala ke arah layar proyeksi. Memang menampilkan pertarungan yang sengit namun ia sudah tidak berminat untuk melanjutkan tontonan tersebut, terlalu klasik dan bertele-tele.     

"Aku ingin bersama Xena saja, bye." ucapnya sambil melangkahkan kaki ke arah lift yang terdapat di sudut ruangan.     

Chris yang melihat itu pun langsung saja menaikkan sebelah alisnya, sambil mengarahkan kepala untuk mengikuti segala langkah yang di ambil Hana. "Apa kamu serius? Bahkan kamu belum tahu bagaimana nasib mereka."     

Sebelum masuk ke dalam lift, Hana pun kembali menolehkan kepalanya ke arah Chris. "Untuk apa? Aku yakin mereka semua orang hebat yang bisa lolos dari semua ranjau yang ku buat." ucapnya sambil melangkahkan kakinya masuk ke dalam lift tanpa memperdulikan laki-laki yang kini sudah mengumpat kasar kepada dirinya.     

Ia tidak peduli, selagi dirinya merasa nyaman dengan apa yang dilakukan, saat itu juga ia merasa tidak bersalah sedikitpun.     

Ting     

Pintu lift terbuka, lalu menampilkan sosok Xena yang tengah duduk di tepi kasur tanpa melakukan apapun selain menatap lesu ke arah kedua kakinya yang sudah tanpa alas kaki. Lagipula kalau di sekap, untuk apa high heels masih melekat di telapak kakinya?     

Hana melangkahkan kakinya, keluar dari lift dan langsung berjalan menghampiri Xena yang belum menyadari kedatangannya.     

"Hai Xena, bagaimana keadaan mu saat menyadari kalau ini adalah hari terakhir berada di dunia?"     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.