My Coldest CEO

Seratus enam puluh tiga



Seratus enam puluh tiga

0Agen Farrell Hamilton namanya, yang kini membantu tugas Niel dan Orlin untuk menyelidiki kejahatan ini. Dengan seorang asisten yang kira-kira memiliki umur setara dengan Orlin, tentu saja membuat mereka terkadang melirik satu sama lain.     

Mungkin ingin sekedar mengobrol atau menjalin pertemanan, tapi keadaan tentu saja tidak cocok untuk melakukan hal itu. Padahal bisa di pastikan, gadis bernama Dicta Yadamicra itu ingin sekali duduk bersantai di temani secangkir teh hangat untuk mengobrol santai.     

"Apa ada tempat yang lain curigai sejauh ini?" tanya Farrell sambil melepas kacamata hitam yang membingkai matanya. Tampilan layaknya seorang FBI namun memiliki pahatan wajah yang cukup tampan dengan postur tubuh atletis membuat laki-laki ini terkadang menjadi incaran para gadis untuk mengambil posisi yang kini sudah di tempatkan oleh Dicta. Beruntung ia dapat gadis gesit dan tangkas itu, kalau tidak pasti yang ia dapatkan hanya gadis yang bermanja-manja pada dirinya dan lebih parahnya lagi mungkin memiliki hobi keseharian untuk menggodanya.     

Niel menolehkan kepalanya ke arah Orlin yang ternyata gadisnya itu juga melakukan hal yang serupa dengan dirinya.     

Tadi, sebelum kedatangan Farrell dan juga Dicta, tentu saja antara Orlin dan Niel melakukan investigasi kecil-kecilan untuk melacak dimana keberadaan mereka semua. Dan ya, ada dua tempat yang menjadikan mereka curiga dan tentunya harus berbagi tugas.     

Orlin menganggukkan kepalanya, memberitahu Farrell jika dirinya tahu apa yang harus dilakukan. "Kita pergi ke rumah Hana Xavon," ucapnya sambil membenarkan letak japitan rambut berwarna hitam untuk menahan anakan rambut yang terkadang menghalangi pandangannya.     

Dicta yang mendengar hal itu langsung saja mengeluarkan i-pad canggih dari dalam tas ransel miliknya. Entahlah, menurutnya membawa tas saat bertugas adalah hal yang sangat membantu karena dapat mencakup banyak barang. Ia dengan stylus pen yang berada di tangannya pun langsung saja mencatat poin inti dari apa yang di ucapkan Orlin. Tadi mereka juga sudah membahas sebagian masalah, dan ternyata lagi dan lagi berasal dari seorang gadis pembunuh bayaran yang memang dari dulu gencar sekali untuk di tangkap.     

"Kalau begitu, kita perlu berjaga-jaga." ucap Farrell sambil melihat ke arah jam yang melingkar pergelangan tangan kirinya, lalu memutarnya searah jarum jam. Pada detik itu juga, mobil yang ia kenakan berdua dengan Dicta langsung saja dilapisi dengan sistem penolak pemindaian identitas.     

Orlin dan Niel hanya bisa menyaksikan kehebatan itu, lalu secara bersamaan mengerjapkan kedua bola mata mereka. Lagi dan lagi, hal terkeren di suguhkan tepat di hadapannya.     

BMW 840i Gran Coupe M Technic.      

Menjadi pilihan mobil yang selalu menjadi daya tarik seorang Farrell. Ia juga dengan sayangnya pada kendaraan ini sampai-sampai tidak rela mengganti mobilnya yang mungkin saja ada yang jauh lebih keren. Ia bukan tipe laki-laki yang mudah tergoda dengan barang apapun, yang sudah menjadi miliknya pasti tidak akan tergantikan kecuali sudah usang dan tak layak pakai.     

"Kalian bisa satu mobil dengan kita supaya lebih aman," ucap Dicta. Ia adalah gadis yang tidak ribet namun dapat mencatat segala kronologi masalah dengan ringkas. "Dan aku sudah memindai data lokasi pada ponsel mu, Tuan Niel. Sekarang, kita berangkat." sambungnya, sambil meraih tas ranselnya untuk di gendong ke dapan tubuh supaya lebih mudah nantinya.     

Niel menganggukkan kepalanya, "Baiklah kalau begitu. Ku harap kalian bertugas dengan baik."     

Iya, memangnya siapa yang tidak kenal dengan seorang agen FBI bernama Farrell Hamilton? Selain tampan dan menjadi banyak daya pikat para gadis, tentu saja laki-laki ini memiliki kriteria sebagai suami idaman. Jika akhir pekan, ia pasti di undang ke acara televisi untuk menghadiri acara memasak yang sudah dapat di pastikan jika hal itu sangatlah menggemaskan. Saat bekerja di lapangan pun gaya nya sangat keren, pakaian yang rapih dan tentu saja sangat profesional.     

Farrell tentu saja langsung menganggukkan kepalanya dengan yakin. "Tentu saja, aku bekerja dengan benar." ucapnya sambil memeriksa jambulnya yang sudah tersisir rapih itu. Tidak mungkin kan seorang Agen FBI berantakan layaknya Sean? Ah tidak, laki-laki pembunuh itu memiliki daya tarik tersendiri dari kata 'berantakan' yang justru sangatlah sexy.     

Orlin menghembuskan napasnya, lalu berjalan mendekati Dicta yang kini masih memegang i-pad di tangannya. "Apa aku boleh bersama mu? Biarkan kedua laki-laki ini memimpin di bagian depan kursi mobil." ucapnya sambil menampilkan sebuah senyuman kecil.     

Iya, benar. Ia belum bisa tersenyum seperti biasa yang membawa keceriaan toh semua ini memang kesalahannya kan yang lebih memilih bersama Allea? Seharusnya ia menolak ucapan Xena yang ingin pergi ke toko bunga dan mencegah gadis keras kepala tang banyak mau itu.     

Mungkin saja, takdir akan berbeda dan Hana kembali menjalankan rencana sesuai abjad.     

Dicta tentu saja langsung menganggukkan kepalanya tanpa berpikir panjang sekalipun. Bersama dengan Farrell membuat dirinya semakin mabuk kepayang dengan semua tugas yang diberikan oleh laki-laki itu. Ingin protes? Tentu saja tidak bisa. 'Mau makan dari batu?' pikirannya. Satu-satunya pekerjaan yang tidak sulit karena sesuai kemampuannya ya hanya ini saja.     

"Tentu saja, mari." ucapnya sambil berjalan masuk ke dalam mobil kursi bagian belakang diikuti oleh Orlin juga.     

Karena Orlin bernotabene gadis yang cepat tanggap dan mudah sekali bergaul, maka ia tidak pernah segan untuk mengajak seseorang mengobrol terlebih dahulu. Toh kalau tidak mengobrol, memangnya ingin di landa oleh suasana awkward dan juga hening sepi? Tidak, itu bukanlah suasana yang nyaman bagi gadis ini.     

Niel melihat Orlin yang sudah mengikuti langkah Dicta untuk masuk ke dalam mobil, sebelum Farrell melakukan hal serupa seperti mereka, ia langsung saja mencekal pergelangan tangan laki-laki tersebut. "Kau tahu kan kini menghadapi siapa?" tanyanya sambil menaikkan sebelah alisnya untuk kembali memastikan apa yang diyakini oleh Farrell saat ini.     

Iya sih seorang agen FBI tidak bisa di ragukan saat sudah turun kelapangan, tapi kan sama saja. Rasa khawatir Orlin mengenai kondisi sahabatnya tentu saja membuat dirinya harus bertindak dengan tegas tanpa ada kesalahan sedikitpun.     

Farrell mengurungkan niat untuk masuk ke dalam mobil, lalu menatap Niel dengan sorot mata yang tidak pernah mungkin bisa di ragukan keseriusannya. "Jika aku tidak becus, kamu boleh menuntut ku sebagai agen FBI terburuk." ucapnya dengan penuh kesungguhan. Tidak ada nada meremehkan, mengecilkan, ataupun yang ke arah kalau dirinya bermain-main. Sudah banyak kasus yang ia lalui, dan untuk menghadapi Hana Xavon mungkin ia sudah punya banyak bekal pengalaman.     

Niel menghembuskan napasnya, merasa harus memanjatkan puji syukur pada Tuhan. "Terimakasih, aku percaya padamu." ucapnya sambil menepuk pundak Farrell dengan perlahan. Ia melangkahkan kakinya ke arah mobil laki-laki yang sudah ia berikan tugas cukup sulit. Memasuki perumahan Hana Xavon adalah hal yang paling tidak memungkinkan.     

Tidak perlu di tebak-tebak lagi, karena pasti memiliki sistem keamanan yang sangat kuat.     

Farrell yang melihat ke arah Niel yang sudah berjalan dan mulai memasuki pintu samping pengemudi itu pun langsung saja melihat ke arah jam tangannya kembali. Waktu adalah uang, waktu adalah pembuktian dan waktu adalah nyawa.     

Kalau seseorang sudah berani menugaskan pada dirinya sebuah kasus permasalahan, maka disitulah titik keseriusan seorang Farrell Hamilton.     

Ia melangkahkan kakinya mendekat ke arah mobil, lalu sebelum masuk ke dalam, ia mengeluarkan sebuah alat anti pendeteksi lagi pada mobilnya supaya saat di tinggalkan di luar pagar perumahan Hana pun tidak akan hilang dan terlihat oleh sensor keamanan. Berjaga-jaga adalah hal yang paling sering ia lakukan.     

"Tuan Farrell, segera masuk ke dalam mobil. Kita tidak memiliki banyak waktu."     

Itu ucapan Dicta yang berhasil membuat Farrell mulai mempercepat pemasangan alat tersebut yang langsung saja menempel tepat di bawah mobilnya. "Iya, aku sudah selesai." ucapnya sambil menepuk masing-masing telapak tangannya yang tentu saja sudah dilapisi oleh sarung tangan transparan yang melekat pada kulit. Sebagai agen FBI tentu saja ia tidak ingin kecolongan, dan menjadi seseorang yang di libatkan untuk kasus ini karena terdapat jejak sidik jari.     

Farrell langsung saja masuk ke dalam mobil miliknya, lalu mulai menutup pintu dan disusul dengan memasang seatbelt pada tubuhnya.     

"Mari kita mulai investigasi," ucapnya sambil memutar kunci mobil sampai mesinnya mulai menyala. Dengan gerakan yang sempurna, ia tentu saja langsung memutar arah mobilnya menjadi arah berlawanan yang langsung saja membawa mereka keluar dari pekarangan rumah mewah Orlin dan mulai masuk ke jalan raya.     

Semua orang juga tahu jika mobil yang di kendarai dirinya ini merupakan mobil FBI karena di plat nomor depan ataupun belakang memiliki logo ciri khas yang membuat banyak orang langsung mengenalinya.     

Orlin yang masih merasakan risau itu pun semakin membuang suasana hati bagusnya menuju suasana hati buruk. Masih merasa bersalah? Tentu saja! Harus berapa kali ia ungkit kembali?     

Dicta pun melirik ke arah Orlin. Jika bisa di samakan, gadis ini memiliki sifat seperti Erica. Namun terlihat lebih tenang tanpa tatapan dingin yang menusuk ataupun mengintimidasi yang mampu membuat sang lawan bicara tidak mampu berkutik karena sangat tajam. "Kenapa?" tanyanya dengan suara pelan takut para laki-laki malah mencuri percakapan dirinya dengan Orlin.     

Orlin yang mendengar suara Dicta bertanya pada dirinya itu pun langsung saja menolehkan kepalanya. "Tolong bawa Hana pergi atau setidaknya selamatkan Xena terlebih dahulu." ucapnya dengan nada lirihan yang terdengar memilukan.     

"Itu sudah pasti, banyak yang berusaha sedang menyelamatkan Xena, kan? Bagian kita hanya pergi ke rumah Hana dan menurut penjelasan mu tadi ada dua orang yang berada di sana."     

"Iya, benar. Kekasih Xena dan juga Allea si mantan asisten Hana yang berhasil masuk ke dalam ruang lingkup kami."     

Rasanya pun Dicta Ingin bertanya lebih lanjut mengenai kejanggalan yang diucapkan oleh Orlin. Namun menurut peraturan yang berlaku, tentu saja ia tidak diperbolehkan untuk mengikut campuri masalah orang lain. Memilih untuk diam dan mencoret-coret di i-pad nya, ia tidak berani menjawab apapun lagi untuk gadis di sebelahnya.     

Satu hal yang ia tahu bahwa kini Orlin sedang merasa bersalah karena saat bercerita tadi pun gadis ini hampir saja menangis jika tidak ada Niel yang menenangkan dan selalu mengingatkan dengan kalimat seperti 'ini sama sekali bukan kesalahan mu'.     

Berusaha untuk menarik napasnya, Dicta menolehkan kembali kepalanya ke arah Orlin. "Hei, jangan sedih. Semua akan berjalan sesuai dengan rencana kalian, Xena pasti selamat." ucapnya.     

Kalimat penenang yang akan di pastikan terwujud adalah janji terbesar yang pernah dilakukan oleh umat manusia, dan kini Dicta berjanji.     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.