My Coldest CEO

Seratus enam puluh tujuh



Seratus enam puluh tujuh

0"Hana!"     

"Hana."     

"Ah, yasudah lah."     

Chris pun sudah malas ikut campur ke dalam urusan Hana, lagipula gadis itu sangatlah keras kepala. Kini, bagian dirinya beristirahat dengan red wine yang masih tersisa di gelasnya.     

Kepergian Hana yang tidak dapat di cegah itu pun membuat ia merasa, kalau tidak seharusnya masuk ke dalam hidup gadis pembunuh itu. Sudah memiliki sistem keamanan yang sulit di retas, bahkan hanya ingin masuk ke dalam sesuatu yang berhubungan dengan gadis itu harus disertai dengan pemindaian identitas.     

Dan kini, ia lebih baik jadi penonton di kala saat yang menegangkan seperti ini. Ia dengan sangat cermat mulai menatap seorang gadis yang sedang bertarung dengan robot wanita, konyolnya lagi kenapa mereka gemar sekali mengobrol satu sama lain? Terkadang pihak gadis yang menyunggingkan senyuman penuh kemenangan, tapi beberapa detik kemudian si robot wanitalah yang tertawa dengan nada meremehkan.     

Tidak tertarik dengan tontonan satu itu, ia menonaktifkan mode suara yang memang bisa di dengar dari sini. Ia menggaruk pipinya yang sedikit terasa gatal, lalu beralih pandangannya pada seorang laki-laki yang entah kenapa sedang sibuk dengan komputer di atas meja. Dapat di tebak jika laki-laki tersebut tengah berkutat untuk menuliskan kata sandi yang benar pada komputer.     

Cukup menarik karena dengan pintarnya laki-laki itu melakukan cara merepotkan seperti seorang detektif yang menggunakan cara kuno.     

Belum mengalihkan pandangan, Chris tetap mempertahankan laki-laki tersebut yang memiliki tingkat kesabaran tinggi karena harus meraut lama pensil yang berada di genggamannya.     

"Kenapa dia memiliki pemikiran sehebat itu? Mungkin kalau aku berada di posisinya sudah menyerah duluan." ucapnya sambil terkekeh kecil. Ia pun tipe orang yang malas untuk menetapkan rasa sabar di tubuh. Padahal, bisa saja ia lebih pintar untuk melakukan segala hal yang dilakukan oleh laki-laki itu dengan mudah.     

Apalagi melihat sebuah botol whiskey yang sepertinya sangat menggugah tenggorokannya untuk segera di cicip, euhm ingin rasanya ia mencoba itu. Semakin di perhatikan, laki-laki itu dengan gesit bertindak.     

Dan dapat di pastikan dia sudah bisa mendapatkan sandi dari komputer tersebut lalu membuang begitu saja botol whiskey sampai pecah, bahkan isinya terbuang sia-sia di lantai kayu.     

"Astaga, lebih baik buat ku." ucapnya sambil menggelengkan kepalanya merasa sayang dengan minuman beralkohol tua yang memiliki cita rasa berbeda karena itu menjadi ciri khasnya.     

Ia tidak pikir jika hal ini akan menarik, dan dirinya pun langsung saja berpindah haluan ke arah... tunggu, kenapa ada sepasang kekasih yang ikut masuk ke dalam permainan Hana?     

Menatap lebih lekat lagi, ternyata laki-laki yang sedang bersama seorang gadis itu adalah Sean Xavon yang merupakan adik dari Hana. Memangnya siapa yang tidak kenal mereka berdua? Kini, pertanyaannya kenapa laki-laki tersebut bisa ikut masuk ke dalam permainan? Bukankah itu adalah hal menarik untuk dinikmati?     

Keahlian adik kakak itu adalah hal yang sangatlah hebat dan juga keren. Sean masuk ke dalam permainan Hana, tentu saja seolah-olah mengasah kemampuan laki-laki itu.     

Dan ya, ia tidak mengenal gadis yang berada di sebelahnya. Apa itu kekasih dari seorang Sean? Karena oh ayolah, sudah lama berita tentang laki-laki itu yang sama sekali tidak pernah di kabarkan dengan kedekatan pada seorang gadis manapun. Sampai sebuah kabar menyimpang tentang 'gay' itu pun langsung saja tersuguh, namun Hana menentang keras hal itu. Dan ya, kini semuanya sudah terbukti.     

"Cantik juga," komentarnya sambil terkekeh kecil. Ia sempat terpesona dengan gadis tersebut yang sepertinya sangat ganas, apalagi tatapan mata tajam itu sangatlah idaman sekali. Ia ingin memiliki seorang kekasih yang tidak terlalu repot dengan urusannya seperti berbelanja tidak penting ataupun pergi ke salon. Baginya, gadis cantik itu diibaratkan bisa menembak dan melakukan aksi lainnya. Ya supaya nanti kalau ada job bisa di lakukan bersama-sama dan mengerti satu sama lain.     

Apalagi dirinya yang bernotabene suka sekali terjun ke dalam dunia kejahatan, membuat ia kesal dan tidak memiliki banyak waktu luang untuk sekedar memiliki kencan romantis.     

Astaga, ia pun sama sekali tidak iri dengan mereka berdua. Ya setiap kriminal mampu menentukan jalannya sendiri, entah ingin dihinggapi makhluk seperti layaknya gadis yang berarti harus membagi waktu lagi atau tidak sama sekali dan menjalankan hidup seperti orang kesepian. Ini semua hanya tentang memilih saja.     

Ia beralih karena tidak ingin menyaksikan kisah percintaan orang lain. Kini, matanya beralih ke arah seorang laki-laki berbadan tegak yang sedang berhadapan lagi sedang seorang robot wanita.     

Ia hanya menggelengkan kepalanya merasa takjub dengan apa yang di perbuat oleh Hana. Sudah dapat di pastikan gadis itu memiliki kemampuan tinggi dengan kinerja otak yang setara.     

Robot ciptaan Hana tentu saja menjadi daya tarik yang kini ia tatap secara terus menerus. Entah bagaimana caranya bisa membuat robot yang sangat sempurna layaknya manusia itu.     

D. Krack. Ia juga cukup mengenal laki-laki hebat yang memiliki berbagai sistem kejahatan di dunia. Bagaimana pun, membantu Hana bukanlah hal yang memberatkan, iya kan? Ia bekerja untuk mendapatkan uang, bukan untuk mengibarkan bendera perang pada sesama penjahat.     

Ia cukup menikmati apa yang tersuguh di layar proyeksi kali ini. Ia mendengar kesepakatan konyol yang dikatakan laki-laki tersebut untuk membantu membunuh Hana. Bagaimana bisa Sean dan D. Krack berniat untuk membunuh darah Xavon?     

...     

Hana yang sudah menatap Xena tak sadarkan diri itu langsung saja menyeret kursi yang tadi ia duduki untuk kembali ke posisinya yang berada di samping kasur itu.     

Ia menatap pahatan wajah gadis yang terpejam lesu. Memang cantik dan manis sih, tapi sayang saja pernah merusak kebahagiaan seseorang. Iya, Paula. Ia masih memiliki tanggung jawab yang besar untuk menuntaskan apa yang di perintahkan.     

"Kalau saja kamu tidak hadir di hidup Vrans dan membuat Paula merasa cemburu, pasti aku tidak ada di sini." ucapnya sambil menelusuri wajah Xena dengan pisau kecil yang tiba-tiba saja sudah tergenggam di tangannya. Ia tidak membenamkan pisau tajam tersebut, hanya menyentuhkan besi pisau saja yang terasa dingin di pipi gadis tersebut.     

Ia tidak berniat untuk melukai wajah Xena. Nanti kalau sudah jadi mayat sudah dapat di pastikan akan membusuk, iya kan? Lebih baik dirinya masih menjadi mayat yang sangat cantik. Kan bisa nanti dirinya mengenang kematian gadis ini.     

Banyak hal yang menjadi daya tariknya, termasuk seorang Xena. Ia memilih untuk membuat ukiran kecil di lengan tangan gadis yang terbaring tak sadarkan diri ini. Tidak tergores dalam, namun masih mampu untuk membuat kulit permukaan Xena yang sangat mulus.     

Menggambar kepala kucing adalah hal yang ia suka lakukan pada para korbannya yang sudah tewas. Namun untuk pertama kalinya ia mengukir di seseorang yang masih setengah sadarkan diri, karena kini Xena hanya pingsan saja.     

Dengan perlahan, hati-hati, dan tentu saja penuh ketelitian. Pada saat sudah selesai, ia langsung saja menyunggingkan senyuman sangat puas.     

"Jadi juga," gumamnya.     

Merasa tidak seru karena tidak ada pekikan yang memilukan akibat ulahnya ini, ia lebih memilih untuk menghentikan permainannya. Karena ia sudah terbiasa dengan pekikan menderita yang keluar dari mulut para targetnya.     

Ia melangkahkan kakinya, kembali memasuki lift untuk membawanya ke Chris. Benar, ia terlalu buru-buru melakukan hal ini sampai lupa bagaimana cara menikmati permainan yang sesungguhnya.     

Hana menekan tombol lift, lalu mulai masuk ke dalam sana dan menekan untuk menuju ke ruang bawah tanah tempat dirinya dan juga Chris.     

Tidak sampai hitungan dua menit ia sudah sampai satu ruangan lagi dengan laki-laki yang kini masih saja menikmati anggur merahnya. Tidak ada rasa bosan atau bahkan henti hanya untuk peneman menonton CCTV yang sudah pasti menurut Hana tidaklah menarik.     

"Hai, Chris." sapanya sambil meraih sebuah handuk kecil untuk membersihkan bulir keringat yang sedikit hadir di keningnya.     

Chris menolehkan kepalanya, lalu mengulum sebuah senyuman mengejek. "Sudah ku bilang, nikmati terlebih dahulu baru deh ke Xena. Kamu terlalu keras kepala untuk ukuran pembunuh bayaran yang mahir." ucapnya disusul dengan sebuah tegukan minuman beralkohol yang membasahi dinding tenggorokannya.     

Hana yang mendengar itu pun langsung saja memutar kedua bola matanya. Ia memang sudah sering bekerja cepat dan tidak bertele-tele daripada seperti ini. Tapi ia tidak sadar bahwa saran yang di lontarkan Chris ada benarnya juga. Membunuh bukan tentang kecepatan, tapi tentang kesabaran.     

Rasa sabar memang kerap kali menjadi perasaan yang sangat sulit hadir di dalam tubuh manusia, termasuk Hana. Dan ya, kesadaran harus muncul telat untuk mengatakan pada dirinya bahwa rasa sabar itu perlu adanya.     

"Ya ku pikir kalau langsung membunuh itu tidak membuang banyak waktu," ucapnya sambil melangkahkan kaki untuk mendekati Chris. Ia kembali menduduki tempat di samping laki-laki tersebut, lalu melirik piring seporsi steak miliknya yang masih tersisa.     

Seolah-olah tahu dengan apa yang dipikirkan oleh gadis di sebelahnya ini, Chris meneguk kembali red wine-nya sampai habis lalu meletakkan gelas tersebut ke atas meja. "Sayang kalau di buang, lebih baik makan lagi aja. Lagipula juga mereka masih di langkah awal, belum memasuki tingkat kesulitan yang selanjutnya." ucap Chris dengan nada tenang. Lebih baik ia menjadi otak permainan daripada Hana yang sama sekali tidak bisa menikmati penderitaan orang lain.     

"Hm." gumamnya karena tidak ingin meneruskan obrolan yang menurutnya sangatlah tidak cocok untuk dibicarakan ini.     

Tidak ingin mendengarkan ocehan Chris yang masuk ke kategori laki-laki bawel, ia segera memakan kembali steak yang tersaji untuknya sedari tadi.     

"Lain kali, sadar. Kalau setiap orang memiliki celah untuk tetap bernapas walau waktunya tinggal sebentar lagi."     

"Sadar atau tidak, aku tetap akan membunuhnya."     

"Baiklah, kalau begitu jangan menjadi boomerang akibat ucapan mu itu."     

Kalau seorang Hana sudah membuat segala peralatan canggih dengan jalan pemikiran yang luas serta rencana hebat seperti yang terurut di alfabet, tentu sudah pasti tidak akan mengecewakan, iya kan?     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.