My Coldest CEO

Seratus enam puluh sembilan



Seratus enam puluh sembilan

0The five doors of death     

Sepertinya itu adalah julukan yang tepat untuk lima pintu menyesatkan. Tidak sih sebenarnya hanya ada empat yang berbahaya dan satu lagi terdapat Xena, tersandera oleh kejamnya Hana yang haus akan obsesinya terhadap gadis tersebut.     

Pintu pertama memiliki kata kunci SADTA, yang memiliki kepanjangan : Sharp And deadly To Anyone (berisi ribuan anak panah).     

Pintu kedua memiliki kata kunci DAMC, yang memiliki kepanjangan : Dangerous And Mercilessly Chopped (berisi alat pemotong raksasa).     

Pintu ketiga memiliki kata kunci PTSN, yang memiliki kepanjangan : Poison The Sinner's Nose (berisi gas beracun yang mematikan dalam hitungan detik).     

Pintu keempat memiliki kata kunci RV, yang memiliki kepanjangan : Rattlesnake Venom (berisi puluhan ular berbisa dengan racunnya)     

Pintu kelima memiliki kata kunci FWBC, yang memiliki kepanjangan : Flower With Black Cat (berisi Xena yang tengah di borgol, or called the door of victory).     

Masih ingat dengan semua julukan itu? Iya, pilihan berada di tangan masing-masing orang yang memiliki kepercayaan untuk mendapatkan sebuah keberuntungan yang sangat.     

Salah langkah, maka akan segera masuk ke dalam lubang hitam penuh kesengsaraan menjerumus ke sistem berbahaya.     

Memangnya siapa yang sangka setelah semua ini berlalu, masih ada laku babak yang belum mereka selesaikan? Kini, berharap lah supaya tidak salah langkah. Karena semakin lama mereka terjebak, maka akan semakin mempercepat hasrat Hana untuk segera membunuh Xena.     

Dan kalau memang selanjutnya masih terdapat beberapa ruangan yang harus segera di tuntaskan, sudah dapat di pastikan jika kasus ini akan semakin bertambah panjang.     

D. Krack, Sean dan Erica, Allea dan Vrans, Orlin dan Niel, serta entahlah siapa lagi yang masuk ke dalam permainan ini. Yang pasti ada sisi jahat dan ada sisi baiknya. Sayang seribu sayang sisi jahat itu lah yang justru sangat kuat dan dominan.     

Banyak hal yang seharusnya di persiapkan matang-matang. Bukan rencana satu kelibat atau bahkan terburu-buru dengan persetujuan yang oke-oke saja. Ya memangnya mau bagaimana lagi? Ingin menyusun rencana yang sempurna pun tidak akan keburu waktunya. Jadi, sesuai arahan Erica dan D. Krack saja di dalam pembagian tugas. Masing-masing orang, memiliki tanggung jawab besar. Kalaupun lalai, ya pasti membahayakan dirinya sendiri, bukan orang lain.     

Sama halnya dengan D. Krack yang saat ini sudah berhasil keluar dari labirin kaca dengan senyuman sumringah sambil mengumpat kasar pada ruangan menyebalkan yang sangat sulit di temukan jalan keluar itu. Kini, laki-laki tersebut sudah mulai menjulurkan tangannya untuk meraih knop gagang pintu dan memutarnya.     

Ceklek     

Pintu terbuka, lalu dirinya menatap sebuah ruangan. Seperti ruang tengah yang berada di bangunan tua ini, terbukti dari lampu gantung besar dengan desain cukup mewah di tengah langit-langit ruangan.     

Bahkan, ini pandangannya sudah menatap menyeluruh. Hanya ruang tengah kosong tanpa furniture apapun, tapi banyak lukisa dinding kuno yang terpajang. Entahlah sepertinya art desain terkenal yang membuatnya karena ada lukisan Monalisa, hampir mirip dengan aslinya yang terletak di Museum Louvre, Paris.     

Siapa yang tidak kenal dengan lukisan Monalisa?     

//Fyi; Lukisan wanita karya Leonardo da Vinci abad ke 16 ini bahkan menyedot jutaan wisatawan dari seluruh dunia untuk datang ke Museum Louvre, Paris, tempat lukisan ini berada. Meskipun sebenarnya lukisan aslinya tak terlalu besar (hanya sekitar 77 x 53 cm) namun lukisan Mona Lisa punya nilai tersendiri bagi warga dunia.//     

Dengan begitu, ia mengakui jika ruangan ini sudah di bersihkan dari debu dan sarang laba-laba jadi terlihat bagaimana desain klasik kuno yang memanjakan mata.     

Kini, sudah terlihat jelas ada lima pintu yang tersuguh di hadapannya. Ingin tang ting tung saja pun tidak akan berhasil karena realitanya sudah menghempaskan seluruh ekspetasi.     

"Kalau begini, apa lagi yang harus ku lakukan?" gumamnya bertanya pada dirinya sendiri karena telah merasakan kebingungan yang melanda hati. Memangnya siapa yang tidak bingung di saat kekuatan adalah keunggulannya namun justru untuk kecerdasan otak ia masih minim.     

Ia pikir, jika labirin kaca sudah selesai ada 'level' selanjutnya lagi. Tapi justru ia malah di suruh bermain tebak-tebakan. Sudah tahu dirinya payah karena tidak memiliki feeling yang bagus, kali ini sepertinya ia membutuhkan tenaga lain untuk membantunya dalam menyelesaikan hal ini.     

Dengan tangan yang mulai meraih tombol di kacamatanya, ia langsung saja menghubungkan dengan Erica. Tidak ingin berbicara pada Sean karena sudah dapat di pastikan laki-laki itu tidak akan pernah serius jika sudah berada tepat di samping Erica. Memang menyebalkan.     

"Hai, Erica." sapa nya begitu layar kacamata miliknya dengan transparan membentuk sebuah gambaran yang berada di hadapan Erica.     

"Ada apa, D. Krack?" tanya Erica di seberang sana. Karena gadis itu kini sedang mengalihkan pandangannya pada Sean, jadilah D. Krack kini melihat seorang laki-laki yang berjalan dengan gaya keren.     

D. Krack menaikkan sebelah alisnya, "Itu ngapain Sean? Bukannya menjaga dirimu." ucapnya mencibir Sean. Soalnya, laki-laki itu sibuk membenarkan letak kacamatanya bahkan membenarkan letak peralatan lainnya yang melekat di tubuhnya.     

Erica mengembalikan arah pandangnya lurus ke depan. "Biasa, gak jelas. Ada apa?" ucapnya yang merasa penasaran karena hanya inilah satu-satunya alat komunikasi yang mereka punya. Kalau D. Krack tidak berinisiatif untuk menyarankan supaya menggunakan ini, mungkin saja mereka tidak bisa terhubung satu dengan yang lainnya.     

D. Krack menolehkan kepalanya pada kelima pintu tersebut supaya Erica bisa melihat apa yang dihadapinya saat ini sistem kacamata ini memang seperti kamera ponsel bagian belakang. "Look, this is the next level." gumamnya sambil mengarahkan kepalanya dari pintu satu ke pintu lima. Lalu menyudahi pandangannya dengan menatap lurus ke pintu tengah, pintu tiga.     

Erica yang melihat itu pun merasa aneh, ia berpikir jika Hana niat sekali untuk membuat itu semua. "Kalau begitu, aku akan segera kesana." ucapnya dari seberang sana sambil menganggukkan kepalanya.     

D. Krack ikut menganggukkan kepala, ia merasa paham dengan apa yang kini di katakan Erica. "Seberapa lama lagi?" tanyanya. Karena ia yang masuk paling awal yang memulai segalanya terlebih dahulu, dan beruntung sekali ia dengan mudahnya keluar dari sana. Tidak sih tidak mudah, andai saja ia tidak memiliki laser dengan daya rusak sebagus itu, pasti dirinya tidak akan menang. Mungkin saja kalah bertarung samurai.     

Ya logika saja, mana bisa rangkaian mesin di belah dengan samurai biasa? Tentu saja itu adalah bagian dari kemustahilan.     

"Ku pikir sedikit lagi, ruangan yang aku dan Sean hadapi banyak sekali ranjau tak terduga." ucap Erica memberikan penjelasan lebih lanjut tentang yang di hadapinya. Membayangkan lantai nada dengan berbagai alat yang muncul tiba-tiba saat salah melangkah, ah tidak nanti senam jantung lagi. Herannya, Hana ada pikiran sampai sejauh itu untuk membuat ruangan seperti ini.     

D. Krack menganggukkan kepalanya, "Bilang pada Sean untuk lebih cepat lagi." ucapnya memberikan pesan kepada Sean yang kini sudah menyetarakan langkahnya pada Erica. Sepertinya laki-laki itu penasaran dengan apa yang dirinya ucapkan.     

Setelah berkata seperti itu D. Krack memutuskan sambungan mereka secara sepihak tanpa mendengarkan Sean yang sepertinya sedang protes tentang suruhannya untuk lebih cepat lagi, ia langsung saja melangkahkan kakinya mendekat ke arah sudut ruangan untuk mendaratkan bokongnya di sana. Tak ayal, dirinya cukup terkuras energi karena melawan Victor yang tak kalah tangguh.     

Entah apa yang kini harus ia lakukan, tapi sepertinya Hana juga mengandalkan pikiran otak sang pion yang bermain. Dan ya, ia tidak memiliki daya otak bagus untuk hal ini.     

Merasa sudah tidak memerlukan kacamata ini, ia langsung saja melepas dan melipat gagangnya kembali untuk di masukkan ke dalam saku bajunya. Entah apa yang di suguhkan selanjutnya, ia berharap semoga tidak salah masuk ke dalam pintu tersebut.     

SADTA     

DAMC     

PTSN     

RV     

FWBC     

D. Krack menaikkan sebelah alisnya saat membaca dalam hati apa yang di perlihatkan di depan pintu sebagai kata kunci. Bahkan ada logo kucing hitam yang masih saja menjadi simbol kebesaran Hana Xavon. Tidak perlu di ragukan lagi pasti ruangan yang terkunci otomatis dengan jalan buntu. Karena setahu dirinya, bangunan ini tidaklah terlalu besar tapi dapat mencakup beberapa ruang.     

Berusaha memutar otak dengan ada yang menjadi level selanjutnya ini. Pasti kalau bukan sesuatu yang berbahaya, pasti mereka akan langsung menghadapi Hana. Iya, sudah pasti.     

Jangan sampai ada pertumpahan darah lagi.     

Kejadian pertama membuat pemikiran buruk di pikiran Xena, kejadian ke dua menewaskan Paula, dan untuk kali ini jangan sampai ada yang lalai.     

Menerka-nerka pun sepertinya tidak akan berhasil. Dengan memaksakan diri untuk segera beranjak dari duduknya, ia pun sudah kembali berdiri tegak. Ia dengan langkah besar khas laki-laki pun langsung mengarahkan jalannya ke pintu pertama dan berhenti tepat di depannya.     

"Aku sudah muak dengan permainan Hana," ucapnya sambil berdecih. Dari awal, ia memang biasa saja menganggap Hana. Tidak terkesan atau tidak benci padahal ada banyak orang yang tidak suka dengan kehadiran gadis tersebut. Dan ya, kini ia merasakan 'ketidaksukaan' itu.     

Ia dengan nekad langsung saja merapatkan telinganya pada pintu pertama untuk mendengar apa yang sedang terjadi di dalam sana. Tidak terdengar apapun, hanya kesunyian.     

Entahlah ia tidak bisa menebak pintu yang memiliki kata kunci SADTA ini. Beralih ke pintu dua, dengan sandi DAMC dan kembali menempelkan telinganya di pintu tersebut, terdengar suara seperti benda tajam berayun. Dan yang ketiga dengan kata kunci PTSN pun tidak memiliki suara seperti pintu pertama. Untuk pintu ke empat dengan sandi RV, kini terdengar suara desis ular yang sudah dapat di tebak ular cobra mematikan. Yang terakhir pintu kelima pun sama seperti pintu pertama dan ketiga, senyap dan sunyi.     

Merasa puas dengan apa yang sudah di perhatikan barusan, ia langsung saja melangkahkan kakinya mundur kembali ke tengah ruangan. "Kalau begitu, ini memang sulit." ucapnya sambil membalikkan tubuhnya. Ke arah tiga pintu yang sama pada pintu masuk awal.     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.