My Coldest CEO

Seratus tujuh puluh dua



Seratus tujuh puluh dua

0"Terimakasih sudah memberikan izin akses keamanan karena ini sudah menjadi tugasku." ucapnya sambil menampilkan sebuah senyuman tipis, menunjukkan kesopanan yang sangatlah berwibawa.     

Niel meneguk salivanya sekali lagi dengan kasar, berharap sekali jika kini takdir berpihak dekat padanya. Ia tidak bisa membayangkan saat Alard melihat Farrell, Orlin, dan juga Dicta di dalam sana. Jangan ditanyakan betapa gugup pemikirannya saat ini. Melihat Alard yang terus melangkah membuat pertahanan dirinya semakin menipis, kalau dirinya ini hanyalah laki-laki tanpa pertahanan yang kuat pasti sudah menampilkan beberapa peluh di pelipisnya.     

"Dan Ziddart, apa semua ini?"     

Niel merutuki nasib buruk yang menimpa dirinya, sudah dapat di pastikan ia akan kalah sebelum memulai peperangan. Dengan lesu, ia tentu saja langsung melangkahkan kakinya ke arah Alard.     

"Iya maaf, aku mengaku kalah." ucapnya sambil menundukkan kepala. Ia bahkan tidak menoleh ke box kontainer yang entahlah dirinya tidak perlu menebak pun pasti sudah tahu bagaimana akhirnya. Di tembak mati bukanlah cara tewas yang berwibawa dan berkharisma.     

Alard yang mendengar ucapan Niel pun menaikkan sebelah alisnya. Apa yang di maksud laki-laki tersebut? Kenapa mengaku kalah padahal ia bertanya, bukannya di jawab malah berkata seperti itu. Astaga sebenarnya siapa di sini yang salah mengartikan situasi?     

"Apa yang kamu katakan? Aku hanya bertanya kenapa ada layar proyeksi besar di dalam sana?" tanyanya mengulang pertanyaan sebelumnya yang memang kurang jelas perincian dan penjelasannya. Ya mendengar balasan ucapan Niel yang sama sekali tidak nyambung itu membuat dirinya kebingungan.     

Niel mengangkat kembali wajahnya ke arah Alard dengan tatapan sedikit tersentak. Ia tidak percaya dengan apa yang di ucapkan oleh laki-laki yang kini berada di sampingnya. Dengan cepat, ia langsung mengalihkan pandangannya ke arah dalam box. Dan benar saja di sana ada layar proyeksi besar. Dengan memutar otak yang mengharuskan dirinya membuat sebuah alasan, tentu saja ia berdehem kecil sambil menganggukkan kepalanya seolah-olah benda itu memang sudah ada di sana.     

"Tentu saja, tadi ku pikir nanti malam ingin menonton bersama dengan keluarga ku setelah selesai bekerja. Kan lumayan seru jika mengadakan BBQ setelah itu melakukan kegiatan nonton bersama." ucapnya dengan sangat lancar. Sepertinya ia sangat pandai membuat alasan. Eits, tapi hal itu tidak berlaku bagi Orlin.     

Ia tidak pernah membohongi gadisnya hanya untuk menutupi sebuah kesalahan ataupun mungkin sebuah hal yang melenceng. Ia akan selalu berusaha jujur walaupun menyakitkan. Ya seperti saat awal ia menerimanya Orlin hanya karena ingin mendekati Xena yang ternyata sudah terpikat oleh pesona seorang Vrans Moreo Luis.     

Alard yang mendengar hal itu pun hanya menganggukkan kepalanya. Lagipula memangnya siapa yang ingin menentang jika seseorang ingin melakukan kegiatan bersama para keluarganya? Selagi memiliki banyak orang berarti di dalam hidup, di saat itu lah kesenangan masih harus di kembangkan kembali. "Senang diri mu masih bisa bersama dengan para keluarga, have fun." ucapnya sambil meraih pintu box truk, membuat Niel memundurkan langkahnya sambil menghembuskan napas lega.     

Niel yang terdapat di situasi seperti ini rasanya benar-benar senam jantung. Bayangkan saja kalau entah bagaimana cara layar proyeksi itu ada di sana, tapi sangatlah menyelamatkan kinerja jantungnya yang mulai tak karuan. Tolonglah, ia ingin bertukar posisi dengan Farrell saja deh kalau seperti ini. Tapi, ini juga karena dirinya yang berinisiatif untuk menawarkan diri.     

Siapa yang patut di salahkan? Iya dirinya sendiri     

"Terimakasih, Alard. Tapi nanti kalau ternyata lama membenarkan wastafelnya kemungkinan tidak jadi karena nanti Nona Hana pasti kecewa." ucap Niel sambil tersenyum. Di balik senyumnya, ia rasanya sangat mual saat memanggil Hana yang bernotabene sudah membawa masalah untuk ke dua kalinya ini dengan embel-embel Nona. Tidak sudi. Ia juga berkata seperti ini hanya untuk kalimat kecohan saja.     

Niel mendekatkan langkahnya pada box truk untuk menguncinya kembali toh dari dalam juga memiliki akses buka tutup yang sama dengan sidik jari. Kerennya, ia juga bisa membuka sistem keamanan itu. Ah iya, Dicta dengan i-pad dan kecanggihannya tidak boleh di lupakan. Pasti gadis itu dengan inisiatifnya langsung bergerak cepat.     

Alard menganggukkan kepalanya merasa paham dengan apa yang di ucapkan oleh Niel. "Tentu saja, Tuan. Kalaupun nanti butuh bantuan, aku ada di sini. Kalau kejauhan, tepat di dekat dapur ada pintu yang menuju ke garasi belakang dan di sana ada robot wanita bernama Retta." ucapnya memberikan penjelasan panjang supaya Niel ini tidak kebingungan saat melakukan pekerjaannya.     

Niel menganggukkan kepalanya, "Apa bisa semua yang berada di rumah ini di kembalikan ke situasi aman dulu?" tanyanya.     

Alard menaikkan sebelah alisnya, ia tidak paham dengan apa yang di ucapkan Niel. "Apa maksudmu?"     

"Iya, nanti kalau tidak di kendalikan sistem keamanannya sudah dapat di pastikan Retta yang tidak mengenal diriku kemungkinan akan menghabiskan nyawaku, nanti bagaimana dengan sanak keluarga yang tengah menunggu kepulangan ku?"     

Berbasa-basi, beralasan, mengalihkan topik pembicaraan, adalah hal positif yang terdapat di tubuh Niel. Laki-laki ini benar-benar bisa mengendalikan segalanya dengan tenang, kinerja otaknya juga cepat mencari jalan keluar pada saat mendesak seperti tadi.     

Alard mengerutkan keningnya, ia mencoba menimang-nimang saran yang keluar dari mulut Niel. Ada benarnya juga sih karena sistem keamanan di rumah ini hanya mengenal seseorang yang sudah di operasikan pada sistem. Dan kebetulan Hana baru menerapkannya pada gerbang utama saja. "Kalau begitu, baiklah." ucapnya menyetujui apa yang di ucapkan oleh Niel yang kini sepertinya masih menunjukkan raut wajah penuh kesopanan membuat dirinya percaya kalau laki-laki itu memang berkata apa adanya.     

Alard mengangkat tangannya yang terdapat jam tangan di sana. Ia pun segera mengutak-atik jam tersebut sampai menemukan tombol nonaktifkan sistem keamanan di sana.     

Tiba-tiba saja, suasana di sekitar sini jauh terasa lebih damai dan tenang. Beda sekali seperti sebelumnya yang lebih ke arah mencekam dan terlalu mengintimidasi.     

"Sudah, sekarang kamu boleh langsung parkir ke halaman belakang. Masuk saja lewat pintu yang mengarah ke dapur." ucap Alard menjelaskan lokasi kemana seharusnya laki-laki tersebut melangkahkan kakinya.     

"Apa sudah aman?" tanya Niel memastikannya lagi supaya dirinya lah yang di permainkan, kalau begitu ya sama saja menjadi boomerang.     

Alard menganggukan kepalanya, membenarkan pertanyaan Niel. "Tentu saja. Sistem semuanya sudah di matikan termasuk robot dan keamanan lainnya, tapi jangan berani-beraninya untuk menyentuh apa yang bukan hak mu. CCTV pengintai juga sudah di matikan." ucapnya menjelaskan apa yang di tanyakan oleh Niel. Ia hanya mematikan CCTV pengintai berbahaya sana, namun tidak dengan CCTV utama yang sudah di operasikan oleh Hana. Terdapat di kamar gadis tersebut, dan di ruang kerja Allea yang memiliki ruangan yang sama persis satu lagi.     

Niel sudah paham, lalu membungkukkan sedikit badannya. "Kalau begitu, selesai ya pemeriksaannya?" tanyanya untuk memastikan yang kesekian kalinya.     

Alard menganggukkan kepalanya, membenarkan pertanyaan Niel tersebut. "Tentu saja, kamu boleh kembali ke dalam truk." ucapnya.     

Niel sekali lagi mengangguk paham, lalu mulai menjalankan kakinya ke arah pintu truk untuk segera ia masuki dan melaju menuju lokasi parkir yang di maksud Alard. Sedangkan laki-laki yang bekerja sebagai doorman itu sudah kembali ke posisi kerjaannya.     

Niel dengan hati-hati memarkirkan truk, lalu setelah sudah berhasil langsung saja kembali keluar dari dalam truk. Ia bergerak menuju box belakang untuk mengetahui bagaimana kabar ketiga orang yang berada di balik layar proyeksi itu.     

Ia dengan cepat langsung saja meletakkan kembali telapak tangannya dan membuka pintu tersebut. Kini, layar proyeksi besar tadi sudah tergulung. Dan hanya ada Orlin, Dicta, dan juga Farrell.     

"Bagus juga rencana mu dan kinerja otak yang sangat cerdas." puji Farrell dengan volume kecil. Ia segera keluar dari dalam box tersebut lalu menepuk-nepuk seragam FBI kebanggaannya.     

"Terimakasih banyak, Agen Farrell yang hampir membuat ku terbunuh." balas Niel dengan tatapan kesal, namun ia pun tidak menyalahkan semuanya pada Farrell karena laki-laki itu pun sudah dengan pandainya membuka layar proyeksi besar yang entahlah darimana benda itu berasal.     

Orlin menganggukkan kepalanya, ia setuju dengan apa yang di ucapkan oleh Farrell lalu dengan perlahan langsung keluar dari dalam sana dan memeluk tubuh Niel dengan sangat erat. "Aku sayang kamu, sayang banget." bisiknya sambil melepaskan pelukan singkatnya beralih memberikan sebuah kecupan manis ke pipi laki-laki tersebut.     

Niel menampilkan sebuah senyuman yang sangat manis lalu mendaratkan sebuah kecupan manis juga pada kening gadisnya. "I love you more," gumamnya sambil mengulas sebuah senyuman yang hangat. Bagaimana kekasihnya tidak meleleh jika sifat Niel seperti ini? Pasti yang awalnya menganggap ia sebagai laki-laki tidak memiliki perasaan, akan memutar haluan kinerja otaknya, benar?     

Dicta yang melihat itu pun merasa canggung karena... ya pokoknya canggung deh! Ia segera berdehem kecil, lalu menatap mereka berdua. "Maaf, ini bukan waktunya untuk bermesraan karena masih ada banyak pekerjaan yang harus di lakukan dengan segera." ucapnya memperingati Niel dan juga Orlin.     

Mendengar nada peringatan itu tentu saja membuat sang sepasang kekasih sama-sama tersipu malu lalu Niel melangkahkan kakinya masuk ke dalam kemegahan tempat tinggal Hana di ikuti dengan Orlin yang mengekor di belakang.     

Baru saja Dicta Ingin membalikkan tubuhnya, dan pada detik itu juga tiba-tiba wajah Farrell mendekat ke arahnya. "Kenapa merusak suasana orang lain? Ingin diperlakukan hal yang serupa, iya?" tanya Farrell sambil menaik turunkan alisnya.     

Setelah melihat kedua pipi Dicta yang bersemi, tentu saja membuat Farrell langsung menarik kembali wajahnya untuk segera menyusul pergerakan Niel dan Orlin, takut terjadi sesuatu karena tidak berada di dalam pengawasannya.     

Sedangkan Dicta, ia rasanya ingin meredam segala pekikan yang seharusnya keluar dari dalam mulutnya. Astaga Farrell benar-benar memalukan!     

Berusaha tidak terpancing, ia menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan perlahan. "Anggap saja Agen FBI gila." gumamnya menyemangati diri sendiri untuk menarik kembali kesadarannya yang tadi di rebut paksa akibat ulah Farrell, sangat tidak sopan!     

Dicta membenarkan kembali raut wajahnya menjadi tenang, lalu menatap layar i-pad di genggaman tangannya. "Deactivate the little surveillance robot."     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.