My Coldest CEO

Seratus tujuh puluh tiga



Seratus tujuh puluh tiga

0"Tuan tolong dengan perlahan mendekati CCTV, lalu menyergapnya dengan kain atau langsung saja di rusak." bisiknya dengan nada sangat kecil. Ia akan melakukan strategi yang tidak boleh di ketahui orang lain, selain dirinya dan Vrans. Ia tidak tahu apakah ada situasi mendukung supaya mereka dengan mudah bergerak. Setahu Hana, ia kesini hanya untuk berkunjung saja, dan mungkin kini pikiran gadis itu masih sama.     

Tidak memiliki pikiran kalau seorang Allea akan berkhianat, terlalu percaya namun membuat robot pembunuh untuk gadis tersebut. Astaga.     

Vrans menaikkan sebelah alis, refleks dengan kepalanya yang langsung mundur dari dekat Allea. "Tidak," ucapnya menolak saran konyol itu. Memangnya siapa yang ingin melakukan hal seperti itu? Tentu saja tidak ada. Merusak CCTV pun tidak pernah hinggap di kinerja otaknya.     

Allea menghembuskan napasnya, ia pun sudah kehabisan akal lagi untuk memikirkan rencana yang lebih bagus. Memang terdengar sedikit bar bar sih, tapi kan memang itu cara satu-satunya. "Memangnya ada rencana yang lebih bagus?" tanyanya yang membuat Vrans langsung saja bergeming karena ada benarnya apa yang ia ucapkan.     

Baiklah, selain laki-laki yang selalu salah, pasti laki-laki harus menuruti segala ucapan para gadis. Oke, hukum alam yang sebenarnya bisa saja di tentang, namun itu memanglah sebuah kenyataan.     

"Baiklah kalau ini adalah satu-satunya cara yang tidak tahu akan berhasil atau tidak. Berdoa saja," ucap Vrans dengan hembusan napasnya. Memangnya kan gadis itu yang menjadi kepala, supaya rencana ini tetap berjalan mulus.     

"Iya, ku pikir nanti kalau ada kerusakan pasti ada alarm yang membuat Alard bergegas kesini." ucap Allea yang baru mengingat suatu hal. Pernah sekali salah seorang maid dengan tidak sengaja menumpahkan segelas air ke salah satu sistem keamanan di ruangan Hana. Dan ya, alarm yang memekakkan telinga itu langsung saja menggema di seluruh sudut ruangan.     

Vrans memutar kedua bola matanya, ia merasa jika sistem keamanan di rumah ini terlalu berlebihan. Ya tapi wajar saja sih secara Hana adalah seorang pembunuh bayaran tersorot di dunia. Mau gadis tersebut memiliki untuk tinggal di pelosok pun akan tetap bisa di lacak oleh seseorang kriminal lain yang benci kepada dirinya. Kalau tidak memiliki sistem keamanan kuat, sudah pasti sudah tumbang dari jauh-jauh hari.     

"Lalu? Bagaimana baiknya?" tanyanya yang seperti meminta cara lain. Ia bisa saja melawan Alard, namun kalau laki-laki itu menggenggam pistol, ia tidak bisa menghindarinya. Tapi kalau memilih untuk saling bertarung dengan tangan kosong, pasti dirinya bisa meladeni Alard.     

Ya memang pada kodratnya laki-laki harus bisa bertarung sesama laki-laki. Ya kalau kalah pun tinggal skill yang ditingkatkan supaya lebih mahir.     

Allea menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, lalu mengerutkan keningnya, mengambil pose seperti sedang berfikir. "Tidak ada," ucapnya sambil mengeluarkan sebuah cengiran yang menyebalkan.     

Sudah menunggu keputusan selanjutnya, tapi saja senyuman konyol yang Vrans dapatkan. Ia memutar kedua bola matanya. Tidak ada benda yang bisa di jadikan alat untuk merusak CCTV, ia membutuhkan sesuatu yang kuat.     

"Ah iya, kamu bisa pakai tongkat kasti besi yang ada di ruangan sebelah." ucap Allea seakan-akan mampu membaca kinerja otak Vrans yang memikirkan alat apa yang pantas untuk di jadikan sebuah alat perusak.     

Vrans hanya menganggukkan kepalanya dengan raut wajah yang datar, lalu membalikkan tubuhnya untuk menuju lubang dinding yang ia buat tadi. Sedangkan Allea, ia masih belum memulai acara peretasannya. Soalnya, CCTV tersebut berada tepat di belakangnya, bisa gawat nanti kalau semuanya sampai terbongkar.     

Ia melihat kekacauan yang telah di buat Vrans, sungguh merasa salut dengan laki-laki yang memiliki jabatan CEO di perusahaannya sendiri. Ia menatap nanar ke arah lantai dengan whiskey yang terbuang sia-sia itu, "Astaga aku bahkan menahan diri untuk tidak meminumnya. Dan sekarang aku tidak bisa merasakannya, menyesal sih sedikit ah besok lebih baik ku pesan lagi." ucapnya sambil menghembuskan sedikit napasnya.     

Allea menolehkan kepalanya ke arah lengan yang sudah di perban dengan cukup kuat guna menahan darah yang keluar. Ia benar-benar tidak percaya dengan Hana, membuat robot untuk memusnahkan dirinya. Sangat kecewa sekali.     

Di saat Allea hampir memilih jalan untuk kembali menjadi asisten Hana, di saat itu juga gadis tersebut sudah tidak percaya dengan dirinya bahkan membuat robot wanita mereka dari jauh-jauh hari. Entahlah sepertinya Hana memiliki banyak orang dalam untuk membantu semua pelaksanaan rencananya namun jika di pikir-pikir pun mustahil persiapan sematang ini hanya membutuhkan 1 sampai 3 orang yang bekerja, sudah pasti lebih dari itu.     

Ia dengan gaya santainya mulai berpura-pura sedang mencari dokumen. Karena yang ia tahu, pasti kini ada seseorang yang mengintai dari seberang sana.     

"Vrans? apa tidak ketemu?!" serunya saat menyadari jika Vrans belum kembali ke sini.     

BRAK     

PRANK     

Allea menaikkan sebelah alisnya kala mendengarkan sebuah suara seperti benda yang menghantam sesuatu dengan keras, menghasilkan suara pecah yang terdengar jelas.     

"Ah maaf, aku habis memecahkan CCTV di ruangan sebelah." ucapnya dengan santai sambil berjalan ke arah Allea sambil menenteng tongkat kasti besi di tangan kanannya. Ia benar-benar berjalan dengan pose sangat cool, ya namanya juga coldest CEO.     

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Allea dengan nada suara berdesis kecil, ia bertanya apa yang di lakukan oleh Vrans sampai terdengar suara seperti itu. Padahal ia hanya menyuruhnya untuk mengambil tongkat kasti saja, bukan merusak.     

Vrans menaikkan bahunya, tidak peduli dengan teguran Allea yang merasa jika dirinya ini telah merusak sesuatu. Toh kalau bertindak, jangan setengah-setengah, iya kan?     

"Hanya merusak CCTV di ruangan sebelah," ucapnya dengan nada datar dan sangat tenang. Ia berjalan mendekati sudut ruangan, membuat Allea mengikuti setiap langkah kakinya dengan sorot mata yang tengah berharap jika rencananya berhasil.     

Vrans berhenti tepat di bawah posisi CCTV yang sudah terpasang apik di sudut ruangan. Lalu ia berdecih kecil sambil mendongakkan kepalanya, menatap tajam ke arah CCTV yang kini sudah bergerak ke arahnya. "Damn, you." gumamnya dengan nada suara yang begitu di tekan.     

Mengambil posisi untuk melayangkan tongkat kasti besi tersebut ke arah CCTV lalu...     

PRANK     

PRANK     

Body dari CCTV tersebut langsung hancur berkeping-keping menjadi bagian tidak utuh dan tentu saja beralih fungsi menjadi tidak berguna.     

"Hei, ku bilang mengendap-endap!" seru Allea saat Vrans berhasil melayangkan tangannya untuk menghancurkan CCTV tersebut. Maksudnya ia, ia menyuruh laki-laki tersebut untuk tetap calm down supaya seseorang yang seberang sana tidak melakukan pergerakan sama sekali.     

Vrans memutar tubuhnya, lalu membuang tongkat kasti besi yang berada di tangannya ke sembarang arah. Entah kenapa ia benar-benar seperti membuat keputusan yang benar. Kalau memang Hana ingin membuat permainan lebih seru, ia akan menjalankan pion dengan sungguh-sungguh dan sama kuatnya untuk meraih kemenangan.     

"Peduli apa? Bahkan dengan cara tidak berbasa-basi saja semuanya selesai." ucapnya sambil menepuk-nepuk kedua telapak tangannya, membersihkan dari para debu kotor yang hinggap di tangannya.     

Allea menghembuskan napasnya, ia mengangguk paham dengan apa yang dilakukan Vrans toh memang sudah menjadi kenyataan. Kalau nasi sudah menjadi bubur, itu akan susah untuk di perbaiki, jadi jalankan saja sesuai alurnya.     

"Yasudah, apa Tuan ingin menghubungi seseorang?" tanyanya yang kembali memutar kursinya ke arah komputer. Ia merenggangkan otot-otot jemarinya untuk memulai pekerjaannya meretas sistem keamanan, tentu saja waktunya hanya lima menit.     

Di mulai dari sekarang!     

Vrans tidak menjawab pertanyaan Allea, ia langsung saja menghampiri sebuah single sofa yang berada tidak jauh dari tempat gadis itu berada. Mendaratkan bokongnya di sana, lalu mengeluarkan ponsel milik Allea yang tadi sekalian ia ambil di ruangan sebelah sana.     

"Ponsel mu berada di tangan ku," ucapnya untuk memberikan informasi singkat itu.     

Allea tidak mengalihkan pandangannya sedikitpun, ia hanya fokus untuk meretas dan mengaitkannya segala deretan angka dan huruf, hacker dunia pun bisa menjadi saingannya saat ini. "Iya," ucapnya. Singkat, padat dan jelas. Ingin berbicara lebih dari itu pun dirinya sangat malas.     

Vrans tidak menjawab apapun lagi, lalu menaruh ponsel Allea, meletakkan di atas nakas yang juga berada tepat di sampingnya.     

Tidak ingin mengganggu Allea, tentu saja dirinya mencoba untuk menghubungi siapapun yang membantu penyelamatan Xena ini.     

Pertama ia menghubungi Erica, yang sudah dapat di tebak juga sedang bersama Sean. Tidak pernah jauh, huh? Padahal tidak memiliki status.     

Tidak aktif.     

Mencoba untuk berganti menghubungi D. Krack yang ternyata sudah di add pada grup mereka.     

Tidak aktif.     

Baiklah, ia bertanya-tanya tentang hal ini. Namun sedetik kemudian ia baru ingat jika bangunan tua tersebut memiliki keamanan untuk membuat jangkauan sinyal ponsel menghilang, artiannya ia tidak bisa menghubungi seseorang di seberang sana yang mungkin saja tengah menghadapi sesuatu lebih besar.     

Beralih dari D. Krack ke Orlin, ia berharap jika gadis tersebut akan menjawab panggilan teleponnya.     

Dering pertama ...     

Dering kedua ...     

Begitu seterusnya sampai dering yang mendekati suara operator yang biasa muncul saat panggilan telepon tidak terjawab.     

"Halo, Tuan?" ucap Orlin di seberang sana.     

Vrans menghembuskan napas lega, lalu memanjatkan puji pada Tuhan di dalam hatinya. "Kamu di mana? Apa sudah sampai dengan aman di rumah?"     

"Yang ada, dimana Tuan?"     

Vrans menaikkan sebelah alisnya kala mendengar pertanyaan balik dari Orlin. "Apa maksudmu?" tanyanya.     

"Aku berada di rumah Hana, bersama Niel dan dua bantuan dari anggota FBI."     

Pada detik selanjutnya Vrans menjentikkan jemarinya, merasa jika takdir kini benar-benar berpihak padanya. "Gotcha, bisakah kamu masuk ke dalam ruangan Allea? Terletak dekat pintu dapur. Di sana ada dua pintu yang mengarah ke garasi dan satu lagi ada pintu dengan sistem keamanan. Kamu masuk ke dalam sana, nanti pergilah langsung ke arah lubang di dinding. Aku berada di sana." ucapnya memberikan penjelasan kelewat detail, ia benar-benar tidak ingin berbasa-basi.     

Ketika Allea sudah pergi, mereka semua langsung pergi dari tempat memuakkan ini.     

Orlin berdehem kecil di seberang sana, "Apa boleh minum dulu? Aku haus."     

"Tidak perlu membuang waktu, Orlin. Segera lakukan karena cepat atau lambat pasti Alard mengetahui keberadaan kalian."     

Pip     

Vrans langsung saja mematikan sambungan telepon secara sepihak, lalu mengambil ponsel milik Allea untuk di masukkan ke dalam saku jas bersama dengan ponsel miliknya. Ia beranjak dari sofa lalu melangkahkan kakinya ke arah Allea.     

"Orlin disini datang bersama Niel dan dua anggota FBI."     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.