My Coldest CEO

Seratus tujuh puluh empat



Seratus tujuh puluh empat

0Chris menatap aneh ke arah gadis yang kini berada di samping tubuhnya, duduk dengan manis seakan situasi ini bukanlah masalah yang besar. Seharusnya ada banyak kecemasan mengingat mungkin saja seorang Hana kali ini kembali kalah, namun dengan pengakhiran yang berbeda.     

"Lain kali, sadar. Kalau setiap orang memiliki celah untuk tetap bernapas walau waktunya tinggal sebentar lagi." ucapnya sambil menggelengkan kepalanya merasa tidak habis pikir dengan Hana yang ternyata sangatlah keras kepala ini. Oh ayolah, ia hanya ingin yang terbaik. Kalau ada banyak target yang harus di musnahkan Hana di luaran sana dengan bayaran sangat tinggi, kenapa gadis ini masih saja mengincar Xena yang sudah pasti hanya di bayar satu kali saja.     

Hei, itu tidak setimpal kan? Apalagi mengingat sudah berapa banyak biaya gadis tersebut untuk membuat segala kecanggihan ini. Pasti menyewa orang, dan saat permainan berlangsung pun ia masih sempat untuk menyewa dirinya. Apa Hana terlampau kaya dan tidak memikirkan apapun selain kepuasan?     

Padahal kalau dalam beberapa bulan yang lalu sampai detik ini Hana tidak melakukan drama tentang kematiannya sendiri, pasti sudah dapat di tebak gadis ini tidak perlu repot-repot menyembunyikan kematiannya hanya untuk menyusun rencana besar bagi Xena. Padahal kalau di bayangkan, mungkin selama dirinya tidak mempersiapkan ini semua, sudah dapat di tebak kan pasti ada beratus-ratus job yang ia terima.     

Menambah harta, lalu tidak perlu merepotkan diri sendiri, apalagi masih membawa segala hal tentang Xena.     

Sepertinya selogan 'uang segala-galanya' tidak berlaku pada seorang Hana Xavon si pembunuh bayaran terbaik itu.     

Hana menatap Chris dengan tatapan seperti 'are you kidding me now?', ya logika saja deh mana ada dirinya meluangkan banyak waktu untuk sang target kecuali Hana selama dirinya hidup. Biasanya juga ia melakukan pembunuhan sekali tembak, tanpa mengulur waktu selama ini. "Sadar atau tidak, aku tetap akan membunuhnya." ucapnya sambil menampilkan sebuah smirk di wajahnya yang terpahat sempurna. Mungkin jika gadis ini tidak memiliki kelainan mental, bisa dengan mudah mengikuti acara fashion show atau bahkan menjadi model terkenal.     

Saat ini, Chris yakin kalau Hana ini adalah titisan psikopat bernama Elizabeth Bathory. Bedanya, gadis inimasih berbaik hati hanya dengan membunuh pakai pistol saja, ya terkadang memang membuat ukiran di tubuh sang korban dulu sih. Tapi sama saja, sifat itu sama persis layaknya psikopat     

//Fyi; Elizabeth Bathory adalah salah satu psikopat wanita yang paling terkenal di dunia. Siapa yang menyangka bahwa istri dari keluarga bangsawan Bathory yang terkenal di akhir tahun 1500 ini ternyata memiliki sebuah kelainan jiwa sehingga mampu melakukan hal-hal diluar akal sehat manusia. Meskipun belum mendapat konfirmasi resmi, dikatakan bahwa Elizabeth membunuh setidaknya 650 perempuan. //     

Kalau bisa di hitung, Hana juga sudah membunuh beratus-ratus orang di hidupnya. Entah itu karena faktor ketidaksengajaan, ataupun sengaja karena memang memiliki pekerjaan seperti itu.     

"Baiklah, kalau begitu jangan menjadi boomerang akibat ucapan mu itu." ucap Chris yang sudah memberikan nada peringatan bagi Hana. Menurutnya, apapun yang di katakan gadis itu memang harus di turuti. Jika Hana berkata A, maka ya A. Dan jika berkata B, ya pasti B. Tidak bisa di ganggu gugat, bahkan di berikan saran terbaik pun tidak akan masuk.     

Kalau seorang Hana sudah membuat segala peralatan canggih dengan jalan pemikiran yang luas serta rencana hebat seperti yang terurut di alfabet, tentu sudah pasti tidak akan mengecewakan, iya kan?     

"Jangan banyak berceramah, hidup mu saja masih dihantui oleh pihak keamanan negara." ucap Hana, ia selalu merasa puas jika beradu mulut dengan orang lain. Karena notabenenya, ia tahu segala hal tentang lawan bicaranya. Entah itu dalam segi masa lalu, atau masa kini yang baru terjadi.     

Chris memutar kedua bola matanya. "Bahkan aku lebih baik dari dirimu," ucapnya yang mengangkat bahunya. Ia tidak peduli jika dirinya kalah bicara dengan gadis tersebut.     

Hana berdecih, merasakan atmosfer di sekitarnya yang menyeruak sebuah kemunafikan. "Kalau terbaik, kamu tidak akan menjadi seorang kriminal. Jadi suami dari para gadis saja sana dan menikmati setiap inci tubuh wanita, itu adalah laki-laki terbaik menurut ku." ucapnya dengan jujur. Ya bagi dirinya, membunuh itu lebih kejam di atas segala-galanya. Apalagi mencuri layaknya masa lalu Chris, ah tidak deh. Ia cukup memiliki banyak uang hanya untuk membeli berlian.     

"Apanya yang terbaik? Justru menyentuh tubuh wanita tanpa ada status yang sah adalah kejahatan terkejam di seluruh dunia." Chris menentang ucapan Hana yang salah besar. Masa sesama wanita berkata seperti itu, memang tidak memiliki hati nurani.     

Justru, kini Hana yang tidak setuju dengan ucapan Chris pun langsung saja memutar kedua bola matanya. "Masa membunuh orang bahkan bertindak kriminalitas bisa tapi menyentuh wanita takut, payah." ucapnya.     

Ayolah, Hana seorang pemenang. Dan apapun dan siapa pun lawan bicaranya, pasti akan ia ladeni sampai di lawan skakmat.     

'And I'm a winner.'     

Itu adalah sederet kalimat yang selalu membanggakan Hana untuk dirinya sendiri.     

"Tidak, walaupun seperti brandal yang banyak uang, tapi aku menjunjung tinggi derajat wanita." ucap Chris yang sudah keukeh dengan apa yang telah berada di benaknya selama ini.     

Baginya, membunuh ataupun melakukan tindakan kriminal, oke. Tapi untuk urusan merusak apa yang menjadi mahkota wanita, no way.     

"Kalau brandal, sudah pasti tidak kaya." Koreksi Hana sambil mengulum sebuah senyuman. Ia tuh adalah gadis yang merasa senang ketika lawan bicaranya skakmat.     

Chris menaikkan sebelah alisnya, berbicara dengan Hana adalah sebuah kesalahan. "Bodo amat lah," ucapnya yang sudah merasa jengah karena gadis tersebut selalu menyudutkan dirinya.     

Hana tertawa penuh kemenangan, lalu memutuskan melahap steak yang tersisa tadi dengan buru-buru. Katanya sih makanan yang tidak di makan sampai habis akan menimbulkan sebuah pamali.     

Setelah sudah selesai, ia mengambil segelas red wine lalu di teguk dengan perlahan guna menyapa dinding tenggorokannya yang terasa serat.     

"Nih sudah selesai ya, jangan bawel karena makan ku tidak habis." ucapnya.     

Chris melirik singkat, "Bagus." Ia tengah fokus dengan apa yang terlihat di layar proyeksi.     

Hana mengikuti arah pandang Chris, memperlihatkan Vrans dan Allea yang sudah berada dalam satu ruangan. D. Krack sudah berhasil mengalahkan Victor dan sekarang sudah berada di ruang tengah. Terlihat Erica yang sedang sibuk menyelamatkan diri dari jeratan tumbuhan liar hidup dan Sean dengan tenangnya berbicara pada angin.     

"Apa kamu yakin mereka tidak akan menang?" tanya Chris melontarkan pertanyaan yang memang sesuai dengan faktanya. Kalau mereka lolos, sudah pasti akan menjadi malapetaka bagi Hana.     

Berusaha tidak termakan dengan apa yang dikatakan Chris karena ucapan laki-laki itu ada benarnya juga, Hana pun menghembuskan napasnya dengan sangat perlahan. "Biarkan saja," ucapnya sambil meneguk kembali segelas red wine yang berada di tangannya.     

"Apa maksudmu?" tanya Chris yang tidak mengerti.     

Hana mengecap rasa red wine yang berada di mulutnya, lalu menaruh gelas tersebut kembali ke atas meja yang berada di hadapannya. "Ya biarkan saja, lagipula aku sudah tidak menginginkan Xena."     

"Jangan bercanda Hana, untuk apa kamu mempersiapkan semua ini kalau sia-sia?"     

"Loh, tadi kamu sendiri yang seperti mencegah diriku untuk tidak membunuh Xena, tapi sekarang bertindak sebaliknya lagi."     

"Ya kita berbicara dari sudut yang berbeda,"     

"Terus?"     

"Jangan aneh, jadi tidak menarik."     

Hana terkekeh, lalu menepuk pundak Chris dengan perlahan. "Tidak, tidak, aku hanya bercanda. Lagipula memangnya siapa yang ingin melepaskan korban dalam genggaman? Tentu saja tidak ada."     

Chris menatap Hana dengan tatapan horror, ia kesal sekali dengan gadis itu. Bercanda pun tidak mengundang tawa bagi orang lain, melainkan untuk dirinya sendiri. "Terserahlah."     

PRANK     

Hana dan Chris secara bersamaan langsung menolehkan kepala ke arah layar proyeksi besar. Satu kamera CCTV sudah tidak berfungsi, sudah menjadi buram bahkan layarnya menghitam.     

"Ada apa ini?" gumam Hana.     

Mereka menyaksikan satu persatu saluran CCTV lalu menemukan sang pelaku. Vrans tengah berjalan ke ruangan yang terdapat Allea lagi, dengan sebuah tongkat kasti besi yang berada di genggamannya.     

Menunggu hal apa yang akan terjadi, terlihat jelas jika Vrans dan Allea sedang membicarakan sesuatu. Setelah itu, Vrans berjalan ke arah kamera CCTV dengan gerakan kelewat santai.     

"Damn, you."     

PRANK     

Setelah itu CCTV kembali menggelap. Hana segera beranjak dari duduknya lalu mulai mencari ponsel miliknya. Dengan cepat ia segera menghubungi Alard untuk segera memeriksa apa yang terjadi di rumahnya, dan mencegah mereka untuk melakukan hal yang lebih dari ini.     

"Sepertinya ada yang mencoba meretas sistem keamanan mu," ucap Chris. Bukannya membantu, malah berkomentar.     

Hana berdecih, ia tidak menghiraukan Chris.     

"Ayolah, Alard..."     

'Connection lost, please try again later.'     

"Shit,"     

Padahal, Hana menyambungkan ponselnya dan menghubungi Alard yang langsung tersambung dengan jam laki-laki tersebut. Kenapa sambungan mereka terputus?     

Chris melihat Hana yang ingin menyambar jaket motor, lalu ia dengan cepat beranjak dari duduknya. "Biar aku saja, lebih baik tetap di sini untuk menjaga Xena." ucapnya sambil menyambar kunci motor milik Hana yang berada di tangan gadis itu.     

Hana pun tidak melarangnya karena apa yang dikatakan Chris memang benar.     

"Baiklah, jangan sampai mereka berhasil.. Biasanya peretasan sistem maksimal sepuluh menit lamanya."     

Chris hanya menganggukkan kepalanya, ia paham dengan apa yang selalu terjadi dalam dunia kejahatan. "Serahkan pada ku." Dengan cepat ia langsung saja memasukkan kunci motor dan melajukan motor tersebut bersamaan dengan terbukanya tanjakan yang membawa dirinya kembali ke atas dan langsung saja keluar dari halaman belakang gedung tua ini.     

"Sial, Allea benar-benar ingin bermain dengan diriku!"     

Memang, apa yang sudah ia tabur maka akan dia sendiri lah yang menuai. Begitu juga dengan kondisi saat ini.     

Berbaik hati pada orang lain adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya. Ia pikir Allea lengah di lapangan dan dirinya membuatkan robot pembunuh untuk gadis itu, tapi kini terkaan yang bersarang di benaknya itu salah total.     

100 yang Hana harapkan, tapi malah menurun yang akan menggapai angka 0 untuk hasilnya.     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.