My Coldest CEO

Seratus delapan puluh



Seratus delapan puluh

0"Yeah, kita menang!"     

Niel tersenyum bangga dengan cara kemudinya yang lebih mirip dengan pembalap profesional. Jauh di belakang sana, tidak ada mobil yang mengikuti mereka, hal itu membuat napas lega keluar dari masing-masing indra penciuman dengan spontan.     

"Cepat tepikan terlebih dulu mobilnya, kita harus mengganti body mobil lagi." perintah Farrell mengatakan hal itu pada Niel.     

Dengan anggukan setuju, tentu saja Niel langsung saja keluar dari mobil truk ini. Ia menuju ke belakang bagian mobil, lalu sama seperti sebelumnya membuka kata kunci dengan menggunakan telapak tangannya.     

"Ayo, keluar dulu. Cepetan nanti keburu Alard dan laki-laki sok keren itu menghampiri kita," ucapnya sambil membuka lebar-lebar pintu box kontainer tersebut. Langsung saja tersuguh empat orang berada di dalamnya yang sedang duduk tenang, tentu saja menampilkan berbagai macam ekspresi.     

Pertama-tama Vrans yang beranjak dari duduknya, lalu membantu Dicta berdiri karena gadis itu mengenakkan rok yang menyulitkan pergerakannya. Setelah itu, ia melangkahkan kaki dengan segera keluar dari sana. Niel membantu Dicta turun dengan cara mengangkat tubuh gadis yang sangat ramping itu. Tidak, bukan modus, hanya saja supaya lebih cepat pergerakan mereka.     

Disusul dengan Orlin yang memapah tubuh Allea yang sudah sangat lemas itu, "Ayolah sayang setidaknya bantu aku." ucapnya sambil menatap sebal ke arah Niel yang tidak melakukan apapun. Kekasihnya kesulitan berjalan karena menahan bobot tubuh Allea yang memang setara dengan tubuhnya ini tanpa ada niatan untuk membantu.     

Niel terkekeh kecil, lalu naik ke box kontainer tersebut untuk membantu Orlin yang tengah memasang wajah sebal ke arahnya. Iya memang sebal terus gadisnya yang satu ini, sangat manja namun suka sekali berlebihan dalam mengeluarkan semangat. "Bawel cinta aku," ucapnya sambil menoel hidung Orlin dengan sangat gemas.     

Setelah mendapatkan respon malu-malu dari Orlin, ia segera menggendong Allea ala bridal style. Benar saja, gadis ini sudah melemah. "Ayo sayang bergegas," ucapnya sambil keluar dari dalam sana di susul Orlin yang di bantu turun dengan Vrans.     

Setelah semuanya turun, Dicta menutup pintu tersebut dengan rapat dan kembali menguncinya yang juga terkonfirmasi telapak tangannya.     

Sedangkan Farrell, ia kembali menekan tombol yang sebelumnya di tekan. Lalu dengan cepat keluar dari dalam truk.     

Seperti tadi, truk ini kembali menjadi mobil pada awalnya. "Ayo, semuanya naik. Orlin dan Niel menjaga Allea di kursi belakang, dan Dicta di samping ku." ucapnya sambil mengeluarkan sebuah perintah itu. Dari kejauhan sudah terdengar suara mobil sport yang melaju dengan kecepatan tinggi, sudah pasti itu adalah mobil milik seseorang yang gencar mengincar mereka.     

Tanpa adanya bantahan dan protes tentang apa yang dirinya perintahkan, mereka langsung memposisikan dirinya masih-masing masuk ke dalam mobil. Begitu juga dengan Farrell yang sudah berada di kursi pengemudi. Sudah lengkap memakai seatbelt supaya aman saat nanti terjadi aksi kejar-kejaran di jalanan, ia melajukan mobilnya. Menatap lurus ke arah jalanan, saat suara knalpot sport di belakangnya sudah terdengar semakin dekat.     

Dicta mengeluarkan kembali i-pad yang ada di tangannya, ia mengeluarkan sebuah drone dengan laser penghancur yang tinggi. "Tuan, ada sebuah lamborghini yang mengikuti kita beberapa meter di belakang." lapornya yang melihat dari rekaman drone yang sudah di lepaskan dari belakang mobil, mengintai di udara dan kini sudah mengikuti sebuah mobil yang mengikuti mereka.     

Farrell menganggukkan kepalanya, lalu menekan sebuah tombol di tengah dashboard.     

Voila,     

Body mobil yang mereka tempati, lagi-lagi berubah secara ajaib. Terdapat lapisan mengkilap yang melindungi mobil ini.     

"Fitur anti peluru sudah aktif," ucap Farrell seolah-olah menjawab pertanyaan yang terdapat di masing-masing benak mereka kecuali Dicta yang memang sudah sering berada di situasi seperti ini bersama dengan dirinya.     

Dengan menambahkan kecepatan mobil, Farrell dengan tatapan tajam tetap memfokuskan pandangannya walaupun mobil di belakang sana semakin terlihat keberadaannya.     

DOR     

DOR     

DOR     

Semua tembakan itu meleset.     

Sungguh, Farrell rasanya ingin tertawa terbahak-bahak. Tidak semua penjahat bisa menembak target tepat sasaran, apalagi dalam jarak yang cukup jauh. Yang mahir pun kadang meleset, apalagi yang tidak mahir? Mungkin hanya mengandalkan keberuntungan saja.     

"Banyak gaya," gumam Farrell sambil menggelengkan kepalanya tidak habis pikir dengan apa yang tersuguh padanya kali ini.     

Ia tahu status Chris Brenddon yang merupakan salah satu orang yang di cari oleh para anggota FBI. Ah iya, ia ingin sedikit memberikan informasi. Kenapa ia saat ini turun kelapangan hanya berdua saja dengan Dicta tanpa Cru lainnya?     

Ya jawabannya karena Niel. Laki-laki itu mengatakan jika misi ini di rahasiakan saja dari publik. Jika apa anggota FBI lainnya sampai ikut tangan dengan membawa orang-orang kepercayaannya untuk turun tangan, sudah pasti akan menghebohkan warga New York. Dan ya, Niel tidak ingin hal itu terjadi karena ini menyangkut seorang Vrans Moreo Luis. Takutnya, jika banyak orang mengetahui hal ini, musuh perusahaan dari laki-laki terkenal yang menyandang marga Luis itu mulai melakukan hal yang serupa dan membahayakan kembali kehidupan dia.     

Masalahnya, ini memang bukan masalah dirinya. Tapi, kekasih Vrans adalah seseorang yang sangat berarti bagi Orlin. Ia tidak pernah mau jika kekasihnya ini kembali terseret masuk ke dalam permainan berbahaya untuk yang kesekian kalinya.     

Pemikiran yang hebat karena dirinya adalah laki-laki dewasa, memikirkan masa depan.     

Sedangkan Orlin, gadis itu tiada henti menggenggam tangan Allea yang tentu saja masih berdenyut. Tapi kondisi tubuhnya memang mulai melemah, kalau tidak segera mungkin saja gadis ini akan koma.     

"Jangan kenapa-napa ya, Allea." gumamnya sambil meremas jemari gadis itu dengan cemas. Sorot matanya mulai berubah menjadi sendu, baginya Allea sudah menjadi sahabat satu ruangan dan satu kehidupan dengan dirinya. "Nanti kalau kamu kenapa-napa aku kerja sendirian lagi, gak ada yang nemenin ngobrol. Ah membosankan, kau tahu itu?" sambungnya.     

Tes     

Satu bulir air mata menetes tepat di kening Allea, karena posisi gadis itu saat ini berada di pangkuannya dengan kaki yang berada di pangkuan Niel. Ia tidak cemburu, justru ia sangatlah memanjatkan puji syukur pada Tuhan karena sudah di berikan kekasih yang sangat pengertian dan menolong sesama.     

"Jangan ngomong yang aneh-aneh, Orlin. Aku tidak kemana-mana, dan tentu saja tidak kenapa-napa." ucap Allea dengan nada suara yang lemah sambil mencoba untuk terkekeh kecil.     

Orlin menekuk senyumnya, bahkan kini situasi yang mencekam tidak membuat dirinya berpaling pada kondisi Allea. Apalagi melihat luka di atas dada itu, ah jangan pikir itu adalah luka yang ringan. Tentu saja ngilu!     

"Jangan terkekeh, jangan berbicara, pokonya jangan ngapa-ngapain." ucap Orlin sambil menggelengkan kepalanya. Nama suara yang serak membuat Allea mengulum sebuah senyuman geli, rasanya ingin mengatakan secara lantang kalau dirinya baik-baik saja.     

Ah tidak, berbohong pada orang lain tentang apa yang kamu rasakan itu sangat tidak baik. Kalau kenapa-napa ya memang bilang saja dan terima, hadapi selagi mampu jangan sok menyembunyikan masalah toh benar dengan apa yang di katakan Orlin jika dirinya terluka parah. Karena tidak ingin membuat gadis yang pahanya kini menjadi bantal bagi kepalanya, ia hanya mengangguk dengan singkat tak ingin membantah.     

Ya membantah pun tidak akan bisa.     

Orlin yang tidak ingin menangis lagi langsung saja mengusap jejak air mata di pipinya dengan gerakan cepat membuat Niel menolehkan kepala pada dirinya. "Makanya jangan cengeng, selalu berpikir negatif yang melenceng dari jalan pikiran." ucapnya yang menegur dengan cara halus.     

Niel sudah paham sekali dengan sifat Orlin yang dikit-dikit menangis hanya karena hal sederhana tapi mampu menyentuh relung hatinya.     

Orlin menolehkan kepalanya ke arah Niel, lalu menjulurkan lidah merasa tidak peduli dengan kekasihnya yang memang gemar sekali mengejek dirinya dengan julukan cengeng.     

DOR     

DOR     

DOR     

Farrell sibuk menghindari tembakan yang justru kini mengarah pada ban mobil dirinya. Ia tentu saja ban adalah bagian yang tidak bisa di lapisi dengan anti peluru, dan ya hal itu membuat dirinya harus sibuk menghindar ke kanan dan ke kiri.     

Decitan ban mobil dengan aspal terdengar sangat jelas saat peluru pistol nyaris mengenai ban mobil mereka. "Sial," umpat Farrell yang semakin memutar otaknya.     

Ia melirik sebentar ke kaca bagian tengah mobil yang langsung saja menampilkan mobil yang tengah di kendarai oleh Alard itu. "Dicta, sebaiknya kamu aktifkan mode bahaya." ucapnya yang sudah tidak ada ide lain, ia buntu. Karena ayolah, jalanan dekat hutan ini hanya lurus tanpa belokan sedikitpun, menjadikan dirinya mau tidak mau berkemudi dengan gerakan zig zag.     

Dicta yang sedaritadi tengah melihat keadaan di luar sana dengan i-pad nya, langsung saja menaikkan sebelah alisnya merasa bingung dengan apa yang di ucapkan oleh Farrell. "Maaf Tuan, apa kamu yakin? Soalnya--"     

"Tentu saja, memangnya menunggu apalagi? Menunggu sampai di jalanan kota New York yang banyak sekali orang-orang berlalu lalang, begitu?" tanyanya dengan mengarahkan stir ke kiri, lalu ke kanan. Chris benar-benar gencar mengincar ban mobil miliknya. Kalau terkena, pasti nanti mereka oleng dan bisa saja mobilnya berguling masuk ke dalam hutan, dan ya untuk selanjutnya tidak perlu di bahas karena mengerikan.     

Dicta menganggukkan kepalanya dengan patuh, tidak ingin menentang keputusan Farrell kalau apa yang di ucapkan oleh laki-laki itu ada benarnya juga. "Baik, Tuan. Mode bahaya akan aktif dalam sepuluh hitungan mundur sampai nol." ucapnya yang mulai mengutak-atik sistem drone miliknya.     

Klik 'setuju' maka drone tersebut sudah berubah menjadi alat berbahaya.     

Sepuluh, sembilan, delapan, tujuh, enam, lima, empat, tiga, dua, satu.     

Pada detik itu juga, Farrell menginjak pedal gas supaya lebih menjaga jarak dari sinar laser yang kini sudah berhasil membelah mobil Alard menjadi dua bagian memanjang.     

"Great, aku akan traktir mu makan nanti malam." ucap Farrell dengan wajah datarnya, ia merasa puas dengan kinerja Dicta. Sekali di suruh, paham, dan langsung di laksanakan.     

Dicta menganggukkan kepalanya, lalu mengembalikan sistem drone nya supaya kembali masuk ke dalam mobil. Ia memangku i-pad miliknya, lalu menolehkan kepala ke arah laki-laki disebelahnya. "Apa maksud mu itu kencan?" tanyanya.     

"Memangnya apa yang kamu pikirkan?"     

"Ya itu, kencan."     

"Kalau kamu berpikir seperti itu, aku menyetujuinya jika nanti malam kita akan berkencan."     

Blush     

Tidak, ini bukanlah kisah percintaan Agen FBI dengan asisten andalannya.     

Mobil mereka mulai masuk ke dalam jalan kota New York, satu jalur dengan berbagai macam kendaraan pribadi mau pun umum.     

Tujuan terakhir, rumah sakit. Karena Allea benar-benar membutuhkan sebuah pertolongan untuk memulihkan kembali tenaga yang sudah banyak terkuras itu.     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.