My Coldest CEO

Seratus delapan puluh tiga



Seratus delapan puluh tiga

Setelah Allea langsung saja dilarikan ke ruang operasi karena sudah mendengar kabar Xena yang bagus, tentu saja mereka semua berharap cemas di dalam satu ruangan ini.     

Sebuah ruangan yang di sewa oleh Vrans untuk Allea memang di khususkan untuk 2 orang, dan kebetulan sesuai dengan permintaan D. Krack, brankar satunya lagi akan di isi oleh Erica.     

Menunggu jalannya operasi yang sangat disemogakan supaya lancar tanpa adanya hambatan sedikitpun.     

Kini, dengan duduk di sofa yang berada di ruang UGD ini, tentu saja Xena menatap lurus dengan pandangan kosong ke depan. Lagi lagi, situasi seperti ini tercipta karena dirinya.     

"Aku berhutang nyawa pada Sean," ucapnya sambil menggerakkan kepalanya untuk menatap ke arah seorang laki-laki yang berada di seberangnya ini. Tengah mengepalkan kedua tangan, dengan meremasnya perlahan-lahan. Ia tahu jika Sean tengah menghalau perasaan gundah mengenai kabar Erica. Ia tidak puas dengan kematian Hana yang begitu saja, namun apa boleh buat?     

Sean yang mendengar ucapan Xena itu pun langsung saja mendongakkan kepalanya, ia menatap gadis tersebut yang sedang menunjukkan ekspresi sedih. "Gak masalah, demi Erica." ucapnya yang menjawab perkataan Xena dengan kalimat seadanya saja. Ia tidak ingin terjadi apa-apa pada Erica, jika ada orang yang patut untuk di salahkan, itu adalah dirinya sendiri.     

Xena mencengkeram erat jemari Vrans yang memang sedaritadi menggenggam tangan kirinya, dan ya sudah dapat di tebak jika laki-laki tersebut kini berada di sebelah kirinya. "Aku bodoh ya? Maafin aku," bisiknya saat pandangan teralih dan kedua bola mata miliknya itu mulai beradu pandang dengan kedua manik mata yang sangat memabukkan milik kekasihnya.     

Vrans pun bingung ingin menjawab apa, pasalnya sudah berpuluh-puluh kali hampir beratusan kali gadis ini sibuk menyalahkan dirinya sendiri. "Kamu mau bilang apa lagi? Sekalian di keluhkan, jangan setengah-setengah." ucapnya dengan nada kalimat yang sangat lembut. Ia bahkan dengan sangat peka langsung membawa kepala Xena sampai menubruk dada bidangnya, membiarkan gadis itu bersandar dan ia menjadi tumpuannya.     

Mendapati suasana yang seperti itu, bukannya membuat hati Sean tambah tenang, justru tambah kusut. Bukan, ia bukannya iri pada mereka. Tapi ayolah, posisikan saat ingin menebar kasih sayang di posisi seperti ini.     

Beralih dari Xena dan Vrans pun, pandangan Sean sudah ternodai dengan pose ciuman yang dilakukan oleh Orlin dan juga Niel. Baiklah, ia memiliki gadis spesial dalam hidupnya namun tidak sedang berada di sini. Dan sialnya, hal itu membuat dirinya tidak memiliki pasangan untuk bermesraan. D. Krack? Laki-laki itu merasa jika tugasnya sudah selesai dan pamit pergi keluar rumah sakit untuk mampir di salah satu restoran gang berada di hiruk pikuk kota New York.     

"Sebaiknya aku ke kantin saja," ucapnya sambil beranjak dari duduk. Ia memang sedikit lapar, tapi alasan utamanya untuk keluar dari ruangan ini karena muak dengan kedua pasangan yang sialnya malah membuat dirinya muak. Hei, padahal ia terhadap Erica pun jauh lebih memuakkan. Apalagi dengan jurus untuk menggoda gadis tersebut.     

Tanpa perlu menunggu persetujuan dari Xena Vrans ataupun Orlin Niel, ia langsung saja melangkahkan kakinya keluar ruangan. "Akhirnya terbebas dari manusia pengikut cinta," ucapnya sambil menghirup napas dalam-dalam.     

Ia melirik jam yang melingkar tangannya, lalu menjentikkan jari kalau ini adalah waktu yang tepat untuk mengisi perut terlebih dahulu karena proses operasi Erica masih di bawah satu jam lagi. Bodoh, ia merutuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia dengan sangat mudahnya menolak tawaran D. Krack untuk makan di restoran? Ah iya, dirinya terlalu jual mahal hanya untuk mengisi perut saja.     

Sedangkan Xena? Kini gadis tersebut tengah menghela napas lelah. "Bagaimana kalau salah satu dari mereka tidak selamat? Berarti itu merupakan kesalahan ku, iya kan?" tanyanya kembali dengan nada kecil. Kinerja otaknya memunculkan pemikiran yang sangatlah berkebalikan dengan seharusnya yang ia lakukan.     

Vrans menjitak kecil kepala Xena, bisa-bisa gadisnya berpikiran seperti itu. "Jangan berpikiran yang aneh-aneh, ah kamu memang gadis pluto yang aneh, wajar saja." ucapnya sambil menyelipkan sebuah kekehan kecil. Ya hanya bermaksud untuk membangkitkan suasana saja.     

"Jangan bercanda, bosayang. Aku sedang tidak ingin tertawa," ucap Xena sambil membenamkan wajahnya di dada bidang Vrans. Sungguh, saat ini ia memiliki posisi yang sangat nyaman dengan bersandar di tempat favoritnya.     

Vrans menempatkan dagunya di atas kepala Xena, kedua tangannya mulai melingkari tubuh gadis tersebut. "Lalu bagaimana lagi cara ku untuk menghibur kamu, sayang?" tanyanya dengan nada bicara yang masih sama lembutnya dengan sebelumnya. Ia tidak pernah berniat untuk berkata kasar lagi kepada gadisnya, apalagi sampai kehilangan kesabaran karena Xena.     

"Tidak tahu, pikir saja sendiri. Sudah tahu aku sedang bersedih!" ucap Xena dengan sedikit sebal.     

Vrans mengulas sebuah senyuman yang sangat hangat. "Ingin apa? katakan saja." ucapnya.     

"Tidak ada," balas Xena sambil menggelengkan kepalanya. Ia tahu maksud kekasihnya ini bagus supaya dirinya tidak terlalu tegang dan bersedih lagipula pihak rumah sakit tengah menangani mereka berdua. Ya tapi tetap saja rasa khawatir yang sangat hinggap di tubuhnya!     

"Aku serius loh sayang." ucap Vrans sambil mengelus puncak kepala Xena dengan sangat sangat perlahan, seperti gadis itu adalah sebuah berlian yang tidak boleh retak.     

"Aku juga lebih serius!" cicit Xena. Ya memang jika ia berada di dalam mode seperti ini, sudah dapat di pastikan suasana hatinya tidaklah jelas.     

Vrans terkekeh kecil saat nada bicara yang sebal itu keluar dari dalam mulut Xena, menyapa indra pendengarannya dengan sangat sopan. "Nanti jadi beli taco?" tanyanya. Satu-satunya pembangkit suasana hati Xena memang hanyalah taco. Entah kenapa gadis itu suka sekali makanan taco tersebut, tapi yang jelas sudah dapat di pastikan Xena tidak akan menolak, percaya deh.     

Bergeming untuk sementara waktu, sepertinya Xena tengah menimang-nimang apa yang dikatakan oleh Vrans. Bagaimana pun dalam situasi apapun pasti taco selalu nomor satu, tidak boleh terlewatkan.     

"Bagaimana, sayang?" tanya Vrans kembali untuk memastikan pertanyaannya ini akan di setujui oleh sang gadis. Karena Xena kalau tidak di pastikan untuk yang kedua kalinya dan ia tidak jadi menuruti kemauan gadis itu pasti nanti merajuk. Euh, sangat lama durasi merajuk seorang gadis.     

Xena akhirnya dengan hembusan napas kecil pun menganggukan kepalanya, "Baiklah setelah mengetahui keadaan Allea dan Erica kita pergi membeli taco." tanyanya sambil mendongakkan kepalanya, menatap wajah tampan Vrans yang memiliki garis rahang sangat menawan.     

"Siap bos cengeng!" ucap Vrans sambil terkekeh renyah, ia memang gemar menjahili Xena.     

"Ih jangan memanggilku dengan banyak sebutan!" balas Xena yang memang tidak suka di panggil berlainan nama lagi. Cukup gadis Pluto, gadis aneh, dan tentunya 'sayang' saja. Kan terdengar jauh lebih romantis.     

Vrans mengulum sebuah senyuman, "Memangnya kenapa?" tanyanya berpura-pura tidak mengerti dengan ucapan gadisnya.     

"Nanti gawat kalau aku semakin sayang..." ucap Xena dengan nada yang melemah.     

Blush     

Baiklah kini kedua pipi Xena sudah seperti melakukan cosplay kepiting rebus dengan rona kemerahan di permukaan wajahnya. Ia yang meluncurkan rayuan, namun dirinya sendiri yang merasakan malu.     

Vrans terkekeh kecil saat mengetahui jika gadisnya mungkin sudah sedikit melupakan kejadian ini. "Siapa yang ngajarin kamu merayu seperti tadi?" tanyanya sambil melepaskan tangan kanan yang melingkari tubuh Xena, beralih menjadi mencubit gemas hidung kekasihnya itu.     

"Kamu lah yang ngajarin segala hal yang baru singgah di kehidupan ku,"     

"Kalau ciuman? Apa aku juga yang mengajarkan?" tanya Vrans dengan jahil sambil menaik turunkan kedua alisnya, menggoda Xena. Ia suka sekali saat rona merah tersebut hadir di wajah gadisnya.     

"Jangan berkata hal dewasa, Vrans." cicit Xena dengan nada yang sangat kecil. Ia malu apalagi berasa satu ruangan dengan Orlin dan juga Niel. Kalaupun tidak ada, ia tetap akan melarang Vrans untuk tidak berkata yang aneh-aneh.     

Vrans menaikkan sebelah alisnya, ia selalu merasa geli dengan tingkah Xena yang baginya sangatlah lugu itu. "Apa maksud mu? Hal dewasa? Padahal hanya ciuman loh, remaja pun sudah banyak yang melakukannya."     

"Ih melakukan apa? Sudah lah jangan membahas topik seperti ini, aku--"     

Vrans memotong ucapan Xena yang belum sepenuhnya keluar dari mulut gadis tersebut. "Kamu malu?" tanyanya, ia selalu dapat menebak alasan apa yang mendasar bagi gadisnya ini.     

"Tentu saja, bosayang!"     

Dengan kilatan mata jahil, Vrans meraih tengkuk Xena untuk mendekatkan wajahnya ke wajah gadis tersebut. "Kalau seperti ini, apa kamu akan menolaknya?" tanyanya dengan nada rendah.     

Belum berhasil Xena menganggukkan kepalanya dan ingin mendorong wajah itu jauh-jauh dari hadapannya ini.     

Cup     

Sebuah bibir tidak terlalu tebal namun sexy milik Vrans mendarat tepat di bibirnya. Dengan perlahan tapi pasti, mereka berdua mulai terpaku pada lumatan masing-masing. Mengabsen setiap deretan gigi tanpa ada yang terlewat satu pun.     

"Asfhh--na--kal!" seru Xena yang tentu saja kesulitan berbicara karena mulutnya sedang menyatu dengan mulut Vrans. Tangannya bergerak untuk mencubit pinggang laki-laki tersebut, siapa yang suruh mencium dirinya tanpa aba-aba?     

Lumatan penuh kasih sayang itu sudah membuat Xena mabuk kepayang, dan ya itu memang satu-satunya alasan Vrans untuk bertindak seperti ini. Ia tahu gadisnya lemah jika di perlakukan manis dan akan sedikit melupakan rasa khawatirnya.     

Setelah berciuman hampir setidaknya dua menit saja, Vrans melepas pangutan mereka. Namun, kedua tangannya masih setia meraih rahang tirus gadisnya. Menatap kedua manik mata indah itu dengan tatapan kelewat sayang. Tidak masalah dari sifat dingin dan beku sampai tidak tersentuh, tapi seketika berubah saat bertemu dengan gadis konyol dan aneh layaknya Xena.     

"Terimakasih sudah menjaga diri dengan baik, sayang. Aku benar-benar sangat takut kehilanganmu. Biarkan saja ini terdengar menjijikan atau apa, tapi bagiku rasa sayang ini sangatlah sempurna untuk mu." ucapnya dengan pengakhiran mencium singkat kening Xena.     

Ia menaruh keningnya pada kening Xena, membuat hidung mereka saling bersentuhan. "Aku berjanji, setelah badai ini akan menghadirkan pelangi yang paling indah, gadis Pluto." sambungnya.     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.