My Coldest CEO

Seratus delapan puluh enam



Seratus delapan puluh enam

0Hari berganti malam, saatnya semua orang beristirahat termasuk Erica yang kini tengah di temani oleh Sean, dan juga Allea yang menatap miris ke langit-langit ruangan karena tidak ada satupun orang yang menemani dirinya.     

Sedangkan Vrans Xena dan Orlin Niel? Tentu saja mereka memilih untuk pulang terlebih dahulu dan besok akan kesini lagi, mungkin sambil membawa buah tangan atau sebagainya.     

Sangat beruntung jika seseorang memiliki pasangan yang sangat pengertian, bahkan seperti layaknya Vrans yang mampu mempertaruhkan segalanya untuk Xena asal gadisnya itu selamat. Sean yang terlihat mematikan karena status assassin melekat pada tubuhnya tak ayal membuat laki-laki tersebut berperilaku menghibur dan juga romantis untuk Erica. Sedangkan Niel? Jangan di tanya lagi, di muka umum saja laki-laki itu tidak malu untuk menunjukkan seberapa besar rasa sayangnya terhadap Orlin.     

Dan ya, bagaimana dengan nasibnya? Masih sama seperti minggu lalu --ah tidak mungkin masih sama seperti bertahun-tahun yang lalu--. Tanpa kekasih ataupun sang pujaan hati, ia pun bingung ingin menaruh hati pada siapa?     

Ah astaga, kenapa dirinya menjadi memikirkan hal ini? Sudah jelas semua kehidupan manusia ditentukan oleh Tuhan dengan rancangan sempurna yang tidak mungkin gagal. Iya, mungkin ia sedikit iri saja karena selama ini belum jauh mengenal apa itu cinta yang sebenarnya.     

"Jangan melamun, ini aku bawakan susu hangat untuk dirimu."     

Ah hampir lupa, masih ada D. Krack yang gemar sekali bolak-balik ke kantin rumah sakit. Entah itu untuk membeli makanan, atau sekedar duduk-duduk manis saja memperhatikan orang-orang berlalu lalang dengan di temani secangkir kopi yang berada di atas mejanya. Tentu saja dengan penyamaran menggunakan topi dan kacamata hitam supaya lensa matanya yang merupakan daerah paling di kenali oleh orang lain, anggota tubuh yang tidak akan pernah berubah.     

Allea menolehkan kepalanya ke arah D. Krack, laki-laki yang kini sudah duduk tepat di samping kanan brankar-nya. Membuka sedikit tirai ruangan ini untuk menyaksikan keindahan kota di malam hari. Memang di waktu seperti ini memiliki suasana yang sangat teramat damai.     

"Aku tidak menyuruh mu untuk membelikan minuman hangat itu." ucapnya dengan lesu. Tak ayal rasa sakit di dadanya masih terasa, oh jangan lupakan lengannya yang terluka, tentu saja membuat dirinya seperti patung karena tidak bisa bergerak dengan bebas. Mengangkat sedikit tangannya, rasa sakit langsung tersebar ke seluruh aliran syaraf tubuhnya.     

D. Krack menaruh botol soda ke atas nakas yang tidak jauh dari jangkauannya, lalu menggenggam kotak berukuran besar yang berisikan popcorn. Entahlah, ada-ada saja laki-laki ini. "Dan aku pun tidak menerima penolakan," ucapnya sambil mengangkat bahunya dengan acuh. Ia menggeser kursi yang menjadi tumpuan bokongnya mendekati pinggiran jendela yang memang memiliki ruang untuk duduk atau sekedar menaruh kaki di sana.     

Dan ya, D. Krack meluruskan kakinya di sana untuk menghilangkan rasa pegal karena sedaritadi ia belum beristirahat tapi rasa kantuk belum menyerang. Anggap saja kurang kerjaan, ya memang seperti itu keadaannya. Lagipula ia belum mendapatkan permintaan khusus dari para teman kriminalnya. Entah itu permintaan untuk akses keluar dari penjara atau bahkan meminta persenjataan pada dirinya.     

Allea menatap aneh ke arah laki-laki tersebut, untuk apa juga dia menunggu dirinya seperti ini?     

"Tiduran saja di sofa, jangan seperti itu, aku yang melihatnya saja terasa pegal." ucapnya yang berkomentar tentang posisi D. Krack saat ini.     

Sedangkan laki-laki itu? Ia sama sekali tidak menolehkan kepalanya pada Allea, masih sibuk menatap langit malam yang kalau dirinya keluar dari gedung rumah sakit ini pasti akan menyapa permukaan wajahnya dengan sapuan lembut yang tentu saja terasa dingin.     

D. Krack pun menggelengkan kepalanya, ia tidak ingin tiduran di sofa dan menatap langit-langit ruangan karena belum mengantuk seperti apa yang dilakukan gadis tersebut. "Tidak, lebih baik juga seperti ini." ucapnya.     

Diam, hening kembali. Allea tidak tahu harus menjawab apa, dan D. Krack yang terlalu memfokuskan titik pandangannya ke luar jendela dengan tangan yang mengarahkan butiran popcorn ke dalam mulutnya. Ah, popcorn dengan rasa caramel memang pilihan yang sangat sempurna.     

Tadi, niatnya sih ingin pulang. Tapi berpikir tidak memiliki pekerjaan dan di rumah pasti akan seorang diri yang hanya di temani beberapa maid, jadilah ia tetap memutuskan untuk di sini. Lebih baik ada teman walaupun suasana hening yang sama masih menyeruak jelas, iya kan?     

"Minum susu hangatnya, apa perlu aku belikan bubur di kantin?" ucap D. Krack lagi. Ia tidak pernah enggan dan merasa gengsi untuk menghadirkan topik pembicaraan baru. Selain sedikit ah bukan sedikit lebih tepatnya lumayan tidak suka dengan kesunyian, jadi lah ia yang memiliki 1001 topik pembicaraan di kepalanya menjadi sang pembangkit suasana.     

Allea menolehkan kepalanya kembali menatap Dm Krack yang masih sangat setia dengan posisi seperti itu, melihatnya saja membuat dirinya merasakan pegal yang mungkin seharusnya juga di rasakan oleh laki-laki itu.     

"Apa itu wajib di minum?" tanyanya.     

"Tentu saja, kalau sudah di belikan ya harus di terima, kalau menolak berarti tidak ada puji syukur pada Tuhan, menolak keberuntungan." jawab D. Krack yang tentunya sangat detail.     

Benar juga apa yang di katakan laki-laki tersebut, kalau di tolak juga tidak enak toh ibaratnya dia sudah mengeluarkan uang untuk Erica namun sama sekali tidak di gubris. Ya oke, lebih baik di terima walaupun terasa aneh?     

"Bisakah kamu membantu diri ku?" tanya Allea dengan nada suara yang sedikit tidak enak, soalnya mungkin saja ini adalah permintaan terkonyol yang pernah ia lontarkan.     

Setelah sedari tadi tidak memiliki niatan untuk menolehkan kepala pada Allea, baru lah saat ini D. Krack mulai melakukan hal tersebut.     

"Apa?" tanyanya sambil menaikkan sebelah alisnya, meminta penjelasan lebih detail lagi mengenai permintaan tolong tersebut.     

Allea meringis tidak enak, lalu menyunggingkan sebuah senyuman renyah. "Apa kamu bisa membantu ku minum? Ku pikir tangan ku terlalu sakit untuk di gerakkan." ucapnya dengan sedikit mencicit. Tuh kan apa yang ia katakan? Ini adalah permintaan terkonyol yang pernah ada di dunia. Apa-apaan meminta untuk di bantu minum?     

D. Krack melirik ke arah lengan Allea, benar saja perban melingkar di sana. Tanpa banyak basa basi ataupun mengeluh, tentu saja ia langsung mengembalikan kedua kakinya pada pijakan lantai. "Apa imbalannya kalau aku membantu diri mu?" tanyanya sambil menaruh tempat popcorn di tepi jendela, ia saling menepuk tangannya yang mungkin saja terdapat remahan popcorn.     

Allea menaikkan sebelah alisnya, "Kalau mengandalkan imbalan, tentu saja aku tidak akan memberikan apapun. Sangat tidak baik, sungguh. Kalau tidak ingin--"     

"Baik, baik, aku akan membantu diri mu. Jangan bawel jadi gadis, nanti aku bungkam mulut mu." ucap D. Krack yang memotong ucapan Allea. Bayangkan jika ia tidak menghentikan apa yang di katakan gadis itu, pasti pembahasan mereka akan panjang, sepanjang rel kereta api.     

"Kan kalau kamu mengiyakan, aku tidak akan bawel." ucap Allea sambil terkekeh kecil.     

Ia melihat laki-laki tersebut yang sudah beranjak dari duduk dan berjalan ke arahnya. Lalu berhenti tepat di samping brankar sambil mengambil segelas susu hangat yang tadi dia bawa.     

"Perlahan," ucap D. Krack sambil mengarahkan gelas tersebut ke arah mulut Allea. Satu tangannya lagi meraih tengkuk gadis tersebut untuk mengangkat sedikit kepalanya supaya tidak tersedak saat air masuk ke dalam mulut.     

Allea mengikuti instruksi D. Krack lalu mulai meneguknya sampai susu hangat tersebut masuk ke dalam mulut dan membasahi dinding tenggorokannya.     

D. Krack yang merasa sudah cukup Allea minum karena tidak mungkin dalam sekali waktu di habiskan langsung satu gelas, tentu saja nanti kembung perutnya. Menaruh kembali gelas tersebut ke atas nakas, lalu tangan yang tadi ia gunakan untuk menggenggam gelas pun akhirnya membantu tangan yang lain untuk meletakkan kepala Allea dengan hati-hati. Perlakuan yang cukup lembut bagi seorang penjahat.     

"Sudah kan?" tanyanya.     

Allea berpikir sejenak, ia daritadi tidak bisa tidur dan kali saja laki-laki ini bisa membuat dirinya mengantuk. Tidak yakin sih, tapi apa boleh buat? Kalau belum mencoba, jangan harap mendapatkan jawaban. "Tentu saja belum," ucapnya dengan nada santai tanpa merasa jika apa yang ia katakan pasti mengikis waktu D. Krack untuk menikmati pemandangan malam hari bersama sang popcorn.     

D. Krack tentu saja langsung menaikkan sebelah alisnya, "Ayolah apa lagi?" tanyanya sambil menatap gadis yang terbaring itu.     

"Bisa kan kamu berdongeng atau melakukan sesuatu supaya diri ku tertidur?" tanyanya dengan sorot mata penuh harap. Dirinya lelah, namun tidak bisa beristirahat. Apalagi mengingat saat menghadapi robot jelek semacam Herra itu. Ah membayangkannya saja membuat dirinya bergidik ngeri karena sudah pasti membuat tenaganya banyak terbuang.     

"Tidak, tidak bisa." ucap D. Krack tanpa memikirkan apa yang diinginkan Allea. Permintaan aneh, mana bisa laki-laki seperti dirinya ini berdongeng?     

"Yasudah kalau begitu." ucap Allea, ia pun tidak menentang. Memaksakan supaya dirinya mengantuk adalah hal yang terbaik. Dengan mata yang mulai terpejam namun dahinya berkerut seperti itu, tentu saja membuat laki-laki yang masih memperhatikan gadis ini dengan seksama langsung saja terkekeh kecil.     

Apakah tidak ada cara yang bagus untuk mengundang rasa kantuk selain memaksakan diri?     

"Kamu begitu konyol, tidak habis pikir kalau diri mu memiliki kemampuan yang sungguh luar biasa." ucapnya sambil mendengus kecil dengan kekehan ringan, tangannya mulai menyeret kursi untuk kembali mendekati brankar Allea, meninggalkan sejenak popcorn yang menanti dirinya sedaritadi.     

Allea membuka kedua bola matanya, dan voila D. Krack kembali duduk di dekatnya. "Ada apa? Ya keahlian tidak bisa di nilai dari sifat, iya kan?" tanyanya yang keheranan. Toh apapun yang menyangkut pekerjaannya sama sekali tidak memiliki hubungan dengan sifatnya. Kerja ya kerja, menunjukkan keahlian. Bagaimana sifat, ya itu kan sudah melekat di dalam tubuh. Oke, dukung pendapat Allea!     

"Iya juga sih, tapi kebanyakan hacker itu seperti kutu buku."     

"Itu hanya pendapat mu saja, berbeda dengan pendapat diri ku dan orang lain."     

"Jadi?"     

"Jadi apa sih, D. Krack?"     

"Jadi di bacakan dongeng?"     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.