My Coldest CEO

Seratus sembilan puluh



Seratus sembilan puluh

0"DADDY LEO, I'M COMING!!"     

Xena berlari kecil ke arah seorang laki-laki paruh baya yang mungkin baru saja bernapas menyesuaikan atmosfer sekeliling, setelah sekian lama akhirnya ia menginjakkan kaki di sini lagi.     

"Hai, honey..." sapa Lea sambil memperlebar kedua tangannya. Menyambut sapaan Xena dengan pose seperti memberikan akses supaya gadis itu bisa masuk ke dalam pelukannya untuk melepas kerinduan.     

Xena tentu saja langsung menubruk tubuh Leo, masuk ke dalam dekapan laki-laki tersebut. Astaga, seharusnya memang sudah seakrab ini mereka. "Daddy kenapa baru kesini, kemarin-kemarin kemana aja?" tanyanya sambil melepaskan pelukan kerinduan mereka. Kedua manik mata miliknya menelusuri tubuh Leo yang tampak sedikit mengecil daripada sebelumnya.     

"Tuh kan pasti Daddy di sana jarang makan ya?" sambungnya sambil menatap Leo dengan khawatir. Ya memang laki-laki itu tidak memiliki seseorang spesial kecuali Vrans, dan saat tinggal di London pasti tidak ada yang mengingatkan untuk makan. Jikalau ada juga pasti hanya beberapa maid dan chef khusus saja.     

Leo terkekeh melihat raut wajah Xena, dari dulu sampai sekarang memang gadis itu tidak pernah berubah. Mungkin dulu saat bekerja dengan dirinya masih sedikit kalem, tapi saat bersama para sahabatnya, Leo sudah mengetahui bagaimana sifat tidak jelas itu melekat pada tubuh sang calon menantu. Malu? Geli? Tentu saja tidak! Hei, para gadis jarang sekali ada yang satu sifat dengan Xena, untuk menebarkan kasih sayang dan juga tentunya keceriaan selalu tercipta.     

"Daddy baru sempat ke sini, maaf. Banyak kerjaan perusahaan yang numpuk, ini aja kayaknya nanti Daddy masih harus bekerja di rumah ini." ucap Leo sambil melangkahkan kakinya ke arah single sofa untuk mendaratkan bokongnya di sana, di ikuti oleh Xena di belakangnya dan gadis itu segera mendaratkan bokong di sofa panjang yang satunya lagi. "Dan kalau perihal jarang makan atau tidak, itu tidak benar. Bahkan Daddy setiap hari tidak pernah ketinggalan jam makan." sambungnya memberikan penjelasan lebih.     

Xena hanya manggut-manggut paham, lalu derap langkah kaki yang menuju ke arah mereka langsung saja menarik perhatian. Siapa lagi kalau bukan Vrans?     

"Lihat Daddy, putra mu sangat tampan."     

"Iya, tentu saja. Dia adalah aku di masa muda, bahkan aku masih tampan."     

"Tapi Daddy, dia sangat menyebalkan."     

"Iya? Bukannya putra ku itu kulkas berjalan?"     

"Ah Daddy, panggil saja dia Antartika."     

Vrans mendengar percakapan yang entah kenapa menjadi berubah haluan membicarakan dirinya. Baik, Leo bertemu dengan Xena, pasti menjadi kombinasi yang berkali-kali lipat menyebalkan. "Jadi, aku di undang ke sini hanya untuk mendengarkan kalian membicarakan ku?" tanyanya masih dengan wajah datar. Tidak perlu berbasa-basi lagi, ia langsung duduk tepat di samping gadisnya. Mendekati tubuh mungil tersebut, lalu melingkari tangannya di sana.     

Leo yang melihat itu hanya mengulum sebuah senyuman menggelikan, sudah lama tidak menggoda sang putranya yang dingin ini. Ah iya, sosok Daddy idaman ini mah.     

"Daddy juga tau Xena itu punya kamu, gak perlu posesif juga kali." ucapnya sambil terkekeh geli.     

"Iya, Dad."     

"Udah dewasa ya, jadi Klarisa udah gak di ingat-ingat lagi?"     

Vrans menolehkan kepalanya ke arah Xena yang justru terkekeh seperti puas dengan ejekan yang di berikan sang Daddy untuk anaknya. Ia mengalihkan pandangannya lagi pada Leo, lalu berdehem kecil. "Tentu saja sudah tidak, hanya bersahabat. Lagipula sudah jarang mengabari, sibuk." ucapnya dengan nada acuh. Tidak, bukan karena dirinya tidak peduli lagi dengan Klarisa. Tapi ia memilih nada bicara yang terdengar benar-benar mengatakan 'sibuk' dalam artian yang sebenarnya pada Leo supaya laki-laki itu tidak memperpanjang obrolan tidak jelas ini.     

"Biarin aja sih, bosayang. Kamu kenapa? Takut aku cemburu? Aku tuh biasa aja kali."     

"Iya, takut kamu marah nanti pergi."     

"Dari awal emangnya aku mau pergi walaupun sifat kamu benar-benar mirip kulkas berjalan, seperti apa yang tadi di katakan Daddy."     

"Sayang... jangan mulai ya."     

Leo merasa hangat kala interaksi mereka yang sangat romantis. Ada hal senang tersendiri saat mengetahui putranya memiliki seorang gadis tepat untuk hidupnya. Lugu, baik hati, pekerja keras, cepat tanggap, memiliki pemikiran yang maju, belum lagi sifat konyol menjadi ciri khasnya. "Kalian sama ih kayak Daddy dan Mommy saat dulu," ucapnya sambil mengulas sebuah senyuman yang terlihat simpul.     

Mendengar Leo berbicara, membuat percakapan Vrans dan Xena yang meributkan sifat sang laki-laki dulu saat di dekati dengan sang gadis, langsung saja terhenti dan menolehkan kepalanya ke sumber suara.     

Vrans melihat kilatan rindu di kedua bola mata yang mirip sekali dengan miliknya itu, ia merasa bersalah jika Leo bersedih mengenai keputusan yang Mommy-nya ambil. "Oh ya, Daddy. Apa kita jadi pergi? Sepertinya Xena sudah tidak sabar." ucapnya yang berhasil memutar kepala untuk mengalihkan topik pembicaraan.     

Segala koper dan perlengkapan milik Leo tentu saja sudah si bawakan ke dalam kamar tamu. Dengan cepat, ia langsung beranjak dari duduknya. "Ah sampai lupa Daddy," ucapnya.     

Melihat Leo yang sudah beranjak dari duduknya itu membuat Vrans dan Xena melakukan hal yang serupa. "Daddy, kita ingin pergi kemana? Kata Vrans kita hanya akan sarapan bersama hari ini." ucap Xena yang kebingungan.     

Dalam diam, Vrans pura-pura tidak tahu saja. Ya dirinya sudah berencana sama Leo untum melakukan ini semua.     

"Vrans, memangnya kita mau kemana?" tanya Xena lagi kala melihat Leo yang hanya tersenyum menanggapi ucapannya.     

"Sudah ikut saja dulu yuk, biarkan Vrans yang menyetir untuk kita, honey."     

Leo berjalan menghampiri Xena, lalu merebut gadis tersebut dari dekapan Vrans membuat laki-laki tersebut langsung saja mendengus sebal. Jadi, malah dirinya yang merasa sendiri. "Setidaknya, tunggu aku." ucapnya. Tapi percuma, ia langsung saja melangkah kakinya menyusul mereka yang sudah keluar dari rumah megah miliknya ini.     

Mobil sport yang ia pilih kini memiliki space untuk sekiranya empat orang.     

"Memangnya kita ingin kemana sih, Daddy?" tanya Xena yang masih merasa penasaran dengan apa rencana mereka berdua. Vrans tau tujuan mereka, tapi kenapa dirinya tidak? Ih menyebalkan sekali!     

Leo menolehkan kepalanya ke arah Xena, menatap gadis yang memang cantik dan sangat pantas untuk menjadi menantu keluarga Luis. "Lihat saja nanti, tapi kita sarapan dulu ya." ucapnya sambil mengulas sebuah senyuman yang sangat hangat.     

Sedangkan Vrans? Kini laki-laki itu sudah masuk ke dalam mobilnya, lalu mulai melajukan dan berhenti tepat di samping tubuh Leo dan juga gadisnya. Ia menurunkan kaca mobil supaya bisa berbicara dengan mereka di luar sana. "Kamu di samping aku, biarin Daddy di belakang sendirian." ucapnya dengan nada datar. Ia memang tidak pernah bersikap ramah pada orang lain, bahkan pada Daddy-nya sekalipun.     

Leo yang mendengar itu langsung saja terkekeh kecil, dasar putranya itu baru merasakan cinta yang sesungguhnya. Jadi apa-apa ya hanya ingin Xena seorang.     

"Jangan seperti itu sama Daddy mu, Xena bersama ku. Tidak ada penolakan atau makam malam nanti kamu yang pegang alih masakannya, setuju?" ucapnya sambil menaik turunkan alisnya, membuat persetujuan yang sudah pasti tidak akan di sanggupi oleh Vrans. Laki-laki itu memang kurang pandai memasak, hanya bisa membuat menu simpel saja yang sudah pasti tidak banyak peralatan dan bahan yang di butuhkan.     

"Tidak bisa seperti itu Daddy, milik ku adalah milik ku. Tidak bisa di pinjam," ucap Vrans. Tentu saja ia menolak apa yang dikatakan oleh sang Daddy itu. Enak saja ia di buat seperti layaknya seorang sopir pribadi, tidak setuju.     

Xena melihat tingkah Daddy putra ini, ia terkekeh geli. Bahkan salah satu dari mereka tidak ada yang ingin mengalah supaya tidak terjadi peperangan adu mulut. "Ayolah bosayang, kamu harus mengalah. Lagipula Daddy jarang-jarang kesini, jadi mengalah saja." ucapnya sambil menampilkan sebuah senyuman yang sangat manis dan hangat. Ia seolah-olah mengatakan pada Vrans kalau untuk kali ini tidak berdekatan dengan dirinya.     

Menghembuskan napasnya dengan perlahan, Vrans masih mengeluarkan tatapan datar yang selalu menjadi andalannya. "Baiklah, masuk." ucapnya pada akhirnya.     

Leo tersenyum penuh kemenangan, ia memang baru sampai di New York tapi tentu saja rasa lelah tidak pernah mengalahkan rasa semangat untuk mengajak kekasih putranya yang merupakan calo menantu. Anggap saja mereka sedang melakukan tur keluarga, minus sang mommy.     

"Nah daritadi kalau kamu menyetujuinya, tentu saja akan cepat." ucapnya sambil melangkahkan kakinya ke arah belakang mobil dan membuka pintu tersebut dan masuk ke dalam.     

Sebelum masuk ke dalam mobil, Xena melangkahkan kakinya untuk menuju jendela terbuka yang menampilkan wajah Vrans. "Hai, Tuan supir. Jangan ngebut ya, sayang kamu." ucapnya sambil terkekeh kecil, menjulurkan lidahnya ke arah laki-laki yang sudah mengubah raut wajahnya dengan kekehan kecil seperti dirinya.     

"Oh tengil ya kamu, awas aja nanti kalau aku mencium diri mu di depan Daddy."     

"Hei, dilarang menggoda terlalu vulgar!"     

"Apanya yang vulgar? Aku hanya mengatakan ciuman saja. Oh atau kamu malu, iya kan?"     

Karena Vrans yang menaik turunkan alisnya bermaksud untuk menggoda Xena, tentu saja membuat gadis itu merasakan kedua pipinya yang tersipu malu. "Apa sih bosayang? Menyebalkan!" ucapnya sambil menghentakkan kedua kakinya dengan sangat lucu, beruntung ia memakai flat shoes jadi tidak perlu khawatir tergelicir.     

Niatnya ingin menggoda Vrans karena saat ini menjadi seperti layaknya sang supir, malah jadi dirinya yang kena imbas. "Bye!" ucapnya sambil melangkahkan kakinya untuk membuka pintu belakang, duduk bersama dengan Leo.     

"Makanya jangan menjahili kalau tidak ingin di jahili, gadis Pluto." ucap Vrans.     

"Eh? Panggil calon menantu Daddy dengan sebutan apa? Coba ulang." ucap Leo, menegur putranya yang memanggil Xena dengan sebutan aneh.     

Sedangkan Xena? Ia hanya terkekeh geli karena kali ini mendapatkan pembelaan.     

Vrans menutup kembali kaca mobil, lalu menghembuskan napasnya. "Gadis cantik, aku memanggil dirinya seperti itu."     

Puas. Itu yang di rasakan Xena.     

"Makanya Tuan Antartika yang terhormat, jangan berani ganti nama aku." ucap gadis tersebut.     

"Daddy, Xena saja memanggil diri ku seperti itu."     

Leo menolehkan kepalanya pada Xena, lalu mengangkat bahunya acuh. "Memang benar kok kamu seperti Antartika." ucapnya membenarkan Xena.     

Sial.     

Daripada tidak menemukan pembelaan dimana-mana, Vrans memutuskan untuk melakukan kembali mobilnya untuk meninggalkan pekarangan rumah ini.     

Sudah ia katakan, Leo dan Xena itu perpaduan yang menyebalkan, kini dirinya benar. Terasa bermain dua lawan satu, sudah pasti ia yang akan selalu kalah.     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.