My Coldest CEO

Seratus sembilan puluh lima



Seratus sembilan puluh lima

0"AKU SEDARITADI MEMANGGIL DIRI MU, SETIDAKNYA BANTU AKU MENGAMBIL MAJALAH, AKU TIDAK SAMPAI!"     

Xena menatap Vrans dari jauh dengan sorot mata kekesalan. Bayangkan saja dirinya sedang menghadapi kesulitan pun laki-laki itu hanya melamun saja, entah kenapa. Padahal, beberapa menit lalu sedang bersama Leo, sepertinya laki-laki tersebut sudah masuk ke dalam ruang kerja Vrans terlebih dulu.     

Melihat kekasihnya yang segera mendekat, tentu Xena sedang mendengus kecil.     

"Makanya sayang, kalau butuh pertolongan itu bilang." ucap Vrans ketika dirinya sudah berhenti tepat di hadapan Xena, ia mengulum sebuah senyuman geli saat melihat ekspresi gadisnya yang begitu menggemaskan. Ah jangan lupakan bibir mengerucut berwarna pink segar itu, sangat menyita perhatiannya.     

Mendengar ucapan Vrans, tentu saja Xena menghentakkan kakinya dengan sebal. "Aku sudah berteriak dan memanggil nama mu malah melamun, dasar menyebalkan." ucapnya sambil memukul pelan dada bidang Vrans yang tertutup dengan kemeja serta di padukan tuxedo.     

Vrans hanya bisa terkekeh kecil, lalu meraih pinggang gadis tersebut supaya masuk ke dalam dekapannya. Dengan wajah yang mulai di dekatkan ke arah telinga Xena, ia menghembuskan napasnya perlahan-lahan. "Daddy minta cucu," bisiknya dengan nada suara serak. Membayangkan memiliki keluarga kecil dengan seorang buah hati yang sangat menggemaskan. Entah seberapa sempurna nanti gabungan antara seorang Vrans Moreo Luis dan Xena Carleta Anderson.     

Blush     

Jangan di tanya bagaimana ekspresi wajah Xena saat ini, ah dan jangan di bayangkan juga.     

"AAA APA KAMU BERCANDA, IYA?" pekik Xena sambil membalas pelukan Vrans dengan sangat erat, ia bahkan melompat-lompat kecil saat ini lalu menggerakkan tubuhnya sehingga pelukan mereka bergoyang ke kanan dan ke kiri.     

Vrans tertawa lepas bersama dengan rasa bahagia yang Xena salurkan. Kalau gadisnya itu senang, apalagi dirinya? Berkali-kali lipat dari hanya sekedar pendeskripsian senang!     

"Jangan teriak-teriak, sayang." ucapnya sambil menghentikan tingkah lucu Xena. Ia mendekap tubuh mungil tersebut, menaruh dagunya tepat di atas kepala gadis tersebut. Nada bicaranya sangat dalam, seolah-olah mengatakan pada semua orang betapa tulusnya rasa sayang untuk Xena.     

Dengan menghirup dalam-dalam parfum maskulin Vrans yang melekat di beberapa bagian di tubuhnya, ia menarik napas lalu menghembuskan dengan perlahan. Mendongakkan kepalanya, menatap wajah yang setiap saat masih mampu membuat kinerja jantungnya memompa tak seirama. "Habisnya aku senang, bosayang." ucapnya sambil menampilkan sebuah senyuman yang kelewat manis. Sungguh, kalau lagi sudah di berikan pengharapan seperti itu oleh sang Daddy mertua, artinya lampu hijau sudah diperlihatkan.     

"Kalau senang, bagaimana jika..." ucap Vrans sambil menatap Xena dengan kilatan mata yang seperti sudah menggelap. Perkataannya juga menggantung, sengaja.     

Xena menaikkan sebelah alisnya, menunggu kelanjutannya ucapan Vrans yang memang membuat dirinya penasaran. "Apa sih, bosayang?" tanyanya sambil mengerjapkan kedua bola matanya dengan tatapan lugu kebingungan.     

Karena sudah tidak tahan dengan ekspresi Xena yang seperti itu, Vrans akhirnya memutuskan untuk terkekeh kecil. Meraih dagu gadisnya, lalu mengecup bibir tersebut hanya sekilas saja. "Bagaimana jika kita langsung menyusul Daddy? Kasihan masa di ruangan ku sendirian." ucapnya sambil menjauhkan dirinya dari Xena. Kalau dekat-dekat dan tadi hasratnya tanpa sadar terpancing, bisa-bisa gawat ujungnya!     

Xena menatap Vrans dengan sebal. Ia pikir laki-laki itu akan mengatakan hal yang lucu untuk dirinya, menyebalkan sekali. "Ku kira kamu ingin mengatakan sesuatu!" serunya sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Menatap Vrans menggunakan sorot mata yang tajam, namun menurut kekasihnya itu justru sangat menggemaskan.     

"Memangnya aku ingin berkata apa?" tanya Vrans sambil membenarkan tuxedo-nya yang sedikit terlihat kerutan kecil karena dari dirinya terlalu erat memeluk sang kekasih, lalu menatap Xena dengan tatapan yang sangat memabukkan. Manik mata yang tajam, namun terlihat teduh adalah hal yang selalu mempesona di mata siapapun.     

"Ya seperti aku sayang kamu, gitu?"     

"Itu sudah sering ku katakan pada dirimu, gadis Pluto. Apa itu masih saja cukup bagi mu?"     

"Hei, Antartika! Menyebalkan sekali karena memanggil diriku dengan sebutan Pluto!"     

"Apa? Tidak cocok sekali. Lebih baik panggil saja diri ku dengan sebutan sugar CEO."     

Mendengar ucapan Vrans yang sepertinya tertular sifat kelewat percayalah diri Xena --bukan sok percaya diri sih tapi memang benar kan Vrans itu sugar CEO? mengaku saja deh--, Xena langsung saja menjulurkan lidahnya. "Wle, justru kalau memanggil mu seperti itu sangat tidak pantas." ucapnya dengan nada mengejek.     

Vrans hanya terkekeh kecil, lalu menatap rak atas yang menjadi incaran Xena beberapa menit yang lalu. "Kamu mau mengambil apa tadi?" tanyanya yang memang lebih memilih untuk mengalihkan topik pembicaraan ke arah lain. Ia teringat tadi gadisnya aneh-aneh saja malah tiba-tiba misah dan berhenti di sini.     

"Ah itu, aku ingin mengambil majalah yang berwarna putih campur merah muda." ucap Xena sambil melayangkan tangannya ke udara, lalu menunjuk sebuah buku tipis khas majalah dengan ciri-ciri yang sangat lengkap supaya laki-laki tersebut lebih mudah mencarinya.     

Vrans yang sudah menemukan majalah yang maksud oleh Xena itu pun langsung saja mendekatkan dirinya pada rak buku, lalu menjulurkan tangan ke atas untuk meraih benda yang entah kenapa malah menarik perhatian gadisnya itu. "How to be the best wife?" tanyanya saat membaca judul buku tersebut. Ia sedikit merasa geli dengan apa yang ingin dilakukan gadisnya ini.     

Tentu saja perkataan Vrans membuat kedua pipi Xena bersemu malu. Ia menganggukkan kepalanya dengan ragu, astaga ia kan hanya ingin menjadi yang terbaik untuk Vrans. "Ah iya sayang, aku ingin mempelajari itu." cicitnya yang masih berusaha menutupi nada suara gugup yang justru hadir di ekspresi wajahnya.     

"Kalau begitu, tidak perlu." ucap Vrans sambil membalikkan tubuhnya ke arah Xena, menatap lekat gadis tersebut yang kini sudah bersemu merah, tapi kini menaikkan sebelah alisnya.     

"Memangnya kenapa?"     

"Karena untuk menjadi yang terbaik itu tidak perlu mempelajari segala hal, tapi cari saja apa yang seharusnya di perbaiki."     

"Kalau nanti aku gak bisa jadi kayak apa yang kamu inginkan, gimana?"     

"Mudah, aku akan selalu menerima kekurangan kamu tanpa pernah memaksakan apapun."     

"Kalau nanti aku gagal, gimana?"     

"Kamu gak akan berjuang sendirian, kita lakuin semuanya sama-sama, gadis Pluto."     

"KALAU AKU TERBANG KARENA UCAPAN KAMU, GIMANA BOSAYANG?"     

Mendengar semua kalimat manis dan sangat pengertian dari mulut laki-laki kesayangan itu adalah sebuah hal yang sangat menghangatkan.     

Vrans terkekeh, ini yang ia suka dari sifat Xena, masih bisa bercanda di saat yang serius. Untung saja ia selalu menanggapinya dengan kepala dingin, kalau tidak mungkin saja ia menjadi laki-laki yang mudah merasa jengah.     

"Kalau kamu terbang, akan aku tangkap supaya tidak ada seorang laki-laki yang lebih dulu menangkap mu saat terjatuh selain aku."     

Sudah cukup, hari masih pagi namun Vrans sudah meluncurkan berbagai kalimat manis yang sialnya bukan hanya sekedar merayu namun sebuah ketulusan yang memang tergambar jelas di kedua manik matanya.     

"Sudah jangan merayu diri ku, sini majalahnya, aku tetap akan membaca ini." ucap Xena sambil merebut majalah yang berada di genggaman Vrans. Ia menatap majalah tersebut dengan sorot mata yang seperti... tidak sabar untuk membaca apa saya isinya, mungkin?     

Vrans terkekeh kecil, lalu tanpa aba-aba ia langsung saja mengarahkan tangannya untuk meraih tubuh gadis tersebut supaya masuk ke dalam dekapannya. Ah lebih tepatnya kini ia sudah menggendong tubuh Xena ala bridal style.     

"BOSAYANG!" pekik Xena sambil mengalungkan kedua tangannya secara refleks ke leher Vrans. Majalah tersebut masih setia berada di tangannya, tidak ikut refleks lepas.     

Dengan raut wajah yang menyunggingkan sebuah senyuman miring, Vrans mulai melangkahkan kakinya ke arah ruangan yang sudah terdapat Leo di dalamnya. Ia tidak mungkin kan membiarkan sang Daddy di salam sana sendirian tanpa seseorang untuk di ajak bicara?     

"Jangan seperti ini, Vrans. Bagaimana kalau di lihat Daddy nanti?"     

"Biarkan saja, ku yakin Daddy pernah berada di posisi kita."     

"Tapi kan tentu saja itu berbeda, Antartika."     

"Tidak peduli, sayang. Habisnya kamu lama, malah mengajak ku mengobrol seperti tadi."     

Xena terkekeh kecil, lalu sedikit mengangkat tubuhnya dan menjilat pipi kanan Vrans dengan cepat. "I love you," ucapnya sambil berputar-putar tidak melakukan apapun.     

Bukannya merasa jijik atau apa, tapi Vrans justru merasakan jika rongga dadanya merasa sedang disko akibat dari ucapan gadis yang penuh dengan kejutan ini.     

"Hei, sayang ku. Kalau jalan yang benar jangan melamun nanti nabrak," ucap Xena karena mendapati reaksi membeku Vrans namun kaki laki-laki tersebut masih saja berjalan.     

Bangkit dari lamunan yang berdurasi singkat itu, Vrans segera menggelengkan kepalanya. "Selalu hebat ya kalau urusan menggoda dengan tingkah tidak jelas mu," ucapnya sambil mengembalikan pandangannya ke arah pintu masuk ruang kerja.     

"Biarin saja, supaya kamu tambah sayang sama aku lah." ucap Xena sambil mendekatkan wajahnya pada dada bidang Vrans. Ia merasakan dada yang terbentuk kotak-kotak itu, ah sangat meresahkan. "Bolehkah aku menyentuh dada mu, Vrans?" sambungnya, mengeluarkan sebuah pertanyaan konyol dengan bola mata membulat seperti mengeluarkan sebuah puppy eyes.     

Vrans menurunkan pandangannya, menatap wajah Xena yang seperti sangat sangat ingin menyentuh dadanya. "Tentu saja, boleh. Kamu kalau kita tidur satu ranjang tidak pernah berpikiran seperti itu," ucapnya yang mengatakan sebuah kebenaran.     

Karena tidak ingin merusak, ia selalu menjaga batasan untuk tidak melakukan hal senonoh apapun pada Xena walaupun mereka satu ranjang. Ya paling parah mungkin hanya ciuman saja.     

"Sejak kamu berkata seperti itu, aku menjadi penasaran."     

"Yasudah, menikahlah dengan diri ku."     

"Berhentilah, Vrans. Kamu sudah melamar ku secara resmi dan kini melamar ku kembali."     

"Iya, supaya kamu tau kalau aku benar-benar memiliki kesungguhan untuk menjadikan kamu tempat berlabuh selamanya dalam hidup ku."     

Tolong, betapa manisnya hubungan mereka jika tidak ada seseorang yang memicu terjadinya bahaya seperti Paula yang mengutus sebuah pembunuh bayaran.     

"Apa kah itu sebuah rayuan receh, lagi?"     

"Tentu saja bukan, kamu gadis terhebat ku, Pluto."     

Vrans mengecup puncak kepala Xena setelah detik selanjutnya mulai membuka ruang kerjanya yang memang kali ini tidak memakai akses apapun. Ya supaya lebih mudah keluar masuk saja, apalagi mengingat terkadang ada para tamu dan mungkin karyawan yang ingin bertemu dengan dirinya masa memerlukan akses izin?     

Terlihat Leo yang sudah duduk di kursi kebesaran Vrans yang dulu memang kursi kebesaran miliknya. Vrans menaruh tubuh Xena dengan lembut di atas sofa, lalu membenarkan kembali letak tuxedo-nya.     

"Daddy sedang apa?" tanya Vrans.     

Leo mengalihkan pandangannya pada sepasang kekasih yang sudah ingin menjalar ke status pernikahan itu. Lalu menaikkan sebuah senyuman yang hangat, dan mengaitkannya tangannya satu sama lain. "Jadi, sudah di bicarakan kapan kalian akan membuatkan cucu untuk diri ku?"     

...     

Next Chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.