My Coldest CEO

Seratus sembilan puluh enam



Seratus sembilan puluh enam

010.00 AM     

Setelah menghabiskan waktu dari pagi hampir ke jam tengah hari ini, Mereka, Xena, Vrans, dan Leo sudah menginjakkan kaki di sini.     

Central Park     

Taman ini dirancang oleh Frederick Law Olmsted dan Calvert Vaux dan taman ini sering didatangi oleh pengunjung untuk berekreasi.     

Selain itu, Central Park merupakan taman yang sering digunakan untuk lokasi syuting film dan tempat untuk konser musik. Sehingga tidak heran taman ini dikunjungi sekitar 25 juta orang setiap tahunnya.     

Dan ya, bersamaan dengan para pengunjung lainnya mereka sudah berada di satu tempat favorit untuk melepas beban. Walaupun terlihat sederhana, tentu saja sangat menarik untuk di jadikan tempat melepas penat.     

Vrans dengan tatapan dinginnya melihat semua orang yang mulai menyapa mereka. Tahu batasan, tentu saja mereka hanya sekedar menyapa dan memekik histeris saat sosok laki-laki tampan yang selalu menjadi pusat perhatian kota New York ada di satu pijakan yang sama.     

"Mereka terlihat sangat menyukai diri mu, bosayang." ucap Xena dengan bisikan kecil, tak lupa ia menyenggol tubuh Vrans dengan raut wajah mengejek dan menahan diri supaya tidak tertawa terbahak-bahak. Bisa-bisanya imagenya luntur begitu saja di hadapan sang calon mertuanya.     

Di genggaman tangannya yang sebelah kanan sudah ada keranjang piknik, berisikan taco, hotdog, burrito, tuna sandwich, dan pizza menjadi pilihan makanan yang sangat nikmat. Dengan sebotol whiskey dan juga minuman soda, ah serta air mineral sebagai pelarut makanan yang nantinya akan menyapa dinding tenggorokan mereka.     

Semua ini telah di sediakan atas kehendak Leo yang lagi-lagi menyuruh chef kantin yang berada di Luis Company untuk menyiapkannya.     

Vrans menolehkan kepalanya ke arah Xena yang sudah mengedipkan matanya, sama persis dengan apa yang di lakukan oleh para gadis berlalu lalang mencuri pandang terhadap dirinya. "Dan aku tidak menyukai mereka," ucapnya sambil meraih tangan kiri Xena untuk segera di genggam erat. Ia menunjukkan pada semua orang jika dirinya ini sudah memiliki seorang gadis spesial di dalam hidupnya, jadi ia tidak berniat untuk mencari pengganti, dan gadisnya tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun.     

"Alasan, mereka lebih cantik loh daripada aku, masa kamu gak minat?"     

"Jadi, kamu mau di tinggal oleh ku?"     

"Tentu saja tidak, hanya mengetes kesetiaan saja!"     

"Yasudah, aku akan merayu mereka seperti yang aku lakukan pada mu, bagaimana?"     

Xena menatap Vrans dengan sorot mata menyepelekan, "Lakukan saja jika bisa." ucapnya sambil menjulurkan lidah. Entah kenapa, memang dirinya ini tidak pernah takut jika Vrans akan membelokkan hati dari dirinya. Percaya dengan jodoh pasti akan kembali? Iya, dirinya sangat percaya akan hal itu jika Vrans menghilang.     

Suasana yang tidak terlalu ramai membuat mereka hanya di sorot satu dua orang saja karena ini adalah hari kerja.     

"Kita piknik di sini saya," ucap Leo sambil menghentikan langkahnya. Ia menatap ke atas, dan terdapat pohon asri yang menjulang tinggi menutupi cahaya matahari yang tentu saja tidak terlalu terik.     

Vrans yang memang kedapatan untuk membawa tikar pun langsung saja menggelarnya tepat di tempat yang sudah menjadi pilihan Leo. Setelah rapih, Xena pun bergantian untuk menaruh keranjang di atasnya juga melepas flat shoes yang berada di telapak kakinya itu.     

Gadis tersebut mulai menduduki diri di atas tikar, di susul dengan Leo dan juga Vrans yang melakukan hal serupa dengan dirinya.     

"Daddy mau makan apa?" tanya Xena dengan kedua mata yang mengerjap dengan sangat lucu. Ia menatap Leo dengan raut wajah bertanya karena ia kan memang tidak tahu selera laki-laki itu sudah berganti atau belum.     

Lea menatap dan menaruhkan sebuah senyuman hangat, apalagi kino rompi yang terlihat sangat menambah kesat 'sugar daddy' melekat di tubuhnya. "Kamu sudah tau, sayang." ucapnya sambil menganggukkan kepalanya, seolah-olah memberi tahu Xena kalau sebenarnya selera ia masih sama dengan sebelumnya.     

Vrans yang mendengar percakapan mereka pun langsung berdehem kecil. "Hei, Daddy. Xena milikku, dan kamu tidak berhak untuk memanggilnya dengan sebutan 'sayang'." ucapnya yang mulai protes dengan nama panggilan Xena dari Leo yang jelas-jelas malah terdengar seperti panggilan untuk sang kekasih.     

Mendengar kalimat protes yang diluncurkan oleh Vrans membuat Leo terkekeh kecil, terdapat semburat wajah yang sangat cemburu dari balik ekspresi dingin tak tersentuh milik sang putra tercintanya. "Ah dasar kamu terlalu terbawa suasana," ucapnya sambil menggelengkan kepalanya.     

Xena hanya mendengarkan interaksi mereka berdua, ketemu tapi sering kali adu lidah. Yang satu memang gemar mencari kegiatan sebagai topik pembicaraan dan yang satu lagi terlalu mengikat erat rasa sayangnya pada seorang gadis yang tengah menjadi perbincangan mereka berdua.     

Vrans yang mendengar hal itu hanya menaikkan bahunya, acuh. "Kalau seperti itu, nanti di dengar orang lain. Nanti mereka berpikir jika Xena-ku malah di panggil sayang oleh mu Daddy," ucapnya sambil memutar kedua bola matanya.     

Memang terlihat tidak sopan, namun hal itu sudah biasa bagi Vrans dari dulu yang bahkan dulu enggan menanggapi segala ucapan Leo yang menurutnya sangat menyebalkan.     

"Lalu? Kau akan mendengar kan apa kata orang?"     

"Tentu saja, bagaimana kalau nanti terjadi?"     

"Netizen tidak akan sebodoh itu, Vrans."     

"Tapi, Daddy, sebaiknya--"     

"Apa, kamu cemburu?"     

"Tidak!"     

Baik Leo maupun Xena kini mulai mengulum sebuah senyuman yang geli dengan segala sifat Vrans, sudah dapat di tebal jika laki-laki tersebut memang sangat cemburu pada Leo.     

"Akui saja pesona ku memang lebih keluar di mata Xena." ucap Leo sambil menaik turunkan alisnya, ia masih belum puas menggoda Vrans sampai putranya itu benar-benar mendengus sebal.     

Vrans yang mendengar ucapan Lea hanya menatap sang Daddy dengan sangat datar. "Iya, apapun yang kau katakan, Dad." ucapnya sambil berusaha tidak mempedulikan Leo yang sudah dapat ditebak oleh dirinya itu jika laki-laki bernotabene Daddy-nya hanya berniat untuk menggoda.     

Xena menghentikan kekehan kecilnya. Dengan tangan yang sudah memegang piring plastik dengan tiga potong tuna sandwich di atasnya untuk Leo, dan dua hotdog di piring satunya lagi untuk Vrans, ia langsung saja menaruh piring tersebut ke hadapan sang pemilik.     

"Lebih baik makan dulu, jangan beradu argumentasi." ucapnya dengan sebuah senyuman manis yang menghiasi wajah cantiknya.     

Masih mengenakan dress yang dipilihnya pagi hari tadi, tapi kini bahunya yang terekspos itu sudah tertutup dengan syal atas perintah Vrans. Katanya sih kalau dirinya berpakaian terbuka seperti ini, banyak pasang mata laki-laki hidung belang yang menatap ke arahnya. Dan lagi-lagi sang kekasih tidak menyukai akan tatapan 'nakal' itu.     

Berusaha untuk mendengarkan apa yang dikatakan oleh Xena, tentu saja membuat Vrans langsung mengambil satu buah hotdog dan makanannya dengan perlahan.     

Dari sekian lama di New York, ia baru menyempatkan piknik pada hari ini bersama dua orang yang dirinya sayang. Suasana sejuk dengan sapuan angin yang menyapa setiap permukaan kulitnya, menyadari bahwa alam yang berada di sekitar jauh lebih menarik di bandingkan dengan gedung besar dan pencakar langit.     

"Gimana? Lebih enak makan di taman, iya kan?" tanya Leo setelah berhasil menelan gigitan sandwich yang berada di dalam mulutnya ke sistem pencernaan tubuh.     

Vrans dan Xena secara serempak menolehkan kepala ke arah Leo, suara bariton yang memang sialnya terdengar serak. Ah tapi mau bagaimana pun seorang Leo, Xena tidak akan pernah tertarik.     

"Tentu saja, Daddy!" seru Xena dengan senyuman lebar yang menghiasi wajahnya. Ia dulu sering ke sini saat pulang kerja, ah tidak sering sih tapi ya beberapa kali. Dan ya, menikmati hembusan angin dalam diam di Central Park saja membuat segala penat terhempas. Sepertinya terbawa oleh sapuan angin, dan entah menghilangkannya kemana.     

Vrans menggelengkan kepalanya, tentu saja gengsi yang dari dulu melekat sebesar dinding tak kasat mata itu selalu terbentuk. "Biasa saja, enakan di dalam restoran, dingin." ucapnya dengan wajah sangat datar. Padahal di hatinya? Ia begitu menikmati acara piknik dadakan ini.     

Tadinya mereka ingin mengunjungi Patung Liberty, namun karena Leo mengeluh tubuhnya pegal-pegal karena belum sempat beristirahat setelah tadi menitipkan jet pribadinya di bandara dan juga langsung di jemput oleh suruhan Vrans jadilah mereka memutuskan untuk ke taman.     

"Alasan," cibir Leo pada putranya yang memang tergolong munafik. Suka tidak mengakui kebenaran, padahal mah di hatinya menentang keras apa yang keluar dari mulut.     

Vrans bergeming, tidak mengindahkan ucapan Leo. Bisa-bisa acara santai mereka ini rusak begitu saja hanya karena obrolan tidak jelas.     

Sedangkan Xena? Ia dengan wajah sangat bahagia menggigit taco, kunyah dan telan, begitulah proses yang ia lakukan.     

Merasa tenggorokannya kering dan serat, tentu saja ia menaruh sisa taco yang berada di tangannya kembali ke atas piring plastik miliknya. Ia meraih dua buah gelas plastik dari dalam keranjang rajut itu, lalu mengeluarkan sebuah botol whiskey kegemaran Leo. Menuangkan alkohol tersebut ke masing-masing gelas, lalu memberikannya untuk Leo dan juga Vrans.     

Dirinya sendiri? Ah cukup bodoh untuk gadis lugu yang meminum air memabukkan. Tentu saja ia mempunyai minuman soda kalengan dari kantin.     

"Terimakasih, calon menantu yang sangat sempurna." puji Leo.     

Blush     

Tentu saja tiap gadis yang di puji oleh seseorang akan merasa merona, apalagi kalau terus menerus di puji oleh sang mertua ini. Ah rasanya benar-benar ingin melayang pada detik ini juga.     

"Ah Daddy bisa saja!"     

Setelah mengatakan pada laki-laki yang bernotabene sebagai Daddy-nya Vrans ini, kalau dirinya baik-baik saja tidak mengalami cedera ataupun gangguan mental lainnya. Dan di saat itu juga Leo tidak mencoba untuk membahas kembali masalah yang memang sempat gencar dan menanyai keadaan sang calon istri dari seorang Vrans Moreo Luis ini. Apalagi ketewasan Hana Xavon yang membuat sebagian orang bersorak dan sebagian orang lainnya yang merupakan bagian sisi gelap pun mulai berduka.     

"Cari calon istri itu emang harus yang tepat, dan Xena memang tepat untuk Vrans."     

"Iya dong, nanti kalau sudah jadi beautiful wife, aku akan menjadi ibu yang sangat baik sekali. Bagaimana, Daddy?"     

"Justru itu adalah ide yang sangat cemerlang!"     

Xena menaikkan senyumannya, tidak pernah pudar lekukan di kedua sudut bibirnya itu. Selalu terlihat ceria bahkan banyak orang tidak yakin kalau seseorang yang mendapatkan posisi tersulit seperti Xena akan kuat-kuat saja tanpa pikiran. Tapi nyatanya? Gadis ini bisa membuktikan apa yang dikatakan semua orang itu kalau pendapat tersebut sangatlah salah.     

"Maafin Xena ya, Daddy.." lirih Xena tiba-tiba membuat Leo dan Vrans menoleh secara serempak. "Ada aa?" tanya mereka berdua lagi-lagi juga bersamaan.     

"XENA TERLALU BERSEMANGAT UNTUK MENJADI BAGIAN DARI KELUARGA LUIS, ASTAGA!"     

Dan ya, jangan di tanya lagi apa orang-orang menolehkan kepala ke arah mereka. Jawabannya? Pasti sudah ketebak di kinerja otak kalian.     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.