My Coldest CEO

Dua ratus tiga



Dua ratus tiga

0"SATU, DUA, TIGA, KACANG POLONG!"     

Cekrek     

Bersamaan dengan teriakan Xena, berbagai gaya yang di tunjukkan para tamu kenalannya itu sudah terabadikan dengan sempurna di dalam kamera.     

Malu atau tidak, itu urusan Xena. Toh tidak ada yang pernah menyalahkan sikapnya yang seperti ini, malah semua orang tersenyum bahagia karena dirinya masih sama seperti dulu dengan sejuta senyuman yang tergambar di wajahnya.     

Mereka pada bersorak ramai semakin menghidupkan suasana, apalagi para tamu undangan yang mulai bertepuk tangan karena baru kali ini datang ke pesta pernikahan yang sangat tidak biasa. Mempelai bobrok adalah julukan yang selalu tepat untuk Xena.     

Setelah mengucapkan janji pernikahan, memasang cincin di tangan Xena, lalu berakhir dengan lumatan kasih sayang Vrans. Dan sekarang? Waktunya untuk menikmati pesta yang sangat meriah ini.     

Ada yang sibuk mengobrol, menukar banyak topik pembicaraan dan juga canda tawa. Bahkan ada yang sibuk menikmati berbagai macam makanan menggiurkan.     

Vrans menolehkan kepalanya ke arah Xena, mereka masih berdiri di pijakan sebelumnya. "Kamu mau berganti pakaian?" tanyanya sambil menatap gadisnya dengan sorot mata yang terlampau lembut.     

Hari yang sangat bahagia, dan kini mereka sudah terikat hubungan sah dan resmi. Tidak ada yang mampu mengalihkan senyum lebar dari permukaan wajahnya.     

Xena menganggukkan kepalanya dengan sangat semangat, bagaimana pun juga ia ingin mengobrol dengan banyak orang tanpa gaun panjang yang sangat merepotkan ini. Walaupun merepotkan, tetap saja terlihat sangat indah dan elegan. "Tentu saja, bosayang!" serunya sambil menampilkan sebuah senyuman yang sangat manis.     

"Yasudah, kamu ke ruang ganti saja. Perlu ku bantu?"     

Berpikir sebentar, Xena menaruh tangannya di dagu, membentuk sebuah pose berpikir. "Sepertinya tidak perlu, kamu mengobrol saja dengan para tamu. Aku ingin berganti baju terlebih dahulu ya," ucapnya sambil melambaikan tangannya. Ia segera melangkahkan kakinya, tanpa menoleh lagi ke arah Vrans yang tampaknya takut dirinya khawatir terjatuh ataupun tersandung.     

Memasuki ruangan ganti yang memang tidak jauh dari sana, lalu mengunci pintunya supaya tidak ada orang yang masuk mencuri kesempatan pada dirinya. Ah jangan, ia hanya mau Vrans!     

Setelah itu, mendekat ke arah lemari yang terletak di pojok ruangan. Membuka pintu lemari dan langsung saja mengambil dress selutut berwarna putih, masih dengan kesan elegan tanpa mengurangi konsep 'pernikahan' hari ini.     

"Ah aku cantik sekali,"     

Berjalan menuju ke arah cermin yang sebesar tubuhnya, lalu membuka gaun pernikahan dari tubuhnya sampai jatuh di lantai. Bahkan ia tidak sayang dengan gaun mahal yang justru sekarang tergeletak tak berdaya di lantai.     

Mengganti dengan dress cantik yang sederhana, lalu menatap kembali pantulan tubuhnya di cermin. Ia tersenyum, seolah-olah sedang menatap dalam tubuhnya sendiri. Ia melihat seorang gadis yang mendapatkan takdir bahagianya pada hari ini, penantian yang dirinya tunggu-tunggu akhirnya sudah ia dapatkan.     

Tok     

Tok     

Tok     

Xena menaikkan sebelah alisnya, lalu mengambil gaun pernikahan yang tergeletak di lantai, dan di letakkan begitu saja di kepala kursi. "Siapa ya?" gumamnya pada diri sendiri, ia melangkahkan kakinya untuk pergi mengecek siapa yang mengetuk pintu ruang ganti miliknya.     

Ceklek     

"HAPPY WEDDING!!!"     

Orlin menubruk tubuh Xena dengan perasaan yang sangat senang, ia tidak pernah menyangka jika Xena akhirnya menikah. Gadis aneh dan konyol yang bahkan tidak percaya jika dirinya bisa menjalin rumah tangga pun kenyataan mematahkan pemikiran tersebut.     

Senyuman Xena mengembang, lalu membalas pelukan Orlin tak kalah erat. Tidak mungkin kan mereka melakukan acara pelukan ini di depan banyak orang?     

Di susul setelah Orlin, Erica masuk ke dalam ruangan. Wajah datarnya sudah mengulas sebuah senyuman. "Happy wedding, Xena." ucapnya dengan nada lembut.     

Xena menganggukkan kepalanya, "Terimakasih untuk kalian berdua." ucapnya sambil mengarahkan tangannya seolah-olah menyuruh Erica untuk mendekat untuk ikut berpelukan dengan mereka.     

Erica mengulas sebuah senyuman yang sangat manis, astaga dirinya benar-benar tidak bisa mengungkapkan apapun. Xena sudah menikah, dan lusa Orlin juga mengadakan pernikahan. Sisa dirinya yang sama sekali belum ada niatan untuk menikah, sepertinya ia harus menikah pada tumpukan kertas dan dokumen perusahaan.     

"SELAMAT UNTUK KALIAN BERDUA YANG SUDAH MEMILIKI PASANGAN!" serunya sambil ikut ke dalam dekapan Orlin dan juga Xena.     

Ia tidak pernah merasakan kebahagiaan yang over load seperti ini, tapi untuk perihal kebahagiaan para sahabatnya, sudah pasti ia akan sangat senang. Suara lembut pengiring pesta pernikahan dari luar sana menambahkan suasana di ruangan ini untuk menggambarkan betapa sayangnya mereka antar satu sama lain.     

Mendengar Erica yang memekik seperti itu membuat Orlin dan Xena hampir terkejut dengan tawa yang menghiasi wajahnya.     

"Siapa yang sebentar lagi menyusul kita?" tanya Xena pada Orlin, kedua alisnya terlihat nail turun seperti memberikan sebuah kode pada sahabatnya yang satu itu.     

Orlin yang paham dengan kode tersebut pun langsung saja memundurkan langkahnya, membuat pelukan mereka terlepas. "Erica dengan Sean akan menyusul kita, yeay!" serunya sangat heboh sambil bertos ria dengan Xena.     

Sedangkan Erica? Kini gadis tersebut sudah memutar kedua bola matanya. Tidak akan pernah bisa membayangkan bagaimana jika dirinya menikah dengan seorang pembunuh bayaran.     

Kalau Xena dan Orlin menikah dengan seorang pengusaha yang akan mengundang para kolega besar, mungkin dirinya akan mengundang para kriminalitas yang sangat menyeramkan.     

Bayangkan di satu ruangan ada pembunuh, hacker, si dark web, belum lagi para buronan FBI. Ah iya jangan lupakan para penjahat yang mungkin saja ada yang membawa senjata tajam supaya sewaktu-waktu pesta pernikahannya kedatangan tamu tak di undang seperti layaknya pihak keamanan ataupun CIA dan FBI.     

Betapa ricuhnya jika hal itu terjadi...     

"Ah tidak, jangan bercanda ya kalian. Itu adalah hal yang paling konyol, tentu saja aku tidak ingin menikah dalam jangka waktu dekat ini." ucap Erica yang memang tidak tertarik dengan topik pembicaraan seperti itu. Ia pun tidak pernah memiliki niat untuk menikah dengan Sean. Tentu saja hal itu tidak membuat dirinya munafik kalau ya dirinya ini memang nyaman dengan laki-laki itu.     

Xena terkekeh kecil, lalu mengulum sebuah senyuman yang terlihat menyebalkan. "Bagaimana kalau nanti kamu termakan ucapan?" tanyanya.     

Erica menaikkan bahunya, berusaha tidak ingin tahu menahu dengan apa yang dikatakan sahabatnya. "Tentu saja kamu boleh tertawa sepuasnya, Xena."     

"Jangan sampai menjilat ludah sendiri, ya." ucap Orlin yang ikut masuk ke dalam topik pembicaraan.     

Xena terkekeh, ia sama sekali tidak peduli dengan apa yang dikatakan Erica. Toh kedua bola mata gadis tersebut sangat menyiratkan jika dirinya nyaman dengan Sean.     

"Yasudah, ayo lebih baik kita segera keluar."     

Sedangkan Vrans, kini laki-laki itu sudah meraih satu gelas kecil red wine yang tersaji di atas meja. Ia menghampiri Leo yang seperti tengah berbicara bisnis dengan Damian, memangnya siapa yang tidak kenal dengan laki-laki itu?     

"Damian," sapanya sambil menjulurkan tangannya.     

Sedangkan orang yang di tuju pun itu mengalihkan pandangannya, lalu mengulas sebuah senyuman. Melihat ke arah laki-laki yang masih menjadi kebanggaan Klarisa, apalagi pernah di posting Instagram dengan caption kangen. "Iya, Vrans. Senang karena akhirnya bertemu dengan mu lagi," ucapnya sambil menyalami balik tangan Vrans yang terjulur ke udara, tepat di hadapannya.     

Leo yang melihat hal itu, seolah-olah tau apa yang terjadi di antara mereka pun langsung saja menghembuskan napasnya. "Sepertinya ada tamu lain yang harus ku ajak bicara," ucapnya sambil menepuk bahu Damian dengan pelan.     

Menatap Damian dengan tatapan biasa dan menenangkan, namun kebalikan dengan laki-laki itu yang semakin menatapnya dengan tajam. "Tidak ingin mengatakan sesuatu?" tanyanya sambil mengulas sebuah senyuman yang ramah. Lihat, ia sama sekali tidak peduli dengan tatapan yang di lontarkan untuk dirinya.     

Damian sedikit berdehem, lalu menganggukkan kepalanya. "Tentu saja ada," ucapnya sambil menghembuskan sedikit napasnya. "Happy wedding, supaya bisa melupakan Klarisa."     

Vrans terkekeh, "Pemikiran seperti apa itu? Kalau diri ku masih menyukai Klarisa, aku tidak akan menikah dengan orang."     

Mendengar ucapan Vrans tentu saja membuat Damian menaikkan sebelah alisnya, ia menatap dalam kedua manik mata laki-laki tersebut. Dalam diam ia mengangguk yakin jika dia sudah sepenuhnya melepaskan Klarisa. Mengembangkan sebuah senyuman lebar, lalu meraih tubuh Vrans untuk melakukan high five.     

"Tenang, tenang. Berarti sudah berdamai,"     

Vrans memutar kedua bola matanya, lalu menganggukkan kepala.     

"VRANS!"     

Teriakan yang suaranya sangat dikenal oleh Vrans, membuat dirinya langsung saja menolehkan kepalanya. Melihat seorang gadis yang berjalan ke arahnya dengan sangat heboh. Ya memangnya siapa lagi kalau bukan Xena?     

"Ternyata gadis kita sefrekuensi ya?"     

Jika di pikir memang benar Xena dan Klarisa memiliki satu sifat yang sama. Sama-sama suka sekali berteriak dan juga tidak tahu malu. Ya tapi Klarisa lebih bisa menjaga batasan daripada Xena yang terlihat jauh lebih barbar.     

Senyuman Vrans mengembang, lalu melambaikan tangannya supaya mendekat ke arah dirinya. "Sini, sayang." ucapnya dengan nada yang sangat lembut.     

Setelah Xena berhenti tepat di samping Vrans, ia langsung saja melingkarkan tangannya tepat di pinggang gadisnya itu.     

"Hai, Damian. Di mana Klarisa?" tanya Xena yang langsung saja to the point. Ia benar-benar ingin mengobrol dengan Klarisa, ya mungkin hanya sedikit berbagi cerita, itu tidak masalah kan?     

Damian meraih segelas red wine yang berada di atas meja, lalu meminumnya sekali tegukan. "Sedang mengurus anak-anak kita," ucapnya sambil menunjuk ke arah seorang gadis dengan dua anak kecil kembar yang sibuk memakan pudding, sangat menggemaskan.     

"Vrans, apa aku boleh kesana?"     

"Boleh, berhati-hati."     

"Kenapa? Memangnya ada bahaya?"     

"Tidak hanya berhati-hati saja,"     

Vrans melepas pelukan posesif itu, lalu membiarkan Xena yang mulai melambaikan tangannya memanggil nama Klarisa supaya gadis itu bisa menolehkan kepala ke sumber suara.     

"Kapan-kapan aku harus berlatih ketangkasan dari mu, Vrans."     

Menolehkan kepalanya, lalu meminum segelas red wine yang berada di tangannya. "Apa maksud mu?"     

"Berita tentang gadis mu yang di incar assassin, semua dunia juga tahu."     

"Jangan belajar dengan ku, belajar dengan dirinya."     

Vrans langsung saja menunjuk ke arah Sean yang kini dengan sangat posesif mengurung tubuh Erica dalam dekapannya.     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.