Istri Kecil Tuan Ju

Merasa Curiga



Merasa Curiga

"Aku sengaja mengurungkan niatku untuk ke kantor, karena aku ingin menemani dan menjagamu di rumah untuk memastikan kalau kamu baik-baik saja. "Jawab Julian sambil menatap lembut wajah manis Qiara.     

"Apa kamu sedang merayuku? " Tanya Qiara menyelidik.      

"Apa salahnya jika aku merayu istriku sendiri. " Jawab Julian sambil tersenyum licik.      

Qiara terdiam karena dia merasa kehilangan kata-kata. Julian terlalu pandai untuk dia kalahkan dalam urusan bahasa.      

"Yaaa... Julian, apa aku boleh bertanya? "     

Tidak lama setelah itu Qiara akhirnya mengalihkan pembicaraan tepat saat Julian memeluknya sambil mengusap-usap perut Qiara. Entah kenapa Qiara tidak menolak, malah ia merasa nyaman ketika Julian melakukan h itu.      

"Umm ... Katakanlah! "Jawab Julian.      

"Siapa kamu sebenarnya? Kenapa kakak ku sangat mencintaimu?"     

Mendengar pertanyaan Qiara, seketika itu Julian terdiam, dia membuka matanya lalu melepas pelukannya dari Qiara. Tidak lama kemudian, ia duduk sambil bersandar.      

Melihat itu, Qiara pun ikut duduk seraya menatap Julian dengan ekspresi yang rumit.      

'Bagaimana ini? Qiara tidak boleh tau siapa aku sebenarnya, dan bagaimana aku merasa bersalah atas kematian wanita yang sangat aku cintai itu. Menyebabkan dia meninggal adalah hukuman terberat bagiku. Kecelakaan maut yang hingga hari ini masih misteri bagi sebagian orang. Tapi, ini tidak sesederhana itu. 'Batin Julian seraya menggertakan giginya.      

"Julian, kenapa kamu diam? Ada yang salah dengan pertanyaanku? Atau kamu kaget karena akhirnya aku tau kalau kamulah calon suami yang pernah kakak ku ceritakan padaku. Sayangnya, waktu itu aku bodoh karena tidak bertanya siapa nama calonnya. "Tanya Qiara lagi dengan tidak sabaran.      

Sekali lagi Julian terdiam. Dia menoleh kepada Qiara dengan perasaan yang rumit.      

"Kenapa kamu membahas orang yang sudah meninggal? Soal dia mencintaiku bukankah wajar bagi sepasang kekasih untuk saling mencintai? Dan soal siapa aku, bukankah kamu sudah tau latar belakang dan apa pekerjaanku? "Tanya Julian balik tanpa ekspresi.      

"Iya, kamu benar. Memang wajar sepasang kekasih saling mencintai. Tapi, kakak ku selalu memuji pacarnya, katanya dia mencintainya lebih dari siapapun. Tapi, kemampuanku menganalisa orang tidak pernah salah. Ketika dia mengatakan itu, aku pernah bilang kalau cintanya sia-sia dan juga dia menyimpan rasa sakit dibalik ucapannya itu. Aku memang tau kalau kamu adalah orang paling berpengaruh di kota ini. Tapi, aku merasa kamu terlalu banyak menyimpan rahasia dan kamu terlalu misterius. Apa mungkin, kebaikan yang kamu lakukan padaku hanyalah untuk menebus rasa bersalahmu pada kakakku? "Ucap Qiara dengan mata berkaca-kaca.      

Sudah dari sejak dia mengetahui kalau Julian adalah kekasih Vania, dari situ ia ingin menanyakan hal ini. Tapi, dia tidak pernah punya waktu untuk menanyakannya. Ada saja hal yang membuatnya mengurungkan niatnya itu.      

Julian kaget mendengar pertanyaan yang berasal dari analisa tajam Qiara.      

'Apa lagi yang dia tau selain dari aku adalah kekasih kakaknya? Kenapa ia harus mengungkit hal yang seharusnya tidak perlu dibahas. Sebenarnya ada apa dengannya? 'Batin Julian.      

"Sudahlah, kamu jangan banyak berfikir! Fokus pada kesehatanmu! Aku akan menemanimu hingga kamu bangun nanti. Tidurlah! "Kata Julian mengalihkan pembicaraan.      

Setelah mengatakan itu, Julian mengajak Qiara untuk berbaring lagi. Melihat ekspresi Julian, Qiara tau kalau ada yang di sembunyikan sehingga ia mengalihkan pembicaraan seperti itu. Tapi, dia juga tau kalau percuma memaksa Julian untuk menjawab pertanyaannya disaat Julian menunjukkan ekspresi datar.      

'Lelaki seperti apa sebenarnya Julian ini, dia rela menikahiku atas perintah kakaku. Apakah dia begitu mencintai kakak ku? Tapi, kenapa setiap kali aku membahas soal Kak Vania, dia selalu menghindar dan marah. Ada apa inu? 'Batin Qiara seraya memalingkan wajahnya dari Julian.      

Sedang Julian sendiri tidak perduli dengan sikap Qiara. Ia memeluk erat Qiara seraya memejamkan matanya karena sebenarnya dia masih sangat mengantuk karena tidak bisa tidur nyenyak semalam setelah mengurus Natan.      

"Sayang, tenanglah! Semua akan baik-baik saja. Sekarang pejamkan matamu! " Seru Julian seraya menepuk bahu Qiara setelah ia membalikan tubuhnya agar menghadap nya.      

Qiara terkejut lalu mendongak menatap wajah Julian yang sudah memejamkan matanya.      

'Aku tidak tau dia lelaki baik atau tidak. Tapi, selama tinggal bersamanya aku selalu di perlakukan dengan baik. Apakah karena ini kakak ku sangat mencintainya?' Batin Qiara.      

Setelah lama membatin. Qiara pun membenamkan wajahnya di dada bidang Julian yang kekar dan terasa hangat. Untuk sesaat, dia membiarkan dirinya nyaman dalam pelukan Julian.      

Beberapa hari berlalu, Qiara sudah merasa lebih baik, walaupun sesekali ia merasa pusing dan mual jika melihat atau disebut sesuatu yang terdengar memuakkan. Hingga hari ini, ia belum mengetahui kalau didalam rahimnya sudah ada nyawa.      

"Sudah satu minggu kamu menemaniku di rumah, kamu melayaniku dan membawakanku makanan yang aku inginkan. Apakah kamu tidak berniat untuk pergi ke kantor? " tanya Qiara sambil menyantap buahnya di meja makan.      

"Aku bisa melakukan pekerjaanku dari rumah. Oh iya, apakah kamu sudah tidak merasa pusing lagi? Jika iya, maka aku akan mengijinkanmu untuk kuliah hari ini. " kata Julian seraya menanyakan kondisi Qiara.      

Julian belum siap memberitahu Qiara kalau dia hamil. Oleh karena itu, seminggu ini dia sangat memperhatikan makanan dan gerak gerik Qiara agar tidak menyentuh hal yang membahayakannya dengan janin yang ada dalam perutnya.      

"Ummm... Aku sudah benar-bebar sembuh dan siap untuk kuliah. Oh iya, kamu jangan jadi dosen lagi di kampus. Aku tidak mau kamu dilihat banyak wanita nakal. Maaf, bukannya cemburu, tapi ini demi keselamatan kamu biar tidak ada yang menyerangmu saat sendiri nanti. "Ucap Qiara seraya mempertegas larangannya.      

"Iya. Aku tidak akan mengawasimu lagi. Tapi, aku akan meminta seseorang untuk selalu menemanimu selama ada di kampus. "Sahut Julian seraya menguyah rotinya.      

"Yaaa... Aku ini bukan anak kecil. Jadi, tolong jangan perlakukan aku begitu. Biarkan aku bebas dan menjalani peranku sebagai mahsiswi dengan normal. Pokoknya aku menolak."     

"Baiklah. Kalau begitu, biarkan aku mengantarmu ke kampus setiap hari. Titik dan tidak boleh di bantah! " Kata Julian yang juga mempertegas keinginannya. Dia hanya ingin memastikan kalau Qiara akan baik-baik saja.      

"Oke. Tapi, aku akan turun jauh dari gerbang, karena aku tidak ingin ada yang melihat kita bersama. Titik!"      

Seperti biasa Qiara tidak mau mengalah terhadap apa yang dia inginkan, Julian hanya bisa menarik nafas dalam karena dia tidak ingin Qiara semakin emosi.      

Tepat saat itu Julian menerima panggilan dari Papanya.      

"Aku akan angkat telpon dulu karena ini dari Papa. Kamu lanjutkan saja makannya. " ucap Julian setelah melihat ID pemanggil, setelah itu ia langsung meninggalkan meja makan tanpa menunggu jawaban Qiara.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.