Istri Kecil Tuan Ju

Berita Buruk



Berita Buruk

0Mendengar teriakan dan ancaman Siska. Qiara pun langsung berbalik sambil berkata, "Saya tidak takut pada manusia yang murahan sepertimu. Saya tunggu, kamu tahu kan dimana harus mencari saya?" Setelah mengatakan itu, Qiara pun langsung pergi meninggalkan kerumunan dan kemarahan Siska.     

Waktu terus berlalu, tidak terasa sudah sore. Qiara merasa kesal karena tidak menemukan Yumi di kampus itu, atau bahkan di kelasnya.      

Tepat saat itu, Qiara dipanggil ke ruang dosen. Disana sudah ada wali kelasnya dan di sebelahnya seorang perempuan berusia 40 han hendak pergi meninggalkan ruangan.     

"Saya rasa sudah memberitahukan semuanya kepada anda, jadi saya akan tunggu hasilnya! Kalau begitu saya pamit!" ucap perempuan paruh baya itu dengan ekspresi yang sinis.     

Sambil berjalan, perempuan itu melirik Qiara yang baru masuk dengan sinis, tapi Qiara mengabaikanya lalu duduk di sofa seberang buk wali kelasnya itu.      

Tidak lama setelah itu, sang wali kelas menatap ke arah Qiara seraya berkata, " Kami terpaksa mengeluarkanmu dari ksmpus ini! "     

Qiara menjepit alisnya saat mendengar apa yang dikatakan wali kelasnya itu.      

"Kenapa tiba-tiba? " Tanya Qiara setelah tersadar dari keterkejutannya.      

"Karena kamu sudah sering tidak masuk kelas. Selain itu, kamu juga sudah mempermalukan kampus ini. Tidak hanya disitu, kamu juga menyinggung salah satu anak pengurus Yayasan. "Jawab Dosennya itu.      

Mendengar penjelasan dosen itu. Qiara tidak mengatakan apapun lagi, karena percuma dia membela saat banyak bukti yang mengarah padanya.      

"Saya mengerti. Kalau begitu saya pamit!"      

Setelah mengatakan itu, Qiara berdiri lalu menunjukkan hormatnya. Tepat saat itu, Andi masuk keruang dosen itu dengan ekspresi gelap.      

"Pak Andi? "Ucap Qiara dengan heran melihat Andi tiba-tiba ada di kampus bukankah dia akan ada dimanapun Julian ada?.      

"Saya ada perlu dengan teman lama saya. Kalau begitu saya akan masuk dulu! "Jawab Andi yang berpura-pura memiliki teman di kampus itu.      

"Ohh ... Begitu. Ya sudah, aku akan pergi juga untuk membersihkan lokerku." Setelah mengatakan itu, Qiara pun segera pergi meninggalkan ruang dosen.      

Sementara itu, Andi sudah sampai di ruangan wali kelas Qiara itu. Ia menjulurkan sebuah surat kepadanya.      

"Tuan Ju? Apakah ini untuk saya? "Tanya wali kelas itu setelah membaca nama pengirim.      

"Silahkan dibaca sebelum anda menyesal. Kalau begitu, saya akan pergi sekarang! " Kata Andi tanpa banyak basa basi.      

Wali kelas itupun gemetaran. Dia bisa menebak kalau hal buruk akan terjadi melalui tatapan Andi.      

Setelah Andi pergi, dia pun membaca surat itu. Seketika itu matanya melotot sehingga ia meminta orang untuk memanggil Qiara kembali. Untungnya Qiara masih berada di depan pintu ruangan dosen bersama Andi, karena Andi sengaja menahannya.      

Setelah ia di panggil masuk kembali, Qiara pun duduk di depan wali kelas itu dengan bingung karena Andi tidak memberitahunya apapun selain hanya basa basi biasa.      

"Ada apa lagi anda memanggil saya? " Tanya Qiara.      

"Begini ... " Wali kelas itu nampak bingung dan menarik nafas sebelum membuka mulutnya untuk melanjutkam pembicaraannya.      

"Sebenarnya saya mau minta maaf karena sudah terburu-buru mengambil keputusan. Jadi, kamu tidak jadi dikeluarkan dari kampus ini. "Kata Wali kelas itu dengan gugup. Dia bisa tau kalau Qiara tidak boleh dia singgung.      

Mendengar perkataan wali kelas itu, Qiara terkejut dan bingung.     

"Jadi, saya masih bisa belajar disini? "Tanya Qiara lagi untuk memperjelas apa yang baru saja dia dengarkan.      

Wali kelas itu langsung mengangguk dan tersenyum ke arah Qiara dan itu membuatnya semakin bingung, bukan nya baru saja dia di keluarkan tapi secepat itu dia ditarik lagi.      

'Kenapa tiba-tiba dosen jelek ini berubah hanya dalam hitungan detik,ada apa? Dia juga tampak gugup. ' Batin Qiara seraya memicingkan matanya kearah sang wali kelas.      

Setelah membatin, Qiara keluar dari ruang itu dengan ekspresi yang masih bingung.     

Tidak lama setelah itu Qiara berjalan meninggalkan posisi kantor dosen itu. Tepat saat dia akan belok kanan, ia disambut oleh Siska yang berdiri dengan sombongnya.      

"Kasian sekali, baru semester satu sudah dikeluarkan. Jangan salahkan aku, karena aku bukankah sudah memperingatkanmu, tapi kamu terlalu sombong mentang-mentang kamu terpilih sebagi juru bicara JJ Grup." Kata Siska dengan nada mengejek yang disertai dengan senyum licik yang mengundang amarah orang yang di pojokkan.      

Mendengar apa yang Siska katakan, Qiara hanya menarik nafas lalu menatap Siska dengan senyum pahit.      

"Wahhh ... Dasar muka tembok. Sudah kayak begini, tapi masih bisa tersenyum, kamu memang tidak punya ras malu. Harus nya aku dari dulu menyingkirkanmu, kamu itu mengganggu lingkungan kampus, tapi jika kamu mau minta maaf sama saya dan melepaskan diri dari juru bicara, maka saya akan mempertimbangkan agar kamu tetap kuliah disini. " kata Siska lagi seraya menyeringai kepada Qiara.      

"Apa kamu sudah selesai?" tanya Qiara sambil menyilangkan tanganya dengan angkuh.      

"Kamu.... " Siska sangat kesal dengan sikap Qiara yang tidak menunjukkan kekesalannya. Namun, sebelum dia menyelesaikan perkataanya Qiara malah langsung pergi melewatinya.      

"Hei ... Kenapa kamu malah pergi kucing liar, aku belum selesai bicara. " Teriak Siska dengan ekspresi yang gelap. Namun, Qiara tidak memperdulikannya dan melanjutkkan langkahnya tanpa menengok kebelakang.      

Merasa di abaikan, Siska pun menghentakkan kakinya lalu pergi dengan amarah yang menggemu.      

Sementara itu di kantor pusat JJ Grup. Andi keringat dingin melihat suasana hati bosnya yang lagi gak enak mendengar ceritanya tentang sikap beberapa orang terhadap istrinya. Dia benar-benar tidak terima jika Qiara di fitnah serta di musuhi begitu.      

Tidak lama kemudian, Julian menatap sinis ke arah Andi seraya mengepalkan tinjunya diatas meja.      

"Lanjutkan ceritamu! " Seru Julian dengan suara berat yang ditekan karena amarah yang berusaha di tahan.      

Mendengar perintah bosnya, Andi pun langsung menceritakan sisa cerita dari apa yang sudah dia lakukan hari ini untuk Qiara.      

"Bagaimana dengan fitnah yang sedang melanda istriku? Apakah dia terlanjur dikeluarkan? Apa karena kamu terlambat memberikan surat yang aku tulis? " Tanya Julian lagi dengan tidak sabaran.      

"Semuanya sudah saya bereskan bos! Ny. Bos tidak jadi dikeluarkan, dan pihak humas kampus sudah memblokir berita palsu tentang Ny. Bos." jelas Andi dengan singkat padat dan jelas.     

"Bulan ini bonusmu tiga kalilipat." kata Julian seraya kembali menatap layar ponselnya yang memperlihatkan wajah lugu dan lucu istrinya.      

Mendengar perkataan bosnya, Andi tersenyum sambil berka, "Terimakasih Bos!"     

Setelah mengatakan itu, Andi keluar dari ruangan Julian dengan hati yang bahagia dan lega karena dia tidak mendapatkan murka Julian.      

Tidak lama setelah itu, Andi duduk di ruangannya sambil berfikir. Ia penasaran dengan apa yang dimiliki oleh Qiara yang terlihat biasa saja, tapi ia mampu meruntuhkan hati dan fikiran seorang Tuan Ju yang berkuasa.      

Julian bukanlah lelaki yang pandai berkata-kata dia lebih banyak bekerja dari pada bicara, karena JJ Grup adalah perusahaan raksasa di kota A ia pun menuangkan seluruh hidupnya untuk fokus pada perusahaan itu agar terap berjaya.      

Yang orang tau tentang dia adalah, sekali memberi perintah maka tidak ada yang bisa membantah, meski begitu dia bukan orang yang tidak punya hati, dia akan memberi perintah sesuai dengan kemampuan orang yang dia perintah. Dan dia hanya akan memberikan hukuman kepada orang yang pantas menerimannya.      

Saat ini di tangan Julian, JJ Grup semakin berjaya, hanya dalam waktu satu tahun saja ia bisa mencetak rekor nomer satu pengusaha paling berpengaruh di Asia setelah MH Grup.      

Sementara itu, di sebuah Galery yang berada dilingkungan elit dan dekat jalan raya itu. Terlihat seorang perempuam cantik sedang bergelut dengan kuas dan cat airnya yang penuh warna.      

Tepat saat itu, ia mendengar suara ketukan pintu. Seketika itu ia menghentikan gerakan tangannya, lalu melirik kearah pintu.      

"Masuk !" ucap Rena tanpa ekspresi karena sebenarnya dia paling tidak suka di ganggu saat sedang melukis. Apalagi di sore hari saat dia memanfaatkan waktu istirahatnya untuk melukis.      

Asistennya masuk dan segera melapor padanya.      

"Boss di luar ada kakak anda dan anaknya. "     

Mendengar laporan sang asisten. Rena terdiam sejenak, sudah lama dia tidak bertemu dengan kakaknya, lalu kenapa dia ada disini?      

"Aku akan menemuinya sekarang! "Kata Rena seraya membersihkan tangannya.      

"Baik bos! " sahut sang Asisten.     

Setelah itu ia keluar untuk memberitahu kalau Rena akan keluar sebentar lagi.      

Tidak lama kemudian, Rena berdiri didepan kakak perempuan nya dengan ekspresi yang aneh.      

"Tante Rena, aku kangen! "Kata gadis kecil yang dibawa kakanya. Tentu saja dia adalah satu-satunya keponakannya.      

Ekspresi Rena melunak saat melihat senyum dan pelukan gadis kecil itu di kakinya yang tinggi dan seksi.      

"Apakah kamu benar-benar merindukanku? "tanya Rena sambil mencium gadis bernama Delima itu dengan rakusnya, melihat tampilan kasih sayang itu hati sang kakak menjadi damai dan bahagia karena adik satu-satunya masih mau menerima anaknya.      

Setelah puas dengan Delima. Rena pun melirik kakaknya Rilla yang masih duduk di sopa tamu.      

"Ada apa kakak datang kesini?"Tanya Rena dengan ketus seraya Membawa Delima duduk.      

"Aku ada reoni sama teman-temanku. Tapi, aku tidak bisa membawa Delima. Kamu tau kan kalau aku ini Ibu tunggal. Jadi, aku mau menitip Delima sebentar padamu. "Jawab Rilla dengan ekspresi memohon.      

"Apa kakak benar-benar mau reoni? Bukan mabuk-mabukkan di club? "Tanya Rena masih dengan sinis.     

"Saya serius!"Jawab Rilla dengan sedikit ragu.      

"Memangnya, kemana Papa nya? tidakkah dia rindu anak nya walau kalian sudah cerai?"tanya Rena seraya mendudukkan Delima di pangkuan nya.     

"Istri barunya tidak suka anak-anaknya. Makanya dia meberikan hak asuh Delima padaku. "Jelas Rilla lagi seraya mengepalkan tinjunya.      

"Baiklah, biarkan Dlima di sini."Kata Rena pada akhirnya karena dia tidak tega pada keponakannya yang menjadi korban perceraian orang tuanya.      

Setelah menitip Delima, Rilla bergegas keluar sambil tersenyum karena dia merasa bebas tanpa Delima.     

Kini tinggallah Rena dan Delima di ruang tamu itu. Tidak lama kemudian, Rena membawanya masuk ke ruanganya untuk menyelesaikan lukisannya yang tertunda. Tepat saat sedang sibuk dengan pekerjaan nya, tiba-tiba dia menatap Delima yang tampak asik menggambar mengikutinya, seketika itu muncul ide dalam fikiran Rena yang sudah tidak bisa menahan rindu pada Qiano itu yang juga suka menggambar itu.      

"Ada apa tante menatpku seperti itu?" tanya Delima dengan heran ketika dia melihat Rena duduk di depan nya sambil menatap nya penuh arti.     

"Delima mau jalan-jalan sama tante gak?"tanya Rena sambil tersenyum.      

Mendengar tawaran tantenya, Delima langsung. berdiri sambil tersenyum sambil berkata dengan riang,     

"Tentu aku mau, ayo kita pergi sekarang!"     

Melihat Delima setuju. Rena langsung membuat panggilan pada Asistennya.      

"Ada apa Bos?"jawab Asistennya dari seberang telpon.     

"Batalkan rencana pameran nantai malam!" seru Rena dengan tegas.      

"Tapi Bos ... !"     

"Kerjakan saja tanpa pakai tapi" Rena menekankan perintah nya dengan suara dingin dan sinis.      

"Baik Bos .. " sang Asisten tidak berani melawan Rena yang dia tau betul suka mengamuk dan tidak berperasaan.      

Setelah menutup telpon Rena menatap Delima kembali sambil tersenyum. Seseorang tertentu merasa sah sah saja jika memanfaatkan anak kecil demi tersampaikanya rasa rindu.     

"Kita akan jalan-jalan sama teman tante, apakah kamu mau? Dia orangnya tampan dan baik hati loh. "Kata Rena.      

Mendengar perkataan tantennya, Delima pun mendongak kearah tantenya seraya mengerjapkan mata nya dengan bingung.      

"Dia laki-laki? "     

"Iya, dia lelaki yang sangat pintar melukis rumah dan istana. Dia bisa mengajarimu semua itu asal kamu mau ketemu dia? "Kata Rena lagi yang berusaha membujuk Delima agar tidak kaget saat bertemu Qiano.      

"Dia juga tampan loh. Kamu kan suka cowok tampan iya kan? "Kata Rena lagi.      

Delima tampak berfikir sambil menyangga dagu untuk berfikir mau jawab apa.      

"Memangnya ada apa jika dia tampan? "     

Mendengar pertanyaan Delima, Rena pun langsung berkata,     

"Enak dipandang mata. Jadi, kamu harus bantu tante membujuknya agar dia mau ikut. "     

"Bagaimana caranya? "     

"Nanti kamu kirim pesan padanya melalui ponsel Tante, kamu sendiri yang harus mengajaknya jalan-jalan sama kita, tapi kamu harus bilang kalau kamu yang ingin ketemu dia karena kamu ingin kenal teman tantemu. Kamu bisa membujuknya kan? "     

"Tapi, tidak tau caranya merayu orang dewasa. "Kata Delima dengan polos dan manyun.     

"Tante yang akan ajarin Delima oke. Sekarang kita berangkat, nanti kalau sudah sampai rumahnya, Delima langsung kirim pesan ya! Jika dia tidak balas, Delima bisa bujuk dia langsung. Oke. " Sahut Rena dengan tersenyum licik.      

Gadis kecil itu pun mengangguk pasrah, setelah itu Rena menggendong Delima keluar.      

Delima hanya diam dengan polosnya, tanpa curiga kalau dia sedang dimanfaatkan oleh orang dewasa, tapi itu tidak masalah asalkan dia bisa jalan-jalan.     

Tidak lama setelah itu, mereka berdua sampai di depan parkiran, seketika itu, Rena langsung membawa Delima masuk ke mobil nya.      

Tidak lama kemudian mobil Rena melaju meninggalkan Galery miliknya.      

Beberapa saat kemudian, Rena memarkir Lamorghini nya di luar gerbang rumah Qiano yang untungnya dia ada di rumah, Rena bisa tau saat melihat sepeda Qiano parkir di depan rumahnya.      

Setelah itu Rena melirik Delima di sampingnya seraya menyodorkan ponselnya lalu membimbing Delima untuk mengirim pesan kepada Qiano.     

'Apakah paman ada di rumah?' Bunyi pesan Delima.      

'Siapa?' Balas Qiano dengan bingung karena seingatnya keponakannya ada di Jakarta bukan kota A. Selain itu, keponakannya selalu menggunakan nomer kakaknya untuk menghubunginya.     

"Kakak temannya tante Rena yang paling baik kan? Aku Delima kenponakannya tante Rena. Kami ada di depan rumah paman sekarang karena aku ingin kenal sama Paman. '     

Qiano menarik nafas dalam setelah membaca pesan itu. Tidak lama setelah itu, dia mengintip di balik jendelanya. Dia melihat mobil yang sangat akrab parkir di depan rumahnya.      

'Perempuan gila itu lagi. Apa yang dia inginkan? Kenapa dia selalu mengganggu hidupku? Apakah dia tidak puas merusak hari-hari ku?'Batin Qiano dengan ekspresi frustasi karena dia merasa kehabisan akal untuk mengusir Rena dari hidupnya.      

Karena kesal, Qiano pun tidak punya pilihan selain keluar untuk mengusir Rena secara langsung.      

Tidak lama kemudian, Qiano pun keluar dadi rumahnya untuk menemui Rena.      

Tepat saat dia membuak gerbang, wajah manis dan menggemaskan Delima yang baru berusia lima tahun itu membuat wajah Qiano yang tegang penuh emosi menjadi melunak karena ia mengingat keponakannya yang lucu.      

Qiano langsungsung tersenyum melihat kedipan dan senyum manis Delima.      

"Kamu siapa gadis manis? "Tanya Qiano seraya berjongkok menyesuaikan tingginya sama Delima.      

"Kenalkan, aku Delima cantik, aku adalah keponakan tante Rena. "Jawab Delima seraya menjulurkan tangannya ke arah Qiano.      

"Wahh .. Namamu secantik wajahmu. Aku Qiano teman tantemu. "ucap Qiano sambil menyambut uluran tangan Delima sambil memberikanhya senyum yang manis.     

Merasa gemas, Qiano pun langsung memeluk Delima dengan gembira karena dia menganggap Delima sama persis dengan kenpokannya.      

Dan di dalam mobil ada hati yang iri dengki dengan gadis kecil yang gampang sekali dapat pelukan dan senyuman.      

'Delima, kamu menang banyak dari tante. Apakah aku harus menjadi kamu agar bisa mendapat pelukan dan ciuman dari Qiano. 'Batin Rena tanpa mengedipkan mata sedikitpun.      

"Paman, tidak sibuk kan? "tanya Delima setelah Qiano melepas pelukannya.     

"Iya, aku tidak sibuk. Memangnya ada apa? "jawab Qiano sambil menganggukkan kepalanya.      

"Aku ingin mengajak paman jalan-jalan sama tante, apa Paman Mau? " Tanya Delima lagi seraya mengerjapkan matanya.      

Mendengar pertanyaan Delima, Qiano pun terdiam sejenak, dia menatap kedalam mata Delima yang penuh harap, seketika itu hatinya berbisik tak sanggup mengecewakanya. Qiano pun akhirnya mengiyakan permintaan Delima walaupun dia tidak akan merasa nyaman dengan adanya Rena.      

"Asik ... Paman tidak hanya tampan, tapi baik juga. Tante Rena benar, dan aku sekarang sudah percaya. " Kata Delima dengan mulutnya yang belepotan saat bicara, karena dia memang baru bisa lancar bicara.      

"Kalau begitu ayo kita pergi! " Kata Delima lagi sambil menarik tangan Qiano menuju mobilnya.      

"Oke "Sahut Qiano seraya menutup pintu gerbangnya.      

Setelah itu Delima menarik tangan Qiano lagi menuju mobil Rena.      

Delima membuka pintu depan, tepatnya di pintu sebelah bangku pengemudi.      

Dengan bantuan Qiano, Delima masuk duluan. Tidak lama setekah itu, Qiano masuk dan membiarkan Delima duduk di pangkuannya tanpa melirik Rena.      

"Tante, ayo berangkat! "Kata Delima memberi perintah kepada Rena setelah posisi duduk mereka sangat nyaman.      

Tanpa mengatakan apapun, Rena menjalankan mobilnya. Walaupun Qiano mengabaikannya, tapi dia masih tetap senang karena setidaknya dia masih bisa jalan berdua bersama Qiano.      

"Delima sayang kita mau kemana?"tanya Rena yang memecah keheningan yang terjadi diantara mereka.      

"Aku ingin bermain di Mall. " jawab Delima dengan bersemangat.      

"Oke. Semoga Paman Qiano tidak keberatan. "ucap Rena lagi sambil tersenyum.      

"Paman mau kan? "Tanya Delima mewakili Rena.      

"Paman ikut saja! "Sahut Qiano sambil tersenyum kecil.      

"Hore ... " TeriaK Delima dengan antusias.      

'Qiano, aku tau kalau kamu tidak nyaman. Tapi, aku tidak punya pilihan lain selain memanfaatkan Delima karena aku tau hatimu tidak akan keras pada anak kecil. Ini semua karena aku tidak bisa menahan tasa rinduku padamu. Aku berharap kamu tidak akan marah dengan apa yang aku lakukan! "Batin Rena sambil mencuri pandang pada Qiano beberapa kali.      

Tepat saat itu, kecanggungan pun terjadi di dalam mobil, namun Rena berpura-pura mengajak Delima ngobrol agar tidak terlihat grogi karena Qiano hanya menunjukkan sikap dinginnya.     

Tidak lama setelah itu, Rena mengemudi kan mobil nya menuju Mall terbesar di kota A.      

Karena Rena membawa mobil nya cukup cepat, mereka pun tidak butuh waktu lama untuk sampai di tempat tujuan mereka. Lamorghini Rena berhenti di depan Mall itu.      

Waktu terus berjalan, mereka menghabiskan waktu di Mall itu dengan gembira bersama Delima yang tiba-tiba menyatukan mereka dalam suasan yang santai dan mereka terlihat bahagia dan gembira selayaknya keluarga kecil.      

Rena merasa bebas berbaur, tertawa dan bermain dengan Qiano dan Delima diantara kerumunan, karena tidak ada yang tau kalau dia adalah Maurena Aurelia seorang pelukis terkenal. Rasanya lebih bebas dan nyaman.      

Tidak terasa saking asiknya bermain dan makan bersama, tau-tau nya malam tiba.      

Delima yang kelelahan tertidur di gendongan Qiano. Entah kenapa hari ini Qiano membiarkan Rena berjalan dengan tenang di sampingnya, bahkan sudah menghabiskan waktu senja bersamanya.      

Rena tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya karena Qiano bebas tertawa lepas bersamanya tanpa bertengkar sekalipun.      

"Qiano!"     

"Ya? "sahut Qiano dengan terus memandang lurus kedepan dan mengeratkan gendongannya agar Delima tetap nyaman tidurnya.      

"Apakah kamu tidak merasa, kalau kita seperti keluarga kecil yang bahagia? Itu artinya kita pasangan yang cocok."kata Rena sambil tersenyum malu.      

"Tidak." jawab Qiano datar.      

'Seandainya aku bisa menghentikan waktu saat ini, aku akan melakukanya dan tetap berada di jarak sedekat ini dengan Qiano, karena ini adalah hari yang akan sulit aku dapatkan lagi. 'Batin Rena dengan perasaan yang sedih.      

Setelah membatin, sesekali Rena melirik kearah Qiano yang begitu telaten menggendong Delima keluar dari Mall itu. Seketika itu, ia masih tak menyangka kalau disampingnya adalah Qiano. Walaupun Qiano terlalu sunyi, hingga ia tidak tau harus berkata apa atau memaksanya bicara, karena dia takut akan merusak suasan, tapi dia tetap menikmati kesunyian itu dengan sorak gembira di hatinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.