Istri Kecil Tuan Ju

Amarah Bos.



Amarah Bos.

0Mari bercerai! Aku tidak ingin merepotkan hidupmu hanya karena ulahku yang belum dewasa. Aku tidak bisa seperti kakak ku yang sangat kamu cintai itu. Aku bukan. Dia, jadi sadarlah! " Kata Qiara lagi yang kini membawa nama kakaknya.      

Walaupun dia sudah lama tau kalau Julian adalah mantan dari kakaknya. Tapi Qiara berusaha untuk tidak bicara karena dia tidak ingin menyebutkannya.      

Tapi, kini Julian menyinggung soal dia yang belum juga dewasa, dari situlah Qiara tidak bisa menerimanya.      

Tanpa menghiraukan apa yang Qiara katakan, Julian menginjak gas mobilmya, seketika itu mobilnya berjalan sangat cepat.      

Merasakan mobil yang melaju sangat cepat. Qiara pun langsung ketakutan, namun dia tidak berani mengatakan apapun terlebih ketika dia melihat ekspresi Julian yang gelap.      

'Sepertinya Julian benar-benar marah saat aku membawa nama kak Vania. Tapi, kenapa dia harus marah jika kenyataannya aku bukanlah kak Vania. 'Batin Qiara sambil berpegangan.      

Tidak lama setelah itu. Mereka sampai di rumah dengan selamat. Qiara pun akhirnya bernafas lega karena dia benar - benar ketakutan setengah mati.      

"Turunlah! " seru Julian tanpa melihat Qiara.      

Mendengar perintah Julian. Qiara pun, menoleh keadaannya. Ini kali pertama dia melihat Julian tidak mau melihatnya saat biacar.      

Tanpa mengatakan apapun. Qiara keluar dari mobil dengan perasaan yang kacau. Ia berjalan masuk ke dalam rumah dengan menupang tubuhnya yang lemah.      

Setelah Qiara keluar, Julian pun lansung pergi meninggalkan area rumahnya dengan ngebut. Seketika itu Qiara kaget dan merasa ngeri karena ini kali pertama dia membuat Julian kehilangan sabar.      

"Selamat siang Ny.!" Sapa pelayan rumah nya.      

"Siang juga. " Setelah menyambut sapaan sang pelayan. Qiara pun bergegas masuk ke kamarnya.     

Sesampai kamar. Qiara pun langsung merebahkan tubuhnya yang lemas di tempat tidur. Ia menatap langit - langit kamarnya dengan perasaan yang tidak menentu. Hatinya kacau dan ekspresi sangat buruk. Ada rasa bersalah yang mendalam dihatinya, namun dia tidak tau harus berbuat apa.      

Tepat saat itu ia kefikiran akan rencananya untuk pindah ke Asrama. Ia pun segera mengambil ponselnya lalu menemukan nomer sang pengurus Asrama. Qiara fikir memang sebaiknya dia dan Julian tinggal di tempat yang berbeda.      

"Hallo ... " Terdengar suara lembut seorang wanita paruh baya dari seberang telpon ketika suara tut tidak terdengar lagi.      

"Hallo, selamat siang Madam Dwi! Saya adalah Qiara Putri Senja, salah satu Mahasiswi di Universitas Kemas. Saya berencana mau pindah ke Asrama hari ini. Apakah masih ada kamar yang tersisa buat saya? " Sahut Qiara seraya menyampaiakan tujuannya menelpon secara langsung.      

"Ada satu kamar yang tersisa satu orang saja. Karena tidak ada yang mau sekamar dengannya. Apakah itu tidak masalah jika kamu sekamar dengan mahasiswi yang tidak diinginkan yang lain? " tanya Madam Dwi dengan sedikit ragu.      

"Apakah cuma kamar itu yang tersisa? Saya bersedia membayar kalau perlu" Tanya Qiara seraya berharap akan ada satu kamar kosong buatnya.      

"Ini Asrama milik kampus. Tentu saja kamu harus membayar biaya makan dan kamarnya. Kecuali kamu itu mahasiwi beasiswa , maka kamu tidak perlu membayar. Selain itu, di Asrama kamu dilarang keras membawa laki - laki masuk. Kalau ada yang ingin berkunjung, kamu hanya boleh bicara di luar Asrama dengannya. Bagaimana? " Jelas Madam Dwi sekalian tentang peraturan Asrama.      

"Kalau begitu saya terima sekamar dengan mahasiswi itu. Dan saya akan patuh dengan peraturan Asrama. " Jawab Qiara dengan yakin.      

"Bagus. Kalau begitu, saya tunggu kamu sampai jam 1 siang ini untuk mendapatkan kunci kamar. Karena setelah jam satu saya tidak akan ada di Asrama hingga malam hari. " Kata Madam Dwi lagi.      

"Tentu. Saya akan berangkat sekarang juga. "     

Setelah mengatakan itu, Qiara pun mematikan panggilannya. Ia pun dengan segera memgambil kopernya lalu memasukkan semua bajunya ke koper, lengkap bersama perlengkapannya yang lain.      

Tidak lama kemudian, Qiara sudah selesai mengepak barang - barangnya. Namun. Dia tidak ingin memberitahu Julian kalau dia akan pindah ke Asrama. Dia bahkan meninggalkan ponselnya di ranjang, tidak ketinggalan kartu kridit dan ATM yang julian berikan padanya.      

Qiara pergi dari rumah itu hanya membawa pakaiannya yang biasa serta uang saku di dompetnya dan tabungan di rekening lamanya. Dia ingin memulia hidup baru dengan usaha dan kerja kerasnya.      

"Ny. Anda mau kemana?" Tanya ketua pelayan sementara yang menggantikan pelayan Mu selama dia berda di kota lain. Pelayan itu terlihat cemas saat melihat Qiara membawa kopernya.      

"Tolong jangan beritahu Tuan kalau saya pergi! Saya hanya ingin liburan itu saja. Mengerti? " Jawab Qiara dengan malas.      

"Tapi, saya harus bilang apa jika Tuan bertanya tentang anda? " Tanya pelayan itu lagi dengan ekspresi ketakutan.      

"Bilang saja kalau kamu tidak tau. Pokoknya kalau Tuan tidak bertanya kamu jangan bilang apa - apa!" Kata Qiara lagi dengan tegas.      

"Ny. Anda mungin tidak tau siapa Tuan. Tapi, bolehkan saya memberitahu anda sebagi orang yang sudah melayani Tuan selama sepuluh tahun terakhir ini? " Nada suara sang pelayan mulai merendah. Dia adalah pelayan senior yang merupakan istri dari pelayan Mu. Dia bekerja setelah menikahi pelayanmu yang sudah puluhan tahun menjadi pelayan keluaga Julian.      

"Maaf, tapi saya tidak tertarik untuk mengetahuinya. Kalau begitu, saya harus pergi sekarang juga. "     

Setelah mengatakan itu, Qiara pun pergi membawa kopernya. Entah kenapa ia merasa berat meningglkan rumah itu, namun tekadnya sudah bulat sehingga ia tidak ragu untuk pergi.      

Sementara itu, Julian sudah sampai di Kantornya. Ia langsung di sambut oleh Andi asistennya.      

Mereka pun, masuk ke kantor menggunakan pintu masuk khsusus Presdir. Di dalam lift. Julian tidak bicara apapun, dia hanya diam dengan kemeja yang berantakan. Dasi yang tidak terpasang dengan benar. Namun, Andi menahan diri untuk tidak bertanya karena dia takut akan kena marah oleh Julian, sebab dia bisa menebak kalau suasana hati sang bos lagi tidak enak.      

"Bagaimana dengan rapat hari ini? "Tanya Julian setelah duduk di kursi yang ada di dalam ruangannya yang luas.      

"Para dewan direksi memutuskan untuk menundanya karena mereka tidak mungkin mengadakan rapat tanpa Bos. " Jawab And dengan sedikit grogi. Ekspresi Julian memang sangat gelap dan jarang ada yang berani membuatnya tersinggung.      

Tepat saat itu Eny masuk membawa beberapa berkas dengan santai.      

"Bos. Ini laporan keuangan yang anda minta kemarin. " Kata Eny sekretarisnya yang paling setia.      

Julian pun, mengambil beberapa berkas dari tangan Eny itu tanpa melihat Eny.      

Merasakan kondisi buruk hati Julian. Eny pun bergidik ngeri lalu melirik Andi. Perlahan dia mendekat ke Andi tanpa menoleh.      

"Ada apa dengan Bos? Kenapa ekspresinya sangar menyeramkan? Aku takut kita akan menjadi obyek pelampiasan amarahnya. " Bisik Eny.      

"Kamu saja yang menjadi obyek kemarahan Bos. Kalau saya sih enggak. " Jawab Andi tanpa emosi.      

"Yaaa ... Kita ini patner, seharusnya kamu juga ikut menanggung rasa sakit atau senangku. Kenapa kamu seperti ini? Ingat ya, kamu ini anak baru disini. Jadi, jangan berharap kamu akan lolos dari amarah Bos. " Ucap Eny seraya menyeringi kepada Andi.      

"Aku tau! " kata Andi dengan singkat.      

"Apa ini? Kenap semua laporannya berantakan? Kemana dana untuk proyek yang ada di kota B? Apakah kereka sudah salah hitung atau ini kebenarannya? " Teriak Julian sambil melempar semua berkas itu kepada Eny dan Andi.      

Seketika itu, Eny terkejut dan bergidik ngeri melihat tatapan buas Julian. Apa sepertiny sudah tersulut di wajah Julian yang memerah.      

"Laporan ini baru saja di antar oleh perwakilan dari departmen keuangan. Jadi, kemungkinan alasan kekacauan ini hanya mereka yang bisa menjelaskannya. " Kata Eny dengan suara yang sedikit bergetar.      

"Bukankan memeriksa laporan terlebih dahulu sebelum sampai di tanganku itu adalah tugasmu?" Tanya Julian sambil memukul meja.      

"Maaf Bos. Saya lalai! Saya fikir Semuanya sudah baik - baik saja. Saya juga sudah memeriksa bagian atasnya dan tidak ada masalah. Tapi, saya tidak tau jika di bagian bawahnya ada yang keliru. " Kata Eny dengan ekspresi ketakutan.      

"Eny, berapa lama kamu bekerja denganku? Kamu tau betul bagaimana aku. Jadi, bagaimana kamu bisa keliru begini? Katakan saja jika kamu sudah muak bekerja denganku! Maka aku... "     

1

" Tidak Bos. Saya akan belajar dari kesalahan hari ini dan memperbaikinya. Saya sangat senang bisa menjadi sekretaris anda. " Kata Eny yang langsung menyela perkataan Julian.      

Mendengar dan melihat Betapa patuhnya Eny padanya. Julian terdiam sesaat. Ia kembali teringat kepada Qiara yang selalu membantahnya, bahkan hobi sekali dia berteriak padanya.      

'Qiara ... Kurang apa aku? Tidakkah kamu tau begitu banyak wanita di luar sana yang ingin menjadi istriku? Tapi, kamu dengan mudahnya meminta cerai. Vani, apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus mengikuti kemauan adikmu atau memilih bertahan sedikit lebih lama? 'Batin Julian.      

"Bos. " Sapa Eny dengan gemetaran ketika melihat Julian yang tiba - tiba terdiam.      

Mendengar suara Eny, Julian pun langsung menoleh kepadanya dengan tatapan yang tajam.      

"Ada apa lagi? " Tanya Julian dengan ketus. Sedang Andi masih berdiri dan tidak mau ikut campur dengan urusan Eny. Dia hanya ingin mencari aman saja.      

"Begini Bos. Ummm ... Kalau memang laporan itu salah, maka saya akan mengembalikan berkas itu kepada mereka sekarang juga. "Jawab Eny seraya mendekati meja Julian untuk mengambil berkas yang harus saja dia bawa itu.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.