Istri Kecil Tuan Ju

Kesempatan Kedua. (Cerita Sedikit Berubah)



Kesempatan Kedua. (Cerita Sedikit Berubah)

0Sementara itu Qiara berlari kencang menuju ruang audisi, karena ia memang sudah sangat terlambat.     

Larinya semakin kencang saat dia melihat Kevin keluar dari ruang wawancara lalu berjalan dengan beberapa orang yang mengawalnya.     

"Maaf, saya terlambat! "     

Melihat seorang gadis yang menghalangi mereka. Keadaan menjadi hening sesaat. Kevin mengangkat alisnya melihat Qiara ngos-ngosan dengan pakaian yang sedikit kotor.      

"Maaf saya terlambat, tolong berikan saya waktu untuk menjelaskannya! "     

Kevin dan yang lain tersadar mendengar ucapan Qiara. Mereka pun mulai memperhatikan Qiara dari atas hingga bawah.      

"Ada yang bisa di bantu nona? " tanya seorang lelaki berkaca mata yang berada di samping Kevin.      

"Saya datang untuk wawancara, tadi pagi saya di telpon karena lulus audisi pertama. "     

Qiara menjelaskannya dengan nafas yang belum beraturan sehabis lari.      

"Siapa namamu? "Tanya Kevin yang mulai ambil alih karena dia merasa tertarik dengan tatapan Qiara yang teduh namum terlihat sangat berbahaya.      

"Liana."     

Mereka langsung mencari nama Liana di data yang mereka sudah rangkum.      

"Pak Kevin sudah mencoret tentang anda karena dia sangat tidak menyukai orang yang terlambat dan tidak konsisten. "Jelas sekretaris Kevin setelah melihat data itu.      

"Tolong beri saya kesempatan! "     

Qiara memohon pada Kevin dengan tulus. Karena dia sangat menginginkan pekerjaan ini karena merasa putus asa.      

"Maaf, anda bisa mencobanya di lain waktu karena saya banyak urusan."     

Kevin langsung pergi dari hadapan Qiara dengan ekspresi dingin. Dia memang orang yang terkenal sangat gila dan disiplinnya tinggi.      

Perusahaan hiburan YM Entertaiment sangat beruntung memiliki Sutradara seperti Kevin. Ia tidak pernah memberi kesempatan Kepada orang yang terlambat walau sekali dan dia sangat jeli melihat peluang dan membaca artis mana yang bisa menjadi bintang besar.      

Kevin berhenti setelah jauh meninggalkan Qiara yang menunduk sedih.      

"Ada apa pak? "     

Tanpa menjawab pertanyaan sekretarisnya, Kevin berjalan kembali menghampiri Qiara karena dia masih terbayang tatapan polos yang berbahaya itu.      

"Datanglah besok ke alamat ini, jika kamu terlambat lagi maka kamu tidak akan ada kesempatan lain lagi."     

Qiara mendongak lalu melirik kartu yang diberikan oleh Kevin. Seketika itu sinar matanya menyala karena dia masih punya kesempatan.      

Ini belum berakhir.      

"Ya, saya pasti akan tepat waktu. Terimakasih Sutradara! "     

Qiara mengangguk berulang kali sambil tersenyum karena merasa sangat senang dan bersyukur diberikan kesempatan.      

Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.      

Kevin langsung pergi meninggalkan Qiara setelah menyerahkan itu. Semua orang tercengang melihat sikap Kevin yang melunak. Ini pertama kalinya Kevin melakukan ini pada orang yang terlambat.      

Hati Qiara sangat senang, ia pun segera berlari keluar sambil bersenandung.      

Menjadi seorang artis bukan mimpinya, tapi kadang takdir mewujutkan mimpi yang berbeda dari harapan kita, namun yang pasti itulah yang terbaik buat kita.      

Aku percaya kalau ini adalah takdir pilihan Tuhan untukku.      

Ruang Kerja Kevin.     

"Oh astaga ... "      

Kevin terkejut ketika melihat sosok lelaki tampan dan ceria duduk manis di kursinya.      

"Ada apa dengan ekspresimu itu? Apakah kamu sedang melihat hantu?"     

Wajah menyebalkan lelaki itu sukses membuat darah Kevin mendidih.      

"Maxwell ... "      

Kevin meledak seraya berdiri di depan Max yang menutup telinganya karena teriakan Kevin benar-benar merusak kupingnya.      

"Ngapain kamu tiba-tiba disini? Apa kamu sudah bosan bermain? "     

Kevin melemparkan pertanyaan dengan tatapan sinis kepada Maxwell.      

"Tidak bisakah kamu bertanya dengan pelan dan suara yang lembut? Aku ini bosmu, haruskah kamu memperlakukanku begini? Aku bisa...."     

"Bisa apa? Kamu mau memecat ku? Silahkan dan aku akan pastikan untuk melamar pekerjaan di agensi lain agar menjadi sainganmu. "      

Kevin langsung memotong pembicaraan Max karena dia sangat kesal.      

"Eii ... Tidak begitu maksudku. Aku akan membuatmu sangat repot begitulah yang ingin aku katakan. Kamu ini memang pemarah. "     

Max berdiri lalu berjalan menghampiri Kevin seraya merangkul Kevin.      

"Aku heran padamu. Bagaimana kamu menjalankan perusahaanmu dengan sikap dan kelakuan burukmu? Rasanya aku frustasi menjalankan perusahaan hiburan ini untukmu yang lebih suka main-main. "     

Kevin langsung duduk di sofa untuk mendinginkan kepalanya.     

"Bagaimana audisimu kali ini? Apakah sukses dengan kamu sendiri yang turun tangan? "Tanya Maxwel setelah duduk di samping Kevin.      

"Tidak ada yang berantakan selagi aku turun tangan. Kamu tahu itu kan? "jawab Kevin dengan suara pelan.      

"Aku percaya padamu. Film berjudul Raja Langit ini pasti akan sukses dan mendapatkan penghargaan, aku yakin itu. Tahun ini, kita tidak akan terkalahkan oleh agensi lain."      

Max menepuk-nepuk bahu Kevin untuk Menyemangatinya. Dia adalah sosok yang tenang dan santai sehingga Kevin sering dibuat kesal dengan sikapnya itu.      

"Aku yakin itu jika film atau drama yang aku garap ini tayang sebulan yang lalu. Tapi, Presedir JJ Grup sudah kembali ke kota A, dia juga membawa Avan bersamanya untuk kembali menjadi sutradara andalannya di GM Entertaiment."     

Kevin merasa muak saat menyebut nama Avan yang merupakan sahabat baiknya dulu sebelum persaingan di dunia hiburan dimulai. Semua orang membandingkannya dengan Avan yang sudah berulang kali memenangkan penghargaan Sutradara terbaik.      

"Hahaha ... Avan itu sahabatmu, kamu yang lebih mengenal dia, kenapa kamu justru khawatir padanya? Soal kembalinya Julian, itu adalah urusanku. Baiklah, aku akan pergi dulu! Sampai ketemu besok! "     

"Jangan kembali lagi dengan wajahmu yang menjengkelkan itu."Kata Kevin menyauti ucapan Max.      

Tempramen si gila kevin itu memang tidak ada duanya.      

Maxwell memakai kaca mata hitamnya, lalu ia keluar dari ruangan Kevin.      

Tidak akan ada yang tahu kalau Max adalah seorang bos besar, karena dari penampilannya sangat meragukan dan tidak mencerminkan seorang bos yang suka menggunakan jas mewah dan sepatu licin.      

Max lebih suka menggunakan kaos dan celana jins beserta sandal, karena itu lebih nyaman buatnya.      

Karena tidak mengenal bos mereka, Max pun tidak mendapatkan hormat dari kariyawannya sendiri. Namun, Max lebih suka itu karena lebih tenang.      

Rumah sakit Universitas Alexia.     

Diwaktu yang sama. Julian sampai di rumah sakit dengan ekspresi khawatir.      

"Dimana Bintang Kecil? "     

Julian terlihat panik saat melihat pelayannya duduk di kursi tunggu.      

"Tuan kecil ada di dalam! "Jawab pelayan itu dengan gemetaran.      

Julian langsung masuk dan menemukan putranya masih tertidur di ranjang pasien.      

"Zio?"     

Julian merasa patah hari melihat luka di tangan dan lutut putranya. Dia adalah nyawa dan harta paling berharganya.      

Seketika itu dia mengepalkan tinju dan berniat mencari orang yang sudah melakukannya.      

Setelah memastikan putranya baik-baik saja. Julian langsung memerintahkan suster untuk memindahkan Zio ke ruangan VVIV yang dihiasi dengan pemandangan yang sesuai dengan apa yang digemari Zio.      

Pelayan itu masih menunduk ketakutan. Dia merasa sedang menunggu waktunya untuk mati saking mengerikannya ekspresi Julian.      

"Bagaimana kalian bisa di rampok dan selamat? " tanya Julian seraya menatap pelayan itu dengan tatapan yang mengerikan.      

Pelayan itu menelan ludahnya dalam-dalam saat mendengar pertanyaan Julian. Ia tidak berfikir akan selamat dari amukkan Julian.     

"Yang jelas, kami di cegat di jalan. Mereka menarik tuan kecil dan memukul sopir yang mau membantu tuan kecil. Mereka bilang kalau mereka minta tebusan sepuluh milyar jika tuan kecil mau selamat.Tapi, mereka langsung di kalahkan oleh seorang gadis cantik berambut sebahu. Dia yang mengantar kami sampai rumah sakit ini. "     

Ekspresi Julian semakin gelap saat mendengar penjelasan pelayan itu     

Siapa yang berani mengusik Julian Al Vero.      

'Jangan salahkan aku jika kalian akan aku hancurkan karena sudah berani membuat putraku celaka.'     

Julian benar-benar terbakar api amarah, karena mereka sudah berani menyentuh putranya.      

"Apa kamu tahu siapa perampok itu? Dan siapa wanita yang menolong Bintang Kecil?"      

Tanya Julian lagi setelah hening beberapa saat.      

"Saya tidak tahu Tuan."Jawab pelayan itu dengan gemetaran.      

"Tolong jaga Zio! Aku akan menelpon sebentar! "     

Julian tidak memaksa atau memarahi pelayan itu karena tidak bisa memberitahunya siapa orang yang menolong dan merampok mereka.      

"Baik Tuan! "     

Setelah menitip putranya kepada pelayan. Julian langsung keluar untuk membuat panggilan. Tidak lama kemudian panggilannya langsung di jawab oleh Andi.      

"Halo bos? "     

"Andi, caritahu siapa yang sudah berani mencelakakan putraku! Pastikan mereka membayar mahal untuk itu! "     

"Baik bos! "     

Julian menutup kembali panggilanya setelah bicara dengan Andi.      

Setelah itu, Julian mencaritahu siapa yang sudah membantu putranya dengan meminta rekaman CCTV rumah sakit.      

Tepat saat itu ia mendengar suara teriakan dari kamar Zio. Seketika itu Julian berlari masuk dan menemukan Zio mengamuk sehingga ia mengurungkan niatnya untuk pergi ke ruang CCTV.     

"Tuan, saya tidak tahu kenapa Tuan Kecil mengamuk, dia juga tidak mau sama saya. "Kata si pelayan itu dengan gemetaran.      

Julian langsung menghampiri Zio lalu memeluknya.      

"Kamu aman sekarang sayang! Jadi, tenanglah! " Julian memeluk erat tubuh kecil itu seraya menepuk-nepuk bahu putranya.      

"Aku takut! "     

Hanya satu kalimat yang terus diucapkan oleh Zio setelah ia sadar. Ingatannya tentang perampokan itu masih sangat kuat, terlebih saat dia mengingat pisau yang menggores tangannya.      

"Sayang, kamu sudah aman! Ada Papa disini! Jadi, tidurlah! "     

Perasaan Julian semakin buruk. Dia tidak begitu lama di kota A bersama putranya tahunya sudah mengalami hal buruk begini.      

"Papa? "     

"Apa kamu butuh sesuatu? "Tanya Julian seraya melirik putranya yang sudah tenang.     

"Perempuan cantik itu dimana? "Tanya Zio dengan tatapan yang sendu.      

"Perempuan cantik? Apakah dia yang menolongmu?" Julian memicingkan matanya saat mendengar pertanyaan putranya.      

Dia tidak menduga kalau si kecil itu mengingat dengan baik orang yang menolongnya.      

"Iya. "Sahut Zio seraya menganggukkan kepala kecilnya.      

"Apa kamu ingat wajahnya? "Tanya Julian lagi.      

Zio langsung mengangguk dan meminta polpen dan kertas. Seketika itu Julian meminta suster untuk membawanya karena ia tahu putranya sangat hebat dalam melukis sebagaimana Qiara.     

Selain itu Julian tahu betul kemampuan putranya itu yang luar biasa dengan IQ diatas rata-rata yaitu 180, daya ingatnya pun sangat tajam.      

Tidak lama kemudian, suster membawakan pensil dan kertas buat Zio.      

Tanpa menunggu lama lagi, Zio pun segera membuat seketsa wanita yang sudah menolongnya.      

Julian dan pelayannya hanya bisa menunggu.      

Saking seriusnya melihat sang putra melukis seketsa Julian tidak sadar kalau rekaman CCTV rumah sakit itu sudah masuk ke ponselnya.      

'Kemampuan lukisnya sangat mirip dengan Qiara. Bahkan, Zio hanya melihat sekali dia langsung bisa meniru apapun yang dia lihat.'     

Beberapa menit kemudian.     

"Sudah! "     

Zio menyerahkan lukisannya itu kepada Julian dengan tangan kirinya yang dia gunakan untuk melukis juga karena tangan kanannya masih di perban.      

"Dialah wanita yang menolong kami Tuan! "     

Pelayan itu langsung membenarkan seketsa yang dibuat Zio setelah ia melihatnya sedikit saat Julian belum mengambilnya.      

Julian langsung melihat seketsa itu setelah mendengar perkataan pelayannya.      

Mata Julian melotot saat melihat seketsa yang dibuat Zio. Seketika itu hatinya terasa aneh dan jantungnya berdegup kencang.      

'Aku yakin kalau ini Qiara? Jadi, dia yang sudah menyelamatkan putranya sendiri. Benar kata orang, seperti apapun seorang anak dan ibu dijauhkan maka takdir akan selalu mempertemukan mereka kembali. Putraku sudah bertemu ibunya, tapi mereka tidak saling mengenal.' Batin Julian.      

Untuk lebih meyakinkan dirinya, ia langsung melihat rekaman CCTV yang dikirim ke ponselnya.      

Dari layar ponselnya, Julian bisa melihat Qiara begitu panik dan putranya yang tidak mau melepaskan Qiara, membuat hati Julian sakit.      

Qiara tidak seperti dulu lagi. Si gadis tomboy yang tidak suka dandan. Namun, yang dia lihat dibalik layar itu adalah Qiara yang feminim dengan riasan yang cukup tebal dan rambut sebahu yang rapi dan hitam. Mata Julian seakan tersihir karena rindu begitu lama tertahan.      

"Apa Papa mengenalnya? "     

Pertanyaan Zio membuat Julian tersadar dari lamunannya. Lalu, dia menoleh sambil tersenyum kepada Zio.      

"Papa akan memastikan siapa perempuan ini. Jika dia orang yang Papa kenal, maka Papa akan bawa dia ke hadapanmu. Tapi, jika tidak maka Papa akan memberinya hadiah karena sudah menyelamatkanmu. "Jawab Julian.      

"Aku yang akan memberikannya hadiah itu. " kata Zio.      

Julian terdiam sesaat mendengar permintaan putranya. Dia tidak ingin mempertemukan Qiara dan Zio, sebab mereka sudah menandatangani perjanjian itu.      

Julian juga ragu kalau Qiara akan menerima Zio. Karena dia tahu kalau Qiara tidak pernah menginginkan Zio. Akan tetapi, bagaimana dengan ikatan batin yang tidak akan bisa hilang itu?      

"Pasti, kalau begitu, kamu tidur lagi agar cepat sembuh!"Jawab Julian seraya mengangguk menyetujui permintaan Zio.      

"Aku ingin pulang! "     

Zio sangat membenci rumah sakit, dia tidak tahan dengan baunya. Selain itu, dia tidak akan bisa tidur jika tidak dipeluk oleh Julian. Oleh karena itu dia ingin segera pulang.      

"Apa kamu yakin? " tanya Julian.      

"Umm... " Zio mengangguk dengan lemah.      

"Baiklah, Papa akan mengurus kepulanganmu sekarang juga. Anak Papa hebat karena tidak cengeng saat terluka! "Kata Julian sembari mencubit pipi Zio dengan gemas.      

Zio hanya memandang sinis kepada Papa nya karena merasa kesakitan saat Julian mencubitnya.      

Setelah itu, Julian meminta suster untuk mengurus kepulangan putranya agar dia dirawat di rumah saja dengan di dampingi oleh dokter pribadinya.      

Pihak rumah sakit dan dokter yang merawat Zio langsung memberikannya Izin untuk pulang.     

Pihak rumah sakit dan dokter yang merawat Zio langsung memberikannya Izin untuk pulang.     

Sementara itu, Nathan akhirnya kembali ke kota A setelah melewati perdebatan panjang dengan Ayahnya.     

Saat sampai di Bandara, hal pertama yang Nathan pikirkan adalah Yumi. Ia ingin bertemu gadis itu untuk menebus kesalahannya.     

Lima tahun tidak bertemu membuat Nathan merasa gugup akan bertemu dengan Yumi.     

'Yumi .. Apa kamu masih menungguku? 'Batin Nathan seraya menatap kearah depan dengan kaca mata hitamnya sambil menyangga dagunya dengan tangan kanannya di dalam mobil.     

Nathan sudah tidak sabar untuk bisa bertemu Natalie yang dia ketahui sudah menjadi salah satu penyanyi di sebuah agensi kecil.     

Di waktu yang sama.     

Yumi baru saja menyelesaikan rekamannya untuk lagu solo pertamanya.      

"Yumi, apa kamu baik-baik saja? " Tanya Managernya dengan khawatir.     

"Memangnya ada apa denganku? Bukankah kakak Joice bisa melihat kalau aku baik-baik daja? "jawab Yumi sambil tersenyum.     

Tepat saat itu seorang kurir menghampiri mereka berdua yang baru saja keluar dari ruangan Joice.     

"Nona Yuki, ini ada bunga buat anda!" Kata Kurir itu sambil menjulurkan satu buket mawar merah kepada Yumi.     

"Dari siapa? " Yumi mengerutkan keningnya karena dia bingung siapa yang sudah memberinya bunga mawar berwarna itu.     

"Dia adalah pemuda yang sangat tampan. Tapi, dia tidak mau menyebut namanya. Kalau begitu saya permisi!" Setelah menjawab pertanyaan Yumi, kurir itu pun langsung pergi.     

Yumi dan Joice saling pandang, mereka lalu melihat bunga itu yang di tata dengan sangat rapi dan indah.     

"Kemungkinan ini dari penggemar mu!" Kata Joice sambil tersenyum.     

"Kemungkinan dia masih ada di depan. Ayo kita lihat!" Kata Yumi sambil menarik Joice menuju pintu keluar.     

"Yumi ... Ini bunga buat kamu! "     

"Yumi, ini ada titipan bunga dari lelaki tampan untukmu"     

Seperti orang bodoh, Yumi mengambil bunga-bunga yang diberikan oleh setiap orang yang berselewanan dengannya saat menuju pintu keluar.     

"Sembilan puluh sembilan mawar merah? Apa dia gila sudah memberikanmu ini? Sepertinya dia penggemar berat mu."tanya Joice pada Yumi yang terlihat kewalahan memegang bunga itu.      

"Aku tidak tahu. " Jawab Yumi dengan cemberut.     

Melihat Natalie kewalahan, Joice pun membantunya untuk memegang bunga itu.     

"Hanya dapat bunga dari fans saja, dia sudah kesenangan bukan main. Dasar orang kampung. "     

"Palingan fansnya adalah orang tua, atau anak muda yang gak modal. "     

"Tapi, kalau dilihat dari kwalitas mawar yang diberikan untuknya, itu menandakan kalau lelaki ini bukan orang miskin. ."     

"Kamu benar, aku juga dengar tadi kalau bunga itu berjumlah sembilan puluh sembilan, itu artinya dia orang kaya yang suka bakar uang untuk orang yang dia suka. "     

"Bagaimana kalau kita lihat saja dulu?"     

"Setuju! "     

Setelah mereka semua bergosip tentang Yumi, Mereka pun segera mengikutinya untuk menyaksikan siapa si pemberi mawar itu.      

Sayangnya orang yang mereka cari tidak ada di depan gedung. Seketika itu pun Yumi merasa kecewa dan semakin penasaran.     

"Sudahlah, jangan terlalu banyak berharap karena kamu tidak akan bisa menemui lelaki yang dimaksud. Mungkin yang memberikanmu bunga itu adalah penggemarmu yang jelek dan pengecut sehingga dia tidak mau menunjukkan batang hidungnya. " Mereka yang iri pada Yumi mulai mengejeknya.     

Joice mengepalkan tinjunya mendengar perkataan perempuan itu. Mereka berada dibawah agensi yang sama selama beberapa tahun, tapi tetap saja tidak bisa memperlakukan Yumi dengan baik.     

"Tutup mulutmu kalian yang baunya seperti sampah itu. Kalian hanya iri karena Yumi mendapat bunga dari lelaki tampan. Selain itu, ia memiliki kekasih yang luar biasa dan tentunya akan membuat kalian gigit jari." Kata Joice dengan tatapan yang melotot.     

"Jika memang yang kamu katakan itu benar. Mana buktinya?"      

"Besok dia akan membuktikannya ... "Ucap Joice dengan gugup.     

Yumi merasa kalau Joice sudah kelewat batas. Jika tidak bisa di buktikan tentu saja akan membuatnya malu.     

"Sepertinya kalian takut makanya .... "Mereka tidak bisa melanjutkan perkataannya saat melihat sosok tinggi dan wangi berlalu di hadapan mereka.     

"Sayang, maaf kalau aku lama! " Ucap lelaki itu saat ia sudah berada di hadapan Yumi yang melihatnya tanpa berkedip itu.     

Setelah itu, ia memeluk Yumi dengan pelukan yang hangat dan mesra. Seketika itu mereka semua membeku.     

Joice melotot karena kaget melihat lelaki tampan itu memeluk Yumi setelah memanggilnya sayang.     

"Aku merindukanmu. " Ucap lelaki itu sambil memencet hidung mancung Yumi setelah melepas pelukannya.     

"Argg ... Sakit! " Yumi memegang hidungnya karena merasa kesakitan.     

"Maaf! "     

Lelaki itu tersenyum sambil mengangkat kedua tangannya. Mereka berdua saling tatap seakan tidak ada orang disekitar mereka.      

"Nathan?" Bibir Yumi bergetar saat menyebut nama yang sudah lama tidak dia sebut itu.     

Tanpa mengatakan apapun, Nathan langsung membawa Yumi pergi.      

Yumi yang merasa tersihir pun tidak bisa menolak sampai ia lupa meminta izin Joice untuk pergi.     

Nathan membawa Yumi pergi jauh dari gedung agensinya karena ia ingin membicarakan banyak hal dengan perempuan yang sudah lama ia rindukan itu.     

Diwaktu yang sama, Qiara bersenandung dengan gembira di dalam taxi karena dia merasa senang bisa mendapatkan kesempatan untuk melakukan peran, walaupun itu tidak sebanding dengan peran utama.     

Tepat saat itu, Qiara teringat anak yang dia tolong tadi pagi. Seketika itu ia terdiam dan bertanya-tanya.      

"Aku baru ingat sama anak kecil yang lucu itu, apakah dia baik-baik saja? Atau sudah dijemput keluarganya? Apa aku harus memeriksanya? "     

Setelah lama bertanya-tanya, Qiara pun memutusakan untuk pergi ke rumah sakit.      

"Kita ke rumah sakit Universitas Alexia."     

"Baik Nona! "     

Sopir taxi itu langsung putar arah setelah mendapat perintah dari Qiara.      

'Semoga anak itu tidak apa-apa. Kasian, dia terluka dan kaget.'Batin Qiara dengan cemas.     

Sepanjang jalan Qiara terus bergulat dengan batinnya. Ia berharap anak itu baik-baik saja setelah ditangani oleh dokter.      

Rumah Sakit Alexia.     

Tidak butuh waktu lama, taxi Qiara berhenti di depan rumah sakit itu. Ia pun segera masuk dengan berlari.      

"Suster, apakah anak laki-laki yang saya bawa tadi pagi masih dirawat?"     

"Dia sudah dibawa pulang oleh Papanya siang tadi setelah mendapat persetujuan dokter. "Jawab Suster itu dengan suara yang lembut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.