Istri Kecil Tuan Ju

Hanya Mimpi.



Hanya Mimpi.

0"Saya hanya ingin mengucapkan terimakasih karena sudah bekerja keras di drama ini. Besok, kamu harus lebih baik lagi dan hindari bos Max. Karena dia bisa menghambat shooting kita hanya untuk membuatmu merasa nyaman. " Kata Kevin dengan nada suara yang dingin.      

Qiara merasa malu mendengar apa yang Kevin katakan karena menurutnya kalau Max melakukan itu memang karena dirinya yang terlihat sangat lelah dan mengantuk setelah perjalanan jauh tadi malam.      

"Baik Pak. Saya akan berusaha menghindari bos."Jawab Qiara sambil menunjukkan hormatnya kepada Kevin..      

"Bagus kalau begitu. " Setelah mengatakan itu, Kevin pergi dari hadapan Qiara.     

Seketika itu, Qiara menarik nafas lega karena aura Kevin membuatnya tegang dan sedikit takut.      

Tepat saat itu ponsel Qiara berbunyi.     

"Siapa ini? " Tanya Qiara pada dirinya sendiri saat melihat nomer baru yang tidak menggunakan poto profil itu memanggilnya Line nya.     

Setelah itu Qiara langsung masuk ke kamarnya yang disediakan Max khusus untuknya. Sedangkan yang lain tidur berkelompok-lompok.     

Tidak banyak artis yang tahu kalau Qiara tinggal di kamar yang berbeda dengan mereka. Hanya Kevin dan Aurel yang tahu, tapi mereka tidak bisa melakukan apapun karena Maxwell sendiri yang memberikannya buat Qiara.      

Qiara duduk di ranjang nya dengan tenang seraya menggeser panggilan vidio itu.      

Seketika itu terlihat wajah mungil putranya yang menggemaskan. Mata Qiara pun mulai berkaca-kaca karena terharu bisa melihat anaknya lagi.      

"Selamat malam tante! " Sapa Bintang kecil itu sambil melambaikan tangan kanannya dari seberang telpon.      

"Halo Bintang Kecil. Bagaimana kabar mu sayang? " Tanya Qiara dengan nada suara yang lembut.      

Julian mengerutkan keningnya mendengar Qiara memanggil Zio dengan panggilan akrabnya. Seingatnya dia tidak pernah menceritakan tentang panggilan itu. Julian mulai curiga tapi ia tidak menemukan alasan kecurigaan itu.     

"Aku sehat. Bagaimana dengan tante? " Tanya bocah pintar itu sambil mengedip-ngedipkan matanya.      

"Tante baru selesai bekerja, dan sekarang lagi di kamar dalam kondisi baik. " Jawab Qiara dengan senyuman yang merekah.     

"Kalau begitu sama dong dengan Papa yang juga baru pulang kerja. "     

Zio memperlihatkan wajah lesu Julian yang menyandarkan kepalanya di sofa.      

Melihat mantan suaminya yang dalam keadaan lemah dan lesu itu, hati Qiara langsung tersentuh. Rasanya dia ingin membelai wajah itu dan membawa kepala Julian tidur di pangkuannya.      

'Julian, apakah kamu sangat kelelahan mengurus putra kita? Maaf karena membiarkanmu mengurus Zio sendirian.' Batin Qiara sambil menunduk sedih.      

"Tante, apakah aku dan Papa boleh main ke rumah tante? "     

Pertanyaan Zio membuyarkan lamunan Qiara. Seketika itu ia kembali tersenyum menatap Zio.     

"Boleh dong. Hanya saja, Tante lagi ada di luar kota. Jadi, belum bisa bertemu kamu. Tapi, tante janji akan menemui mu jika tente sudah pulang, bagaimana? " Ucap Qiara tanpa banyak berfikir karena dia juga sangat ingin bertemu dengan Zio.      

"Asik... Terimakasih ya tante karena sudah mau ketemu sama Zio." Kata Zio dengan mulut cadelnya yang menggemaskan.     

Qiara merasa sangat gemas melihat putranya itu dan tidak sabar untuk memeluknya walaupun ia harus menjadi Bibi Lin yang merupakan pengasuh Zio.     

"Sama-sama! " Jawab Qiara.      

"Sekarang, sudah waktunya kamu tidur. Ngomongnya besok lagi ya! " Kata Julian dengan nada suara yang lembut.      

Jantung Qiara berdebar hebat saat mendengar suara Julian yang begitu lembut itu.     

'Aku rindu.'Batin Qiara yang tidak bisa membohongi perasaanya itu.      

"Tidak mau. Aku mau tidur sama Tante." Kata Zio yang tidak membiarkan Julian mengambil ponsel itu.      

"Baiklah, tante akan menemani kamu tidur sekarang. Jadi, ponselnya kamu bisa pegang. Apa perlu tante nyanyikan? " Kata Qiara yang juga merasa senang mendengar permintaan Zio.      

Qiara memang merasa sangat lelah, namun melihat Zio membuat rasa lelahnya menjadi hilang.      

Julian tidak menyangka kalau Qiara memenuhi permintaan Zio. Dia pikir kalau Qiara tidak akan perduli sama Zio hingga saat ini. Tapi, kenyataannya berbeda.     

"Terimakasih ya tante! " Zio lagi-lagi mengucapkan rasa terimakasih saking senangnya kalau Qiara mau menemaninya.      

"Ya sudah, ayo ke kamarmu! " Kata Julian sambil mengangkat tubuh kecil itu.      

Qiara melihat bagaimana lembutnya Julian kepada Zio. Suaminya yang terlalu baik sehingga membuatnya malu setiap kali memikirkan semua tingkah buruknya kepada Julian semasa mereka masih tinggal bersama.      

'Qiara, bagaimana bisa aku membencimu selagi kamu memberiku anak selucu dan secerdas Zio. Dia anak yang tertutup dan sulit di dekati, namun hati kecil nya langsung bisa mengenalimu sebagai ibunya walaupun dia tidak sadar akan hal itu. Qiara, akankah aku boleh berharap kita bisa kembali bersama? Aku merindukanmu disetiap aku melihat kamar kita dan udara dingin yang sesekali menyentuh kulitku.'Batin Julian seraya merebahkan tubuh Zio di ranjang.      

"Papa? "      

Julian yang hendak keluar dari kamar itu, langsung menoleh kepada putranya yang masih memegang ponselnya karena masih tersambung dengan Qiara.      

"Ada apa? Bukankah kamu mau tidur sama tante? " Tanya Julian sambil memicingkan matanya.      

"Zio mau Papa tidur di sampingku. Kita ngobrol bertiga. "     

Julian dan Qiara terkejut mendengar apa yang Zio minta. Akan sulit bagi keduanya untuk bertahan jika terus bicara dan saling pandang.     

"Tapi, Papa harus mandi dulu sayang! " Kata Julian yang mencoba melarikan diri karena tidak mau terus memikirkan Qiara.      

"Tidak mau. Papa harus temani Zio ngobrol sama tante."     

Qiara melihat dirinya ada sama Zio saat ia mulai keras kepala. Namun, Qiara kagum pada Julian yang bisa membesarkan Zio sendiri dengan kesabaran yang luar biasa.      

"Baiklah! "     

Julian pun mengikuti permintaan putranya. Setelah itu ia merangkak naik ke tempat tidur lalu merebahkan dirinya di samping Zio.      

Qiara pun ikut merangkak naik ke kasurnnya lalu merebahkan tubuhnya sambil melihat wajah dua lelaki yang wajahnya sangat mirip itu.      

'Apa mungkin aku bisa tidur bertiga dengan kalian berdua di atas kasur yang sama?' Batin Qiara.     

"Apakah tante sudah punya anak kayak Papa? "     

"Ukhuk... Ukhuk... "     

Qiara langsung terbatuk mendengar pertanyaan Zio yang mengejutkannya. Sedangkan Julian hanya tersenyum melihat Qiara terbatuk.      

Walau hanya lewat vidio call saja, Julian sudah merasa senang dan menganggap kalau mereka sudah tidur bertiga.      

"Sayang, sudah larut malam. Sebaiknya kamu tidur agar kita segera bertemu. Bagaimana? " Kata Qiara yang berusaha mengalihkan pembicaraan karena dia belum siap memberitahu Zio kalau dirinya adalah ibu kandung nya.      

"Oke. Tapi, tante jangan matikan ya sampai Zio tertidur." Kata Zio lagi sambil tersenyum.      

"Iya."      

Setelah mendapat jawaban dari Qiara. Zio memejamkan matanya mengikuti Julian yang sudah lebih dulu memejamkan matanya sambil meluk Bintang Kecil yang lembut itu.      

Seketika itu Qiara meneteskan air mata saat melihat Bintang Kecil dan Bintang besar itu tertidur di depan matanya.      

Qiara ingin sekali ada di samping mereka berdua. Bisa memeluk mereka dan bercanda sebelum tidur.      

'Zio, anak Mama! Maafkan Mama sayang karena belum bisa mengatakan kalau aku adalah Mama mu. Aku rindu kalian berdua. 'Batin Qiara sambil menunduk di depan layar ponselnya.      

"Zio sudah tidur, sebaiknya kamu juga tidur karena besok kamu shooting lagi kan!"     

Mendengar suara itu, Qiara langsung kembali melihat layar ponselnya. Seketika itu ia melihat Julian sedang duduk di pinggir jendela dengan kemeja yang berantakan karena belum dia ganti. Qiara pun terkejut karena ia merasa baru sebentar berpaling, namun Julian sudah turun dari ranjang.      

"Aku pikir kamu sudah tidur bersama Zio. " Ucap Qiara.     

"Zio sama sepertimu, ia sangat mudah tertidur kalau kepalanya sudah menyentuh bantal. Namun, aku harus tetap berpura-pura tidur agar Zio mau tidur. Kalau dia sudah tertidur baru aku kembali ke ruang kerjaku. " Kata Julian tanpa ekspresi.      

"Wajahmu sangat lesu dan sedikit pucat. Harusnya kamu istirahat bukannya bekerja! "     

Julian merasa sangat bahagia mendengar Qiara memperhatikannya. Ini kali pertamanya Qiara memberi perhatian setulus ini padanya bahkan saat masih bersama, Qiara tidak pernah melakukannya.      

"Aku sudah terbiasa, oleh karena itu kamu tidak perlu khawatirkan aku! "Sahut Julian sambil menyembunyikan rasa senangnya.      

"Aku tahu. Tapi sekarang ada Zio yang butuh kamu. Jadi, kamu tidak boleh sakit. Mandi dan istirahatlah agar kamu bisa merasa lebih baik lagi hingga tidur dengan nyenyak! "Kata Qiara lagi yang masih belum sadar atas perhatian yang spontan dia berikan kepada Julian itu.     

"Baiklah, aku akan istirahat dan melanjutkan pekerjaanku besok. Kamu juga harus istirahat. " Jawab Julian sambil tersenyum kepada Qiara sebagai balasan untuk perhatian yang Qiara berikan.      

Seketika itu, jantung Julian dan Qiara berdetak bersamaan, terlebih ketika Julian melihat bibir indah Qiara yang dulunya selalu menjadi candu buatnya. Ia ingin menyentuhnya bahkan melumat bibir itu sepuasnya. Namun, ia harus sadar kalau Qiara bukan istrinya lagi.      

"Apa kamu sudah makan malam? " Tanya Qiara lagi yang seakan tidak rela Julian menutup panggilan Vidio itu.      

Julian tidak bisa menahan senyumnya saat Qiara semakin memberinya perhatian. Hal itu seakan menghapus semua sakit dan kerinduan yang mencekik selama lima tahun ini.      

"Qiara, aku rindu!" Bukannya menjawab pertanyaan Qiara, Julian malah menyatakan perasaannya yang sudah lama ia simpan.      

Qiara langsung terdiam mendengar pengakuan Julian. Ia menatap tajam tatapan teduh Julian yang begitu tulus saat mengucapakan kata rindu itu.      

Tatapan Julian begitu teduh, bola matanya tampak bersinar dan sangat tulus saat mengatakannya. Qiara tahu kalau Julian bukan tipe orang yang pintar menyembunyikan perasaannya kecuali disaat ada hal yang menghalanginya.      

"Apa kamu tidak membenciku? " Tanya Qiara setelah lama terdiam dengan perasaan yang sedikit ragu.      

Mendengar pertanyaan Qiara. Julian langsung tersenyum.      

"Kenapa kamu tersenyum? Apakah ada yang lucu dengan pertanyaanku? " Tanya Qiara yang mulai merasa tidak nyaman dengan tawa Julian.      

"Bagaimana mungkin aku membenci ibu dari anakku. Kamu adalah wanita yang sudah memberikanku seorang putra yang sangat cerdas dan patuh. Walaupun pada suatu kesempatan ia membuatku kerepotan oleh tingkah dan rajukannya yang sangat mirip dengan dirimu. " Jawab Julian sambil menyunggingkan senyum termanisnya.      

Mendengar jawaban Julian, pipi Qiara mulai memerah karena ia merasa tersanjung dengan ungkapan Julian yang ternyata tidak pernah membencinya itu, ia pun merasa lega.     

"Terimakasih karena kamu tidak pernah membenciku. Maaf karena pernah meninggalkanmu dan Zio. Tapi, jika waktu bisa dibalik lagi, aku akan tetap melakukan yang sama agar bisa melihat kalian baik-baik saja. Selain itu, bahagiakanlah wanita yang sekarang ada di sampingmu, pastikan kalau dia mencintaimu dan Zio! " Ucap Qiara.     

Senyum Julian berubah pahit saat mendengar apa yang Qiara katakan. Ia tahu kalau wanita yang Qiara maksud adalah Viona.     

"Wanita siapa? Dan Kenapa kamu mengatakan tidak menyesal melakukan semuanya demi kami? Apa sebenarnya yang kamu sembunyikan selama lima tahun ini? " Tanya Julian yang mulai curiga dengan sikap Qiara.      

"Wanita yang sudah kamu pilih menjadi pengganti ku sejak lima tahun lalu. Yaitu Viona yang sebentar lagi akan menikah dengan mu. Soal menyesal atau tidak bukankah itu urusanku?"      

Qiara tidak bisa memberitahu Julian tentang Virsen karena itu terlalu berbahaya. Ia tidak ingin Julian tahu semuanya dan meninggalkan Viona, itu artinya ia bunuh diri.     

"Apa kamu cemburu sama Viona? Aku rasa kamu salah. Viona dan aku tidak pernah ada hubungan spesial. Kami hanyalah teman biasa walaupun Mama mulai menjodohkan ku karena kasian sama Bintang Kecil. Tapi, anak itu tidak mau Papanya menikah lagi sehingga ia memiliki Mama tiri. Jadi, dia masih menunggumu. "     

Qiara terkejut mendengar penjelasan Julian, ia tidak menyangka kalau kebenaranya seperti ini. Nyatanya dia sudah sangat salah sangka sama Julian.      

"Kami masih menunggumu kembali. Itulah alasan kenapa aku membawa Zio kembali ke kota A. " Sambung Julian lagi yang sudah tidak bisa membohongi perasaannya. Selain itu, dia tidak mau Maxwell mendahuluinya.      

"Apa maksudmu? " Tanya Qiara yang merasa butuh penjelasan dari Julian lebih detailnya lagi.      

"Demi Zio, apakah kamu mau kembali hidup bersamaku? " Tanya Julian dengan sedikit khawatir.      

"Apakah kamu mencintaiku? " Bukannya menjawab Qiara malah memberikan Julian pertanyaan balik.      

Belum sempat ia mendengar jawaban Julian, Qiara tersentak kaget mendengar ponselnya terjatuh.      

"Oh astaga .... " Qiara langsung membuka matanya lalu turun dari ranjang dan melihat ponselnya sudah ada di lantai.     

"Ya ampun, ponselku jatuh!" Qiara melihat ponselnya dan ternyata masih tersambung dengan panggilan Vidio bersama Zio.      

Seketika itu ia melihat dua lelaki itu sudah tertidur dengan pulas nya.     

"Astaga ... Mereka sudah tidur. Lalu, siapa yang denganku bicara tadi? Apa aku juga ikut tertidur sehingga aku bermimpi Julian mengatakan rindu dan ingin aku kembali? " Tanya Qiara sambil mengingat-ingat obrolan nya dengan Julian sebelum terbangun karena ponselnya yang terjatuh.     

Setelah lama terdiam dan bertanya-tanya dalam hati sambil memperhatikan dua lelaki yang seperti kembar tapi beda itu, Qiara tersadar kalau pembicaraannya yang tadi dengan Julian hanya terjadi dia alam mimpi.      

Ia ketiduran setelah melihat Julian dan Zio tidur, namun dia lupa mematikan panggilan video itu. Walaupun itu hanya mimpi, Qiara berharap Julian tidak membencinya, melainkan merindukannya.      

"Aku fikir itu nyata, ternyata hanya mimpiku saja. Sebaiknya aku tidur lagi karena besok ada banyak adegan yang harus aku lakukan. " Ucap Qiara setelah mematikan panggilan itu.      

Untungnya ponsel yang jatuh itu tidak rusak sehingga Qiara bisa tenang dan meletakkannya kembali ke meja yang berada di samping tempat tidur.      

Dua hari kemudian.     

Tepat saat Maxwell baru saja duduk di kursinya kerja yang ada di ruang kantornya. Ia menerima panggilan dari Manager Umum YM Entertainment.      

"Hallo Presedir! " Sapa Sang Manager umum itu dengan suara yang sedikit panik.      

"Katakan apa yang ingin kamu laporkan!"Ujar Julian tanpa basa basi.      

"YM Entertainment mendapatkan masalah serius. Yaitu, drama Raja Langit tidak diizinkan ikut merebut piala Noble tahun depan."Jelas Manager umum itu.      

Maxwell terdiam mendengar laporan itu. Dia sudah menyerahkan YM Entertainment kepada Sandy selaku CEO nya dan Kevin selaku sutrada dari film itu.     

"Apa kamu sudah bicara dengan CEO nya? " Tanya Maxwell yang masih mempertahankan ekspresi tenangnya.     

Baru hari pertama setelah lama tidak datang ke kantor, Maxwell sudah mendapatkan masalah serius untuk agensi miliknya itu.     

"Hari ini saya belum bertemu dengannya, selain itu ponselnya tidak aktif. Maaf karena langsung melapor begini, karena waktu yang sangat mendesak oleh karena itu kita harus segera bergerak sebelum pendaftaran di tutup. " Jawab Manager umum itu dengan suara yang panik.     

"Baiklah, katakan pada Direktur program dan Direktur perencanaan untuk segera rapat di kantor pusat bersamaku! "      

Perusahaan hiburan yang barada dibawah YM Grup tidak boleh jatuh begitu saja hanya karena satu masalah.      

"Baik bos. "      

Setelah bicara dengan Manager umum YM Entertainment. Maxwell angsung memanggil asistennya yaitu Rafael untuk datang ke ruangannya.      

"Rafael, ubah jadwal ku hari ini, karena aku harus mengadakan rapat dadakan dengan orang YM Entertainment. Ada masalah yang sedang mereka hadapi. Selain itu, hubungi Sandy, katakan padanya kalau dia harus segera sampai di kantor YM Grup jika ia masih ingin menjadi CEO YM Entertainment." Kata Maxwell dengan sinis setelah Rafael berdiri di depannya.     

"Siap bos. " Jawab Rafael dengan petuh.      

Setelah bicara dengan bosnya, Rafael langsung melaksanakan tugasnya.     

Ruang Rapat.     

Kedua Direktur dari YM Entertainment sudah datang di ruang rapat. Namun, Maxwell masih diluar karena ia harus bicara dengan Sandy terlebih dahulu.     

"Ada apa bos memanggilku keisni ? " Tanya Sandy dengan santainya karena ia merasa tidak berbuat salah sedikit pun.     

"Kamu ikut aku sekarang! " Seru Maxwell.     

Tanpa mengatakan apapun, Sandy langsung mengikuti Maxwell untuk masuk ke ruang rapat.     

Setibanya di ruang rapat, Maxwell dan Sandy duduk di posisi mereka masing-masing setelah mendapatkan hormat dan sambuntan hangat dari para pegawai anggota YM Entertainment itu.      

"Ada apa ini? Kenapa orang-otang penting YM Entertainment ada disini? " Tanya Sandy dengan heran ketika melihat tiga orang penting YM ada di ruang rapat itu juga.      

"Kamu bisa bertanya jika aku sudah mengizinkan. " Kata Maxwell tanpa ekspresi.      

Sandy langsung diam karena ia tidak mau membuat Maxwell yang terlihat mengerikan itu marah padanya.     

"Sekarang kita sudah ada disini, katakan apa masalah yang sedang di hadapi oleh YM Ekonomi ? " Seru Maxwell sembari mempersilahkan Manager umum YM itu melapor.     

Sandy mengerutkan keningnya karena dia sebagai CEO tidak tahu menahu soal masalah ini.     

"Begini, kami sudah merencanakan satu drama dengan nilai yang fantastis untuk merebut piala Noble untuk yang ke sekian kalinya dengan tema Mengejar Cinta. Selain itu kami juga mengikuti piala Noble Records bagi penyanyi yang dipilih sendiri oleh masyarakat dengan mengunggah nya di youtube. Lagu yang bisa trending dan bertahan hingga sebulan maka ia adalah pemenangnya. Hanya saja, untuk penyanyi yang cocok dengan standar Noble belum ada. Sedang Noble menginginkan suara yang jernih tapi polos. Apa yang harus kita lakukan disaat yang terdesak ini agar kita bisa mendaftarkan Drama Raja Langit?"      

Sandy terdiam mendengar apa yang dijelaskan oleh sang Manager umum itu.      

"Tunggu dulu, kenapa aku tidak tahu apa-apa tentang masalah ini? Kenapa kalian menyembunyikan nya dariku? " Tanya Sandy dengan sinis.      

"Maafkan kami bos. Kami hanya tidak ingin membebani anda yang sedang sibuk dengan masalah keluarga anda. Namun, kami harus mendiskusikan ini dengan Presdir sebelum mengambil tindakan!." Jelas Direktur program itu dengan ekspresi bersalah.     

Sandy terdiam mendengar penjelasan itu, ia mengerti kenapa mereka melakukan itu.      

Sementara itu Maxwell masih terdiam karena dia ingin melihat langkah apa yang akan diambil oleh Sandy dalam menyikapi masalah ini. Walaupun di otak cerdasnya dia sudah menyiapkan satu rencana untuk menyelesaikan masalah ini.      

"Apa aku boleh mengutarakan pendapatku?" Tanya Sandy setelah lama terdiam.      

"Tentu saja, pendapat bos yang kami tunggu. " Kata sang Manager umum.      

Mereka semua langsung mengangguk karena mereka juga ingin mendengar masukan dan ide cemerlang bos mereka.     

"Katakanlah apa yang ingin kamu katakan, kami akan mendengar mu!" Maxwell juga langsung mempersilahkan Sandy untuk bicara.     

"Bagaimana kalau kita membuka audisi lagi untuk mencari penyanyi berbakat untuk soundtrack drama itu. Karena beberapa penyanyi andalan itu tidak ada yang memiliki warna suara yang cocok dengan drama itu." Kata Sandy.     

Semua orang terdiam sambil memperhatikan Sandy.     

"Bagaimana pendapat kalian tentang ide dari CEO kalian?"Tanya Maxwell mewakili Sandy.     

"Setuju." Beberapa orang mengangkat tangan setuju. Tapi tidak dengan sebagian orang.     

"Aku tidak setuju dengan itu. Kita tidak punya waktu banyak untuk melakukan audisi. Kita cek satu persatu dulu dari penyanyi yang kita punya." Kata Direktur program itu.     

"Bagaimana pendapat bos? " Tanya manager pemasaran itu kepada Maxwell yang sedari tadi memperhatikan perdebatan mereka.      

"Aku akan berikan waktu sampai 3 hari dari sekarang kepada kalian untuk menemukan penyanyi yang pas. Akan tetapi, jika kalian tidak bisa menemukannya maka kita akan menggunakan penyanyi yang sudah ada"Jawab Maxwell sambil tersenyum.     

"Tiga hari? Apakah itu mungkin! " Tanya sang Direktur perencanaan dengan bingung karena yang dia tahu kalau melakukannya audisi itu membutuhkan waktu yang lama.      

"Jika kamu ragu, maka kamu harus mengusahakan untuk membuat penyanyimu menyesuaikan diri dengan Kevin dan drama itu sendiri."ucap Maxwell.     

Mereka semua terdiam mendengar keputusan Maxwell yang sepertinya sudah tidak bisa di ganggu gugat lagi itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.