Istri Kecil Tuan Ju

Bertanya-tanya



Bertanya-tanya

0Merasa tangannya di tarik, Qiara pun langsung menoleh kearah Julian seraya berkata, "Julian, kenapa kamu baru datang? "     

"Jika aku belum pulang, kamu tidak seharusnya pergi sendiri. Ayo kita pulang sekarang karena disini tidak baik buatmu! " kata Julian yang merasa geram dan tidak nyaman melihat keramaian itu tanpa pengawal.     

Melihat ekspresi Julian yang terlihat marah besar, Qiara langsung mengangguk dan mengikuti Julian dengan patuh.     

"Ayo!" seru Julian lagi ketika melihat Qiara yang tiba-tiba berhenti melihat ke belakang karena dia masih ingin bermain karena ia sudah lama tidak datang di pasar malam.     

"Iya,"Sahut Qiara dengan sedih.     

Julian hanya menarik nafas dalam, dia bukannya tidak mau memberikan Qiara bermain, hanya saja ada bayi di dalam perutnya yang harus dia jaga dari segala kemungkinan buruk.      

'Maaf sayang, tempat ini tidak cocok buatmu!' Batin Julian setelah membawa Qiara masuk ke mobilnya.      

Beberapa saat kemudain, mereka sampai di depan rumah.      

"Mereka siapa? "Tanya Qiara dengan heran ketika melihat keramaian di depan gerbang.      

'Sial, Bibi Mu benar. Kenapa para wartawan ini berani datang ke rumahku, apa mereka mau mencari masalah denganku? 'Batin Julian seraya mengepalkan tinjunya.      

"Sayang, kamu pilihlah, apakah kamu mau hubungan kita diketahui orang atau tidak"Tanya Julian tanpa menjawab pertanyaan Qiara.      

"Jawabannya sudah jelas. Aku tidak mau ada yang tau." Kata Qiara dengan tegas.      

"Kalau begitu, kita tidak akan keluar! " Kata Julian seraya menginjak rem mobilnya untuk melanjutkan perjalannya.      

Qiara pun mengangguk, seketika itu Julian langsung menjalankan mobilnya tanpa membuka kacanya.      

Walau para wartawan itu mengetuk-ngetuk pintu mobilnya, tapi dia tidak perduli. Untungnya satpam membuka gerbangnya tepat waktu.      

"Silahkan keluar sayang! " kata Julian seraya mempersilahkan Qiara untuk keluar ketika mereka sudah melewati gerbang.      

Setelah Qiara keluar dari mobil. Julian pun langsung membawa Qiara masuk ke dalam rumah sambil menggandeng tangannya dengan mesra sebagi bentuk perminta maafannya atas kejadian tadi pagi, sedang Qiara tidak bisa menolak sikap manis Julian.      

"Malam ini kamu mau makan apa sayang?" Tanya Julian sambil membelai wajah Qiara     

Julian terkejut ketika Qiara tidak melakukan perlawanan sedikitpun saat dia membelai pipi nya.      

'Ada apa dengan Qiara? Bukannya dia lagi marah tadi pagi? Tapi, kenapa dia tetap ramah dan mengajakku jalan? Apakah ini bawaan bayi kami? ' Batin Julian dengan ekspresi yang bingung.      

"Memangnya kamu bisa? " Tanya Qiara seraya mengerutkan keningnya.      

"Ada Bibi Mu. "Jawab Julian sambil tersenyum manis.      

"Oh, aku fikir kamu yang akan membuatnya. Baiklah, aku akan makan apapun yang kamu buat bukan Bibi Mu." kata Qiara seraya tersenyum licik.      

"Oke. Tunggu di ruang makan kalau begitu! "Kata Julian sambil mencium punggung tangan Qiara.      

Setelah mengatakan itu, Julian melepas jasnya lalu melonggarkan dasinya baru kemudian dia melipat lengan bajunya hingga ke siku.      

"Kamu mau ngapain? "Tanya Qiara dengan bingung.      

"Masak buat kamu. Apalagi? "Jawab Julian tanpa ekspresi.      

"Apa benar kamu bisa? "Qiara benar-benar meragukan Julian. Karena yang dia tau kalau Julian hanya sibuk di kantor dan tidak pernah ia lihat masuk dapur untuk memasak.      

"Aku pernah tinggal sendiri di London, jadi memasak bukanlah hal asing walaupun masakanku mungkin tidak begitu enak"Jawab Julian seraya mengedipkan Matanya.      

"Baiklah, aku akan menunggu di ruang makan. Jika masakanmu tidak enak, kamu harus siap menerima hukuman. "     

"Boleh. "     

Mendengar jawaban dan keberanian Julian yang langsung menerima tantangan darinya, Qiara hanya tersenyum lalu pergi menuju ruang makan sambil membawa jas Julian.      

Tepat saat dia sudah duduk di kursi depan meja makan. Qiara mendengar suara ponsel berbunyi dan itu berasal dari saku jas Julian.      

Karena terus berbunyi, Qiara pun akhirnya mengangkatnya tanpa bermaksud untuk ikut campur dengan urusan Julian, ia hanya ingin membantu agar orang yang menelpon tidak bingung.      

"Hallo? "Sapa Qiara lebih dulu setelah menggeser icon berwarna hijau di ponsel Julian.      

"Apakah ini istri Julian? " Tanya seseorang dari seberang telpon dengan suara berat dan mengerikan sampai Qiara bergidik ngeri.      

"Iya, ini siapa? Maaf karena Juliannya sedang di dapur. Anda bisa menelpon lain kali saja. "Jawab Qiara seraya menatap tajam kearah Jendela yang terlihat aneh seoalah ada yang sedang mengawasinya dibalik jendela itu.      

"Aku ingin bicara padamu sebentar saja.!"Kata orang itu.      

"Katakan saja dengan cepat karena aku tidak ada waktu yang cukup untuk bicara." Kata Qiara dengan tegas.      

"Aku ingin kamu sampaikan kepada suamimu kalau aku sudah kembali dan akan menuntut balas padanya. Dia akan segera mati! " Kata orang itu.      

Mendengar perkataan orang itu, Qiara tersentak kaget. Bukannya takut, dia malah mengumpulkan keberaniannya untuk bertanya pada orang itu.      

"Siapa kamu? Kenapa kamu ingin menbunuh suamiku? "Tanya Qiara seraya menggertakan giginya.      

"Hahaha ... Kamu tidak perlu tau siapa aku. Yang jelas, sampaikan kepadaanya kalau ia mendapat salam dari Neraka, yaitu Virsen. "     

Setelah mengatakan itu, orang yang menyebut dirinya Virsen itu malah mematikan panggilan begitu saja.      

"Hey ... Kenapa kamu mematikan panggilannya ... Aku belum selesai bicara! " Teriak Qiara.      

Tepat saat itu, ia melihat sekelebat bayangan hitam melintas dibalik jendela kaca yang terang itu bersamaan dengan suara bel pintu berbunyi. Qiara semakin tersentak kaget dengan tatapan yang menyala.      

"Siapa malam-malam begini bertamu? "Tanya Qiara pada dirinya sendiri.      

Karena penasaran, Qiara pun berjalan menuju pintu tanpa menghiraukan Julian yang ada di dapur.      

Seketika itu ia melihat Rena berdiri di depan pintu sedang berdiri didepan pintu bersama Bibi Mu.      

Qiara pun segera mendekat agar ia bisa mendengar apa yang Rena ingin katakan.      

"Mau cari siapa nona? "tanya Bibi Mu dengan ramah.      

"Tuan Ju ada? "Tanya Rena dengan gemetaran.      

"Tuan sedang sibuk bersama istrinya. Mungkin, nona bisa kembali besok. "jawab bibi Mu dengan hormat.      

"Tidak bisa. Aku harus ketemu Tuan Ju sekarang juga. " Kata Rena dengan keras kepala.      

Tanpa memperdulikan Bibi Mu, Rena menerobos masuk mencari Julian dengan tatapan memerah dan ekspresi gelap.      

Melihat Rena masuk, Qiara langsung berlari untuk bersembunyi.      

"Tuan Ju, dimana anda? "Teriak Rena sambil berjalan melirik kiri dan kanan     

Mendengar suara itu, Julian mematikam kompornya lalu melirik kearah sumber suara dengan tatapan sinis.      

Karena tidak suka dengan orang yang berteriak, Julian pun segera keluar dari dapur.      

"Aku tidak suka orang berteriak di rumahku malam-malam. "Ucap Julian setelah ia berdiri di depan Rena sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celananya.      

Melihat Julian sudah berdiri di depannya Rena melangkah maju dengan pelan.      

"Dia kembali! " ucap Rena dengan mulut yang bergetar.      

Julian memicingkan matanya mendengar apa yang Rena katakan. Qiara pun semakin membuka telinganya. Dia tidak menyangka kalau Rena bisa sesantai itu bicara sama Julian.      

'Ada hubungan apa Julian dan Rena?' Batin Qiara dengan heran.      

"Siapa maksudmu? "Tanya Julian dengan suara yang dingin.      

"Virsen ... Dia datang padaku."Jelas Rena dengan mata yang semakin memerah.      

Mendengar nama Virsen, Julian tersentak sambil melirik kearah ruang makan dimana Qiara berjanji menunggunya.      

"Pulanglah, aku akan menghubungimu nanti! "     

Setelah mengatakan itu, Julian bebalik menuju dapur lagi tanpa menghiraukan Rena.      

Karena dia tidak bisa memaksa Julian, Rena pun tidak punya pilihan selain pergi dari rumah Julian.      

"Virsen? Apakah yang mereka maksud adalah orang yang menelpon tadi? Apa hubunganya dengan Rena? Kenapa Virsen mau balas dendam pada Julian? Teka teki apalagi ini! "Tanya Qiara dengan bingung.      

Setelah selesai membatin. Qiara pun segera kembali ke ruang makan agar tidak ketahuan.      

Sementara itu, Rena berjalan seperti orang linglung meninggalkan rumah Julian. Karena dia lupa membawa mobil, diapun terpkasa jalan kaki.      

Tepat saat itu, Rena terjatuh karena tidak memiliki tenaga lagi sebab dari pagi dia tidak makan dan hanya meminun air putih beberapa gelas saking kefikirannya sama panggilan dan mimpinya yang mengingatkan tentang Virsen.      

"Apa kamu tidak apa-apa? "     

Mendengar suara itu, Rena pun mendongak dengan wajah kacau.      

Tanpa mengatakan apapun Rena langsung memeluknya sambil menangis tersedu dan itu untuk pertama kalinya ia melihat Rena menangis.      

"Qiano! "Ucap Rena sambil sesegukan.      

"Ada apa? "Tanya Qiano seraya menepuk-nepuk bahu Rena.      

Qiano yang sedang menyelidiki hubungan Qiara dan Julian memang berada di sekitar rumah Julian seraya menunggu celah untuk masuk. Namun, ia tidak menyangka melihat Rena berjalan sempoyongan seperti orang yang yang tidak memiliki gairah hidup, itulah sebabnya Qiano langsung menghampirinya.      

"Bisakah kamu membawaku pulang ke rumahmu? " Tanya Rena dengan sendu.      

"Aku akan mengantarmu pulang! "Kata Qiano mengabaikan permintaan Rena.      

"Tolong jangan bawa aku ke rumahku! Aku tidak mau pulang! "Kata Rena seraya memohon dengan deraian air mata.      

Qiano terdiam, tiba-tiba ia memiliki ide. Jika dia membawa Rena pulang, maka ia bisa memaksanya untuk memberitahu apa yang membuatnya menangis lemah setelah dari rumah Julian.      

"Baiklah, aku akan membawamu pulang ke rumahku!" kata Qiano seraya membantu Rena berdiri.      

"Terimakasih! "Sahut Rena seraya menunduk malu.      

Setelah itu, Qiano membawa pulang Rena menggunakan taxi.      

Tidak lama kemudian, mereka sampai di rumah Qiano dengan selamat. Melihat kondisi Rena, Qiano tidak tega menanyakan apapun padanya.      

"Aku akan istirahat duluan, kamu bisa menggunakan kamar yang disebelah sana. Kalau begitu selamat malam!" ucap Qiano seraya menunjuk ke arah kamar yang berada di pojok.      

"Tidak bisakah kamu menemaniku sebentar? Aku takut. "tanya Rena.      

Qiano menghentikan langkahnya mendengar apa yang Rena katakan. Seketika itu hatinya tidak tega membiarkan Rena sendirian. Ia bisa merasakan kalau Rena sedang berada dibawah tekanan.      

"Baiklah! Ayo duduk di ruang tamu. Tapi, aku tidak bisa lama-lama karena aku harus segera belajar untuk ujian. "Kata Qiano seraya melangkah menuju ruang tamu.      

Rena pun mengangguk lalu mengikuti Qiano menuju ruang tamu.      

Sementara itu, Qiara masih tertegun di ruang makan menunggu Julian.      

'Kenapa aku merasa ada yang aneh dengan situasi malam ini. Siapa itu Virsen? Lalu, untuk apa Rena datang kesini dengan ekspresi gelap. Apa ada yang terjadi diantara mereka?'Batin Qiara.      

Karena terlalu banyak berfikir, tiba-tiba Qiara merasa kepalanya pusing. Ia tidak lagi meraea lapar. Setelah selesai membatin, Qiara pun bergegas masuk ke kamarnya.      

Sesampai nya di tempat tidur, Qiara langsung merebahkan tubuh nya sambil menatap langit-langit kamar nya dengan perasaan yang tidak karuan.      

Sedang Julian sudah selesai memasak lalu membawa masakannya menuju ruang makan.      

Tepat sata ia sampai di ruang makan, Julian terkejut ketika melihat sesosok orang sedang berdiri di depan meja makan dalam gelap.     

'Siapa itu?' Batin Julian tanpa ekspresi.      

Karena tidak mendapat jawaban dari orang itu. Julain pun perlahan mendekatinya karena ia fikir itu pasti bukan Qiara. Lalu, dimana Qiara.      

"Tuan Ju, aku datang hanya untuk mengingatkan anda, kalau anda masih punya hutang sama saya, oleh karena itu berhati-hatilah! "setelah mengatakan itu, sosok itu berlari keluar sebelum Julian mengetahui siapa dia.      

Akan tetapi, Julian bukan orang yang bisa di gertak ataupun diancam. Dia hanya menatap kosong kearah sosok itu berlari. Seketika itu ia merasa rumahnya sudah tidak aman lagi.      

Tidak lama kemudian, Julian teringat Qiara, seketika itu ia berlari ke kamar setelah meletakan makanan itu diatas meja.      

"Aaaa ...." Julian kaget sampai gelas yang di pegang oleh Qiara jatuh ke kakinya.      

Julian kaget melihat wajah Qiara yang putih seperti hantu itu menengok kearah nya dengan ekspresi datar tepat saat lampu dia nyalakan.     

"Auuhh ... Julian, apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu menabrakku?" tanya Qiara dengan sinis.      

Karena merasa jenuh dan tidak bisa tidur, Qiara pun tiba-tiba ingin merawat wajahnya setelah rasa pusingnya hilang. Namun, dia tidak menyangka akan bertabrakan sama Julian saat ia ingin keluar untuk mengambil air minum     

"Siapa kamu?" Tanya Julian lagi yang merasa belum mengenal Qiara.      

"Aku istrimu. Aku lagi maskeran, apa kamu kaget karena itu? " jawab Qiara dengan suara pelan dan mulut yang sedikit menganga karena dia takut masker nya akan rusak.     

"Sayang, apa itu kamu? Apa yang kamu lakukan dalam gelap dengan menggunakan masker begitu?" tanya Julian dengan nada suara sedikit kesal.     

"Aku sangat haus maka nya aku sampai lupa nyalain lampu dan hanya mengandalkan lampu dari luar" Jelas Qiara seraya membela dirinya.      

"Sayang, kakimu sepertinya terluka. Ya ampun sayang, ayo ikut aku!" kata Julian lagi dengan ekspresi panik saat melihat kaki Qiara berdarah.      

Entah kenapa Qiara yang lagi kesal karena dibikin kaget nurut saja sama Julian ketika dia diminta untuk mengikuti nya duduk di sofa dekat kamarnya setelah ia menyalakan lampu yang lebih terang.      

"Kamu tunggu sebentar disini!" seru Julian sambil berlari meninggalkan Qiara yang cemberut karena maskernya berantakan, padahal dia baru saja ingin merawat wajah sudah gagal total gara-gara kesal sama Julian.      

Tidak lama kemudian, Julian masuk ke kamar setelah berhasil membawa kotak P3K.      

"Aku akan membantumu membalut lukamu, jadi kamu harus tahan!" kata Julian sambil membuka kotak P3K itu.     

Qiara mengangguk mengikuti perintah Julian dengan patuh. Tidak lama kemudian, Julian segera membantunya melakukan pengobatan pada lukanya dan memeriksa dengan teliti apakah masih ada pecahan gelas itu tersisa di kaki Qiara.      

"Kamu bersihkan dulu bagian pinggir dari luka itu, baru setelah bersih kamu periksa apakah masih ada beling yang tersisa!" kata Qiara memberikan petunjuk pada Julian yang benar-benar masih amatir karena dia tidak pernah melakukannya sebelumnya.      

"Membersihkan nya nanti aja sekalian setelah semua pecahan gelas nya sudah tidak ada agar kamu tidak kesakitan pas aku membersihkan nya." Sahut Julian sambil menyorot bagian luka Qiara.      

"Aku yang sudah terbiasa melakukannya, jadi kamu harus mengikuti perintahku karena aku yang paling tau soal ini!" kata Qiara dengan sedikit kesal.      

"Kamu pintar sekali, kenapa kamu tidak mengambil jurusan ke dokteran saja? "Kata Julian sambil tersenyum dan mengikuti arahan Qiara agar dia tidak sampai marah.      

"Aku pernah daftar, tapi aku aku dinyatakan gagal sebelum tes. "Kata Qiara sambil tersemyum kecil.      

"Baiklah, kamu memang yang paling bisa membuat orang tersenyum. Sakarang sudah bersih, aku akan melanjutkan pengobatan ini. "Kata Julian sambil tersenyum.      

"Oke, Dr. Julian! "Sahut Qiara seraya tersenyum manis.      

"Sakit." Ringis Qiara dengan ekspresi menahan sakit.      

"Tahan ya, sedikit lagi! " Kata Julian menenangkan Qiara. Qiara pun langsung mengangguk karena tidak ingin membuat Julian kesal.      

"Khem ... Apakah kamu sudah selesai?" tanya Qiara setelah melihat Julian tampak membereskan kotak P3K nya.     

"Tentu saja. Biarpun aku bukan dokter , tapi aku tau betul bagaimana mengobati luka karena aku sudah memeplajarinya. "Jelas Julian sambil berdiri menenteng kotak P3K.      

Qiara hanya mengangguk tanpa menatap Julian sebab dia mulai merasa malu telah merepotkan Julian.      

"Kalau begitu, aku akan menaruh kotak ini di tempatnya dulu, kamu istirahatlah dulu aku akan menyusul! kata Julian dengan penuh perhatian.      

" ... Iya," jawab Qiara seraya berdiri dari duduk nya.      

Setelah itu dia menarik kaki nya dengan pelan menuju ranjang. Namun sebelum itu dia berhenti saat mendengar suara Julian.      

"Julian?" Sahut Qiara sambil menatap Julian penuh arti.      

Seketika itu Qiara dan Julian mendadak canggung sehingga mereka terdiam untuk sesaat dan ini untuk pertama kalinya mereka merasakannya.      

Qiara tiba-tiba merasa bingung hendak berkata apa ketika melihat Julian hanya diam setelah memanggil nama nya.     

"Ummm ... Itu .... Kamu ... Jangan sentuh pecahan gelas itu. Biarkan Bibi Mu yang akan membersihkannya agar tidak melukai kaki dan tanganmu!" Ucap Julian dengan terbata-bata, seketika itu ia merasakan IQ nya turun drastis.      

Setelah lama dia tidak merasakan nya dan itu terakhir kali saat dia bersama Vania dan hanya dia yang bisa membuat IQ Julian jungkir balik.      

Akan tetapi sekarang fikiran itu terpatahkan saat dia merasakan itu lagi kepada gadis lain yaitu adik dari wanita yang dia cintai.      

"Iya, aku tidak akan menyentuh beling atau membersihakannya. Jadi, kamu tidak perlu khawatir. Ya sudah, kamu sebaiknya segera pergi karena aku sudah merasa risih dengan masker yang sudah hancur.      

"Bagus kalau begitu, katakan saja jika kamu mau minum maka aku akan mengambilnya untukmu " kata Julian lagi dengan sedikit canggung.      

"Iya" sahut Qiara seraya menganggukkan kepalanya dengan ekspresi yang rumit.      

Setelah mengatakan itu Qiara lngsung menaiki memasuki kamar mandi sedang Julia. segera meletakkan kotak P3K itu di tempat nya.      

Tidak lama setelah itu, Julian kembali ke kamarnya dan langsung membersihkan pecahan gelas itu sendiri karena dia tidak ingin mengganggu Bibi Mu.      

Seusai tugas membersihkan pecahan gelas itu, Julian tidak lupa membawakan Qiara air minum untuk persiapan jika Qiara merasa haus ditengah malam.      

"Sayang, apa kamu sudah mau tidur? "Tanya Julian kepada Qiara yang baru saja keluar dari kamar mandi.      

Tanpa mengatakan apapun, Qiara merangkak menuju ranjangnya. Lalu, dia merebahkan dirinya di kasur dengan berbantalkan tangan Julian.      

Melihat itu. Julian tersenyum manis sambil membelai wajah Qiara yang tampak polos dan lembut habis maskeran.      

"Jangan memandangku terus! Tidurlah karena besok kita harus melakukan aktiviras kita. Selain itu, ada hal yang ingin aku bicarakan. "Ucap Qiara tanpa membuka matanya.      

"Apa itu? "Tanya Julian dengan penasaran.      

"Sudah aku bilang akan bercerita besok saja. Jadi, jangan bersuara lagi!" Kata Qiara seraya menenggelamkan wajahnya didada bidang Julian yang malam ini tidak menggunakan baju.      

Julian tidak bisa berkata apa-apa karena jika dia teruskan, kemungkinan dia akan ribut dan Qiara ngambek. Oleh karena itu, ia terpaksa ngalah walaupun rasa penasaran menggrogotinya.      

'Istrku kecilku ini memang paling bisa membuatku nahan sabar. Dia sudah membuatku penasaran, dia juga yang meminta mengakhirinya duluan. Baiklah, aku akan sabar menunggu demi keamananku'Batin Julian seraya memejamkan matanya sambil memeluk Qiara.      

Diwaktu yang sama, Qiano dengan pelan mengetuk pintu kamar Rena, namun tidak ada jawaban meskipun dia mengetuk nya berulang kali.     

"Apakah dia sudah tidur?"tanya Qiano pada diri nya sendiri, seraya terdiam sejenak, seketika itu dia jatuh dalam dilema dimana hati nya mengatakan untuk masuk saja tapi fikiran nya memintanya untuk mengurungkan niat nya biar tidak dianggap lancang selain itu dia juga tidak mau melibatkan diri terlalu jauh dengan Rena.      

Setelah lama berfikir, Qiano akhir nya mengikuti kata hati nya demi kemanusiaan.      

Perlahan Qiano membuka pintu kamar yang ditempati Rena yang ternyata tidak di kunci.      

Sebelum masuk, ia mengintip ke seluruh penjuru ruangan dan menemukan Rena sudah dalam keadaan tertidur sambil merintih.      

Mendengar suara rintihan Rena, Qiano pun langsung masuk karena tiba-tiba saja menjadi khawatir. Tidak lama kemudian dia menutup pintu dengan pelan.     

Setelah itu dia melangkah dengan pelan kesamping tempat tidur untuk meletakkan ponsel Rena yang dari tadi berbunyi sehingga tidurnya terganggu. Pemanggil tidak ada namanya, namun Qiano tidak enak untuk mengangkat panggilan itu.      

Untung nya Rena tidak mematikan lampu kamar nya sebelum tidur sehingga Qiano bisa melihat keringat membanjiri wajah dan tubuh Rena yang gemetaran.     

"Ya ampun, apa yang terjadi dengan Rena?" tanya Qiano pada diri nya dengan panik setelah meletakkan ponsel Rena di meja kecil samping tempat tidur.      

Setelah itu, Qiano memberanikan diri untuk duduk di pinggir tempat tidur Rena lalu menyentuh wajahnya yang penuh keringat.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.