Istri Kecil Tuan Ju

Mimpi Panjang Rena



Mimpi Panjang Rena

0Untuk kesekian kalinya, Rena merasa terpesona ketika melihat seorang Virsen berambut spike berwarna pirang, berjalan kearahnya seperti kemarin. Aura dingin yang khas dengan sosok blasteran seperti Virsen mampu meluluh lantahkan hati seorang gadis polos kekanakan seperti Rena.      

Rena terus berjalan diikuti oleh dua sahabat setianya yaitu Betran si murah senyum yang dengan senyumnya semua bunga langsung berguguran.     

Yang satunya adalah Arnold si penikmat seni yang mampu menghipnotis para wanita dengan tatapanya saja.      

Dan mereka bertiga sangat populer, karena mereka sama-sama pewaris kaya dari perusahaan besar di Amerika.     

"Ahhh ... Sepertinya kita duluan ke kelas ya Rena, soalnya pangeranmu sudah datang." ucap Anna dengan nada menggoda.     

Meskipun dia masih ingin berlama-lama melihat Betran sang pangeran yang murah senyum tapi dia tidak akan mampu menahan tatapan jahat Virsen yang pasti akan memintanya pergi.     

"Betran ... Dadah ... " Anna melambaikan tangannya ke arah Betran dengan putus asa sebab jangankan dibalas lambaiyan tanganya dilirik pun enggak.      

Rena tampak salah tingkah dengan godaan Anna, pipinya menjadi memerah dan mendadak tingkahnya berubah centil seperti anak kecil yang baru saja merasakan jatuh cinta.      

'Aduhh ... Kenapa Anna harus pergi sih, aku kan merasa malu karena udah sebulan tidak melihat Virsen.' Batin Rena seraya menunduk dan menggesekkan kakinya seperti kuda sambil menyelipkan rambutnya yang menghalangi pipi ke belakang telinga kanannya.      

Merasakan Virsen hampir mendekat melewati kerumunan siswi yang mengidolakan ketiga lelaki itu, Anna mempercepat langkahnya sambil menarik baju Edward untuk meninggalkan Rena endirian.      

"Anna ... "      

Rena berusaha menghentikan Anna karena dia merasa agak canggung bertemu Virsen sendirian setelah satu bulan lamanya.      

Tepat saat itu, pandangan Rena berhenti pada salah satu pohon besar yang berada di halaman sekolahnya itu, matanya membulat sempurna ketika melihat sosok wanita berambut panjang berpakaian putih, namun wajahnya tidak terlihat dengan jelas di pandangan Rena, dia yang sedang berdiri menatapnya sembari terdiam dan tak lama setelah itu sosok wanita itu melambaikan tangan ke arahnya, gerakkannya sangat kaku dan pelan. Hingga membuat Rena diam dan menunduk sebentar.     

Rena kemudian mengangkat dagunya pada saat sosok wanita itu tidak asing baginya.      

'Bukankah itu wanita yang sering banget muncul di mimpiku? dan terakhir kali aku melihatnya di Rumah Sakit saat nafasku terasa sesak, dan sulit sekali aku mendapatkan oksigen untukku bernafas, tiba-tiba dia datang dan berada di sampingku, dia membelai rambutku dengan elusan halus, dan seketika itu belaiannya membuat hatiku menjadi tenang yang sebelumnya aku takut. Dan sesakku tiba-tiba langsung hilang. Tapi, siapakah wanita itu? Batin Rena dengan raut wajah bingung.      

"Rena, apa kamu baik-baik saja kan"     

Suara yang berat, dan sentuhan tangan kekar terasa di bahu Rena, seketika itu ia tersadar dari lamunannya.      

Rena pun langsung menoleh kearah si tampan Virsen dengan ekspresi yang rumit.      

"Ah, aku baik-baik saja kok. Oh iya, apa kamu tau siapa wanita yang berdiri di dekat pohon besar itu? " tanya Rena sembari menunjuk ke arah pohon besar.      

Virsen mengerutkan keningnnya dan mengikuti kemana arah tangan Rena tertuju, keningnya semakin berkerut ketika melihat pohon besar yang berdiri sendiri itu. "Tidak ada siapapun di sana"     

Mendengar jawaban Virsen, Rena semakin membulatkan matanya dengan ekspresi ketakutan. Dia kembali menoleh kearah pohon itu dengan perlahan, dan ternyata Rena masih melihat wanita itu berdiri di sana dan lagi-lagi masih memandang ke arahnya.      

Rena mundur selangkah seketika itu Virsen langsung memegangi gadisnya itu dengan khawatir dia akan jatuh. Banyak pertanyaan muncul di kepala Virsen saat melihat keanehan Rena.      

Sedang mata Rena masih tetap memandang lurus kearah wanita itu dengan gemetar, tepat saat itu dia melihat Qiano yang berpakaian serba hitam dengan wajahnya seperti membawa angin musim dingin, tidak ada senyum dan tatapanya lurus seolah tidak menghiraukan siapapun di sekelilingnya. Ransel di punggungnya seolah menegaskan kalau dia adalah salah siswa di sekolah itu, tapi Rena merasa baru pertama kali melihatnya.      

Tidak lama kemudian, Rena terkejut ketika melihat Qiano berhenti dan mengangguk kearah wanita yang berdiri di pohon itu meskipun dia tidak tersenyum, tapi Rena menyimpulkan kalau Qiano mengenal wanita itu karena dia bisa melihatnya sedangkan Virsen tidak bisa.      

'Bukankah dia Qiano adik tingkatku waktu kuliah? Tunggu, aku kuliah? Bukankah sekarang aku masih SMA dan bersama Virsen? Ahhh ... Masa bodohlah itu, tapi spertinya tadi dia mengangguk kearah wanita itu. Apa dia mengenalnya dan bisa melihatnya?' Batin Rena dengan heran.      

Rena lupa kalau dia sedang bermimpi, tapi mamanya juga mimpi ya pastinya aneh-aneh. Hehehe ... Mari kita lanjutkan mimpi Rena yang seolah kembali ke masa lalunya hanya karena mendengar telponan dari orang yang dia takuti.      

Sementara itu, Virsen dan kawan-kawannya terlihat bingung dengan gelagat Rena yang aneh dan diam saja saat ditanya. Seketika itu, Virsen yang masih menopang tubuh si cantik Rena mencoba mengalihkan pandangan Rena ke arahnya. Tapi, Rena malah sibuk dengan fikirannya sambil menunduk untuk berusaha mencerna kejadian ini.      

Semenjak kecelakaan, Rena merasa banyak kejadian aneh yang menimpanya, baik saat dinyatakan koma ataupun selesai operasi sampai dia keluar dari Rumah Sakit, kejadian aneh itu muncul satu persatu seolah mendatangi Rena untuk absen. Sejak hari itu juga, ia terus melihat bayangan Ibu yang hanya bisa dia lihat di foto, karena dia ditinggalkan saat usianya yang ke tiga tahun dan dia masih kecil dan bagaimana ibunya mati.      

Sementara itu, Qiano yang dilihat Rena memang terlihat berhenti saat melihat wanita itu karena dia mengira lambaian tangan wanita itu tertuju padanya. Namun dia segera sadar ketika melihat wanita itu bukan sosok yang sama seperti orang pada umumnya, dengan segera dia memalingkan wajahnya seolah tidak melihat wanita itu.      

'Ahh sial, aku kejebak lagi. Semoga sosok wanita berambut panjang ini tidak mengejarku dan tidak meyadari kalau aku bisa melihatnya. Batin Qiano seraya meninggalkan tempat itu dengan cepat.      

Sayangnya, sosok wanita itu menyadari kalau dirinya dilihat oleh Qiano, dia pun tersenyum dan berniat untuk menemuinya nanti, karena ada sesuatu yang perlu di selesaikan.     

Sayangnya, sosok wanita itu menyadari kalau dirinya dilihat oleh Qiano, dia pun tersenyum dan berniat untuk menemuinya nanti, karena ada sesuatu yang perlu di selesaikan.     

"Rena... Apa kamu mendengarku? " teriakan Virsen membuat Rena terkejut sembari memegang dadanya.      

"Ohh ... Astaga" sahut Rena dengan ekspresi kaget. Setelah itu dia memandang Virsen dengan cemberut.      

"Virsen ... Kenapa kamu teriak? Aku hampir jantungan tau gak sih? " lanjut Rena dengan kesal.      

"Lagian, kenapa kamu aku panggil gak nyaut-nyaut. Ada apa deganmu? Kamu semakin aneh. " balas Virsen tanpa ekspresi.      

Mendengar perkataan Virsen, Rena memicingkan matanya menatap Virsen penuh arti sambil menggigit bibir bawahnya.     

'Aku tidak aneh, aku manusia normal dan gadis paling imut di sekolah ini. Tapi kenapa Virsen menganggapku aneh?' Batin Rena.     

"Rena, jangan bengong lagi. Apa kamu masih merasa tidak nyaman? " tanya Virsen dengan penuh perhatian.      

Betran dan Arnold hanya menjadi penonton setia yang menyaksikan kisah cinta unik antara gadis aktif dan bawel kayak Rena dan si Monster kurang peka kayak Virsen. Bahkan mereka berdua sering taruhan tentang seberapa lama hubungan Rena dan Virsen mampu bertahan.      

"Aku baik-bik saja kok. Kamunya saja yang terlalu berlebihan. Ya sudah aku akan masuk kelas dulu, sampai ketemu lagi! " ucap Rena sembari mengeluarkan ikat rambut dari tasnya setelah itu menguncir rambutnya dengan cemberut.      

Virsen menyeringai aneh melihat tingkah kekanakan kekasihnya itu. Dia memang mencintai Rena tapi jauh dari itu dia memiliki tujuan tertentu kenapa dia harus mempertahankan Rena tetap berada di sampingnya.      

"Kenapa kalian berdua ketawa? Ada yang lucu? Harusnya kalian ajarin tuh seseorang agar bisa tertawa lepas dan tau caranya bercanda, agar tidak tegang melulu. Dia itu lebih horor dari hantu ..." teriak Rena ketika melihat Betran dan Arnold menahan tawa melihat tingkahnya sekaligus menyindir Virsen yang kaku dan susah diajak bercanda.      

Virsen hanya mengangkat alisnya tanpa ekspresi, karena rajukan Rena sudah biasa terdengar ditelinganya, dan dia tau betul kalau itu tidak akan membawa dampak buruk bagi hubunganya dengan Rena.      

"Kami tidak ketawa kok. Perasaan kamu aja kali. " sahut Betran berkilah dari tuduhan Rena.      

Karena kesal dengan tiga pemuda itu, Rena akhirnya memalingkan wajahnya dengan kasar sembari menggrutu dan melangkah meninggalkan tiga lelaki tampan itu.      

"Wanita kamu memang lucu, tingkahnya masih saja kayak anak kecil, haduhh ... Aku tidak habis pikir kenapa kamu masih betah bersama nya. " ucap Betran sambil menyangka dagunya seolah berfikir.      

"Walaupun begitu, Rena adalah gadis polos yang jujur, jarang bisa nemuin gadis lucu kayak dia. " sahut Arnold mencoba memberi pendapatnya.      

Mendengar perkataan dua sahabatnya, Virsen memandang mereka dengan dingin seolah percakapan mereka bukan sesuatu yang harus dia dengar.      

"Aku pergi" kata Virsen sembari memasukkan kedua tangannya ke saku celanya, dan dengan anggun dia berjalan meninggalkan dua sahabatnya itu.      

"Aisss ... Virsen tungguin ...!" teriak Betran seraya berlari kecil menyusul Virsen dan Arnold.      

Setelah berjalan sejajar, Betran langsung memperbaiki cara jalannya agar tetap anggun dan tidak hilang karismatiknya.      

Sedang Rena terlihat berlari menelusuri koridor menuju kelas nya dengan rambut kuncir kuda yang agak brantakan karena diikat dengan cembrut dan kasar saking kesalnya melihat Virsen yang tidak senyum sedikit pun melihatnya malah sebaliknya dia dianggap aneh.      

'Haduhhh ... Sepertinya aku sudah terlambat banget, mana hari ini mata kuliahnya guru galak lagi. Guru yang kilernya minta di tendang.'Batin Rena sambil menepuk jidatnya lalu mengatur nafasnya biar tetap stabil.      

Tidak lama kemudian, Rena sampai di depan kelasnya yang pintunya sedikit terbuka. Langsung saja Rena masuk dengan kaki berjinjit dan menekan keras agar kakinya tidak mebuat suara selagi gurunya terlihat fokus menulis membelakangi semua siswanya.     

Dengan bantuan Anna, Rena berhasil menuju tempat duduknya.     

"Khem, pak ada yang terlambat lagi!" itu suara si nyebelin Giorgi yang sangat senang ngusilin Rena.      

Mendengar laporan Giorgi. Rena langsung berdiri tegak dan mematung membelakangi gurunya sembari melirik Giorgi dengan tajam.     

Melihat ekspresi Rena. Giorgi langsung menunduk dan menutup mulutnya sembari tersenyum, teman-temanya yang lainpun ikut tersenyum.      

Mereka memang tidak berani cari masalah dengan Rena karena takut di marahi oleh Virsen, tapi lain halnya dengan Giorgi yang tidak lain adik kandung dari Virsen sendiri.      

Jadi, Virsen itu dua tahun lebih tua dari Rena, mereka mulai dekat saat Virsen dan Rena sering bertemu di acara-acara penting perusahaan orang tua mereka dan tentunya Rena duluan yang jatuh cinta pada sosok tampan Virsen yang kaku dan sering uring-uringan melihat Rena yang bawel nya kadang tidak ketulungan.      

Guru kilernya itu langsung berbalik dan menemukan Rena berdiri membelakanginya. Melihat Rena terlambat lagi seperti sebelum dia masuk rumah sakit.      

"Rena ... Apa Ayahmu terlambat mengantarmu lagi? Apa kamu sudah benar-benar sehat? "mendengar pertanyaan gurunya. Semua orang terutama Giorgi tertegun melihat sikap guru kilernya itu terlihat lembut sama Rena.      

'Kenapa gak dimarahi? Tumben si kumis tua adem banget sama siswanya yang terlambat. ' Batin Giorgi seraya memicingkan matanya menatap sang guru.      

"Sudah sehat pak, dan tadi lagi ngobrol sampai lupa kalau aku sudah telat " jawab Rena setelah berbalik menatap gurunya .     

"Oh ... Jadi begitu ya?" sahut sang guru seraya mengangguk-anggukan kepalanya.      

"Iya pak" jawab Rena sambil bernafas lega.      

"Kalau begitu keluar ... Sekarang juga ... Karena aku tidak suka melihat siswa dan siswiku terlambat. " teriakan pak gurunya menggema di seluruh ruangan.      

Seketika itu seluruh siswa yang berada di ruangan itu langsung menutup telinga mereka saking kencengnya suara teriakan itu.      

"Rena ... Keluar... !" teriak pak gurunya sekali lagi ketika melihat Rena masih berdiri di tempatnya.      

Sambil menutup telinganya, Rena menatap Giorgi dengan kesal. Seketika itu perang mata terjadi diantara dua orang yang disebut-sebut akan menjadi ipar itu.     

Pemandangan itu membuat yang lainya bergidik ngeri. Untungnya Giorgi adalah anak ketua yayasan, adik dari Virsen, sedangkan Rena adalah putri dari penyumbang terbesar bagi yayasan itu, sehingga pak guru itu selalu berhati-hati agar tidak nenyinggungnya.      

'Dasar nyebelin, beraninya kamu memperlakukan kakak iparmu seperti ini. Awas kamu, aku laporin nanti sama Virsen.' Batin Rena dengan kesal.      

"Rena, apa kamu mendengarkanku?" kata pak gurunya yang mulai hilang kesabaran karena Rena mengabaikan perintahnya.      

Sedang Giorgi tersenyum jahat melihat ekspresi buruk Rena.     

Mendengar suara pak gurunya untuk kesekian kalinya. Rena langsung berbalik menghadap pak gurunya sambil menunduk dan memelas memohon belas kasih agar diijinkan untuk ikut belajar.      

Mendengar suara pak Fito untuk kesekian kalinya. Rena langsung berbalik menghadap pak gurunya itu sambil menunduk dan memelas.      

"Pak tolong maafkan saya kali ini saja. Bapak tau kan kalau saya baru sembuh, jadi tolong beri saya kesempatan untuk ikut belajar. Saya janji tidak akan telat lagi. " ucap Rena dengan raut wajah memohon sambil menelungkupkan tanganya ke dada.      

"Alasan aja tuh pak, janjinya pasti palsu. Jadi jangan percaya!" ucap Giorgi dengan senyum mengejek.      

Rena langsung menoleh kearah Giorgi dengan tatapan kesal seolah siap memakan Giorgi saat itu juga.      

'Tunggu saja kamu.' Batin Rena seraya menggertakan giginya.      

"Keluaarrrrr....! " nada suara pak gurunya semakin meninggi melihat Rena masih saja tak bergeming.      

Wajar pak gurunya berani memarahi anak-anak manja dari keluarga kaya itu, karena dia dikenal sebagai satu-satunya guru yang tidak pernah mentolerir yang namanya kesalahan dan dia dilindungi oleh pihak yayasan.     

"Iya iya pak, saya akan keluar sekarang. Jadi jangan marah-marah lagi ingat darah tinggi bapak, karena itu bisa membuat umur orang pendek loh.. he he " Anna yang sedari tadi diam, mulai angkat bicara untuk membela Rena atau setidaknya menemaninya keluar dari kelas, selain itu dia bisa lolos dari pelajaran pak gurunya.      

"Kamu memang sahabatku, hihihi .. " bisik Rena sambil tertawa kecil kearah Anna.      

"Ya dong," sahut Anna sambil berkedip kepada Rena.     

"Kok kamu ikutan?" tanya pak guru itu kepada Anna dengan heran.      

"Karena saya juga bersalah. Oleh karena itu saya juga harus keluar." jawab Anna dengan santai.      

"Ya sudah, kalian berdua keluar sekarang! " seru Pak Guru itu dengan kesal.      

"Terimakasih bapak!" tiba-tiba beberapa siswa lagi berdiri dan mengucapkan terimakasih secara bersamaan sambil tersenyum menenteng tas mereka.      

Anna dan Rena tersenyum karena ulah mereka, semua orang juga malas mengikuti pemebelajaran Pak guru yang otoriter dalam mengajar itu.      

"Kalian mau kemana? " Tanya pak guru itu lagi dengan tatapan sinis seraya menunjuk kearah siswa yang masih berdiri di samping tempat duduk mereka.      

"Kami bersalah juga pak, jadi kami akan ikut keluar" jawab mereka bersamaan.     

Kepala pak guru itu mulai pening karena makin hari kelas yang dia ajarkan makin berantakan saja. Maklum yang sekolah di sana hampir anak orang kaya semua.      

Darah tinggi pak guru itu benar-benar di buat semakin naik oleh perkataan siswa nya, sedang yang lain menahan tawanya.      

"Baiklah, kelas saya akhiri saja. " kata pak huru dengan lesu.      

Salah satu alasan Giorgi mengganggu Sha adalah agar bisa meloloskan diri dari pak guru kiler itu, karena dia tau kalau yang lain akan ikut sama Sha karena Shila pasti akan memulai duluan dan mengerahkan pasukanya.      

"Asikk ... " teriak mereka semua.      

Dengan lesu, pak guru itu mengemas bukunya lalu menenteng tasnya keluar dari ruangan. Seketika itu mereka semua berteriak kesenangan karena pagi ini mereka bebas dari pembelajaran.      

Sebenarnya pak guru itu, bukan satu-satunya guru yang pernah ngalamin hal ini karena kelas Rena terkenal dengan kelas paling berantakan karena semua siswanya anak orang kaya yang suka semaunya , tentunya tidak bisa diatur.      

Sesaat kemudian saat nya bagi Rena membuat perhitungan dengan Giorgi. Tepat saat itu, Giorgi keluar dari dari sekolah, tepat saat itu ia kaget Ketik melihat Rena dan Ana berdiri tepat di mobilnya.      

"Oh astaga ... Hei dua gadis gila, ngapain kalian berdiri di samping mobilku? "tanya Giorgino dengan kesal.      

Anna melotot kearah Giorgi seraya berkata. "Dasar calon adik ipar durhaka. Karena ulahmu, sahabat ku Rena dipermalukan di kelas gara-gara kamu, jadi kamu harus bertanggung jawab."     

Mendengar perkataan Anna, Rena langsung mengangguk dan ikut menatap Giorgi dengan sinis.      

Giorgi menyilangkan tangannya ke dada sambil tersenyum licik dan bersandar di tembok, dia berkata, "Terus kamu ingin aku melakukan apa pada sahabatmu itu? "     

Tepat saat itu, terdengar suara langkah kaki dari arah belakang dan semakin mendekat.     

"Ada apa ini? Rena, kenapa kamu masih disini? Bukankah kamu harus segera pulang? " suara berat dan serak itu membuat mereka menoleh kearah sumber suara.      

"Virsen ? " ucap Anna dengan ekspresi tegang.      

"Kakak? " Giorgi memiliki ekspresi yang sama dengan Anna, karena dia tau kalau sampai sekarang kakaknya belum juga menerima keberadaanya.      

"Begini kak, kami hanya ..." belum sempat Giorgi melanjutkan perkataanya, Virsen mengabaikannya lalu mendekat kearah Rena yang menunduk malu.      

"Ayo pergi! " Virsen menarik tangan Rena untuk meninggalkan tempat itu tanpa memperdulikan Anna dan Giorgi.     

Rena mengikuti Virsen dengan patuh karena dia akan selau menjadi kelinci kecil yang imut nan menggemaskan kalau sudah berada di depan Virsen.      

"Aku tau kalau kamu menyukai Rena, tapi buang saja mimpi mu itu karena Rena hanya untuk pangeran Vursen. " ejek Anna setelah itu dia berdecak pinggang sambil melangkah pergi meninggalkan Giorgi.      

Meskipun diejek, Giorgi tidak membalas perkataan Anna, karena apa yang dikatakan Anna memang benar.      

Tidak lama setelah itu, Giorgi juga pergi meninggalkan sekolah.      

Keesokan paginya lagi, tepatnya di sekolah elit itu. Virsen terlihat sedang menarik Rena dengan lembut menuju satu ruangan.      

"Kenapa kita ke perpustakaan? " tanya Rena setelah Virsen mendudukannya di salah satu tempat duduk di perpustakaan itu.      

Virsen duduk di samping Rena seraya menatapnya penuh arti. "Kamu ada apa sama Giorgi? "     

"Enggak ada kok! " jawab Rena sambil mengangguk.      

"Rena. .. " Virsen tau betul kapan Rena jujur ataupun menyembunyikan sesuatu darinya jadi dia tidak perlu memaksa Rena cerita, karena dia hanya cukup menatap tajam matanya, seketika itu Rena pasti akan menjawabnya.      

"Tadi, dia membuatku ketahuan terlambat, makanya aku dikeluarin oleh pak guru dari kelas. " jelas Rena sambil cemberut menatap Virsen dengan manja.      

Mendengar penjelasan Rena. Virsen langsung berdiri.      

"Kamu mau kemana?" tanya Rena seraya bergidik ngeri melihat ekspresi gelap Virsen. .      

"Memberi pelajaran pada bocah itu. " jawab Virsen dengan suara yang dingin.     

"Jangan, semuanya udah selesai kok! Lebih baik kamu temani aku disini, karena aku ingin melihatmu membaca buku dongeng ini untukku. " kata Rena sambil menarik tangan Virsen untuk mencegatnya bertengkar dengan Giorgi.      

Virsen menarik nafas dalam ketika melihat ekspresi wanitanya itu. Dia tau betul kegemaran Rena yang aneh menurutnya yaitu paling senang melihatnya duduk sambil membaca buku dan dia sibuk dengan alat lukisanya. Entah berapa banyak foto Virsen yang dia lukis.      

"Baiklah, kamu bisa mengambil satu buku untukku! " ucap Virsen setelah duduk kembali di samping Rena.      

Dengan semangat Rena berlari kecil untuk menemukan buku yang dia suka untuk dibaca oleh Virsen yang sangat tampan secara ia sedang membaca dengan serius.     

Pada saat hendak mengambil buku, tiba-tiba Rena dikejutkan oleh sekelebat bayangan hitam yang tiba-tiba lewat di lorong antara kedua rak buku.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.