Istri Kecil Tuan Ju

Dia Masih Sama seperti Dulu. (Cerita Sedikit Berubah)



Dia Masih Sama seperti Dulu. (Cerita Sedikit Berubah)

0"Dia sudah dibawa pulang oleh Papanya siang tadi setelah mendapat persetujuan dokter. "Jawab Suster itu dengan suara yang lembut.     

"Terimakasih Suster." Setelah itu Qiara pergi dari hadapan suster itu. Tapi, ia sedikit kecewa mengetahui anak itu sudah pulang sebelum ia tahu mamanya. Padahal dia sangat ingin melihat keadaan anak itu.     

Karena tidak punya urusan lagi, Qiara keluar dari rumah sakit itu dengan cemberut.      

'Kenapa aku tidak bisa melupakan anak kecil itu? Tatapan matanya seperti kristal yang menenangkan hatiku. Apakah karena dia seorang anak yang tidak berdosa makanya aku memandangnya seperti itu? '     

Qiara tidak bisa berhenti memikirkan anak kecil yang dia tolong. Perasaanya menjadi rumit ketika bayangan wajah kecil yang bersih dan menggemaskan itu muncul di depannya.      

Tidak lama kemudian, Qiara sampai di gerbang menuju rumah yang dia sewa.     

Ia turun dari taxi lalu berjalan melewati beberapa rumah sambil bersenandung. Rambut yang sebahu sesekali menutup wajahnya yang berseri karena tertiup angin.      

Langkahnya yang pelan dan feminim membuatnya jalan sangat lambat, begitulah dia yang sekarang bukan Qiara yang dulu.      

"Hari ini aku ingin mandi lalu tertidur nyenyak agar aku bisa bangun lebih awal besok untuk memulai hariku yang baru. Semoga saja ada mie instan di rumah karena aku sudah sangat lapar. " Ucap Qiara.     

Hati Qiara berdebar-debar karena tidak sabaran akan memulai shooting barunya walau hanya menjadi pemeran kedua saja. Itu tidak apa-apa asalkan dia bisa dapat pekerjaan.     

Tepat saat itu, Qiara tiba-tiba berhenti saya ia melihat Maybach parkir di depan rumah yang dia sewa.     

Mata indahnya yang tertuju pada sosok tinggi dan gagah yang duduk di bagian depan Maybach itu sambil menatap tajam kearahnya.     

Tatapannya yang sayu, bibirnya yang kemerahan dengan kumis tipis dan garis wajah yang indah membuat kaki Qiara terasa lemas. Jantungnya terpacu lebih cepat seperti genderang perang.      

Matanya yang cerah namun berbahaya itu menjadi redup. Ia mencengkram tas tangannya dengan erat.     

"Kenapa kamu ada disini? "     

Qiara mengumpulkan ketenangannya, lalu membuka mulutnya untuk bertanya dengan nada suara yang sinis dan mengerikan.      

"Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu? "     

Jantung Qiara semakin berdetak kencang saat mendengar suara yang sudah lama tidak dia dengar itu. Sakit tapi tidak berdarah.      

"Maaf, saya harus istirahat! "     

Qiara tidak ingin bicara dengannya, ia malah menunjukkan hormatnya lalu berjalan melewati lelaki itu.      

Namun, tangannya langsung di tarik kuat oleh lelaki itu sehingga tubuh Qiara yang terkejut jatuh dalam pelukannya.      

Seketika itu mata Qiara menyala saat menyadari dirinya berada di pelukan lelaki itu.      

"Lepaskan aku! Atau aku akan berteriak!"     

"Kita butuh bicara! "     

Lelaki itu tidak takut sedikit pun dengan ancaman Qiara. Seperti biasanya dia mengabaikan kemarahan Qiara.      

"Tua Julian Al Vero ... Jangan melewati batas anda! Sesuai perjanjian, kita bukanlah orang yang saling mengenal. " Ucap Qiara sambil menggerakkan giginya.     

"Ada yang belum selesai diantara kita. Jadi, aku datang untuk memberitahumu kalau aku akan memberikan hak mu setelah perceraian ini. " Kata Julian dengan sikap tenang.     

"Bukankah aku sudah mengatakan kepadamu kalau aku tidak butuh apa-apa darimu. Lebih baik kamu pergi dari sini dan urus saja urusanmu, jangan ganggu aku! "     

Qiara melepaskan diri dari Julian menggunakan tenaga terakhirnya, setelah itu ia melangkah masuk ke rumahnya.     

"Aku akan memberikanmu rumah dan mobil. Tidak hanya itu, kamu berhak mendapatkan setengah dari kekayaan yang aku punya karena itu hak kamu. "     

Qiara terhenti saat mendengar apa yang Julian katakan. Tawaran yang menggiurkan. Dia tahu betul betapa kayanya sang mantan suami. Jika dibagi dua maka dia akan menjadi artis baru yang kaya raya. Atau, sampai tujuh turunan dia tidak akan kekurangan uang.      

"Jika kamu mau, saya akan serahkan semua berkasnya malam ini untukmu. Andi akan mengurusnya secepat mungkin."     

Qiara berbalik saat mendengar perkataan kedua Julian. Tatapannya sangat gelap karena air mata susah payah ia tahan.      

"Apa kamu tidak mengerti bahasa manusia? Tuan Ju yang terhormat, sekali lagi aku tegaskan, jangan ganggu hidupku yang sudah sangat tenang ini. Selain itu, aku tidak butuh dengan hartamu itu. Dan jangan pernah muncul di depanku karena aku bukan Qiara yang dulu lagi.. "     

Setelah mengatakan itu, Qiara pun langsung masuk ke kos nya dengan berlari tanpa melirik kebelakang sedikitpun.      

'Sepertinya hatimu benar-benar membatu. Kamu hanya sibuk dengan amarahmu, tapi kamu tidak sedikitpun ingat untuk menanyakan kabar putramu. Aku pikir, setelah lima tahun kamu akan berubah, nyatanya kamu tetap sama. Baiklah, aku tidak akan membiarkanmu bertemu dengan Zio, walaupun harus menentang takdir. '     

Setelah membatin, Julian masuk ke mobilnya dengan ekspresi gelap. Awalnya, dia ingin membawa Qiara bertemu Zio, karena Zio berulang kali memintanya untuk mencari wanita yang sudah menolongnya.      

Di dalam kamar.     

Qiara merosot ke lantai sambil meneteskan air mata. Ia meringkuk denga tubuh yang bergetar.      

Dia tidak pernah berfikir kalau Julian akan menemukannya dan membawa kembali kenangan masa lalu. Satu hal yang ia sesali, yaitu tidak bertanya tentang anaknya.     

'Kenapa kamu seperti ini? Hiduplah dengan baik bersama anak kita. Aku tahu kalau kamu adalah Papa yang baik baginya, jadi jangan biarkan dia mengenal Ibu yang buruk sepertiku ini. Lagi pula, kamu sudah memiliki wanita lain yang lebih baik dariku. Jadi, tolong jangan temui aku lagi!'     

Setelah membatin, Qiara merangkak naik ke ranjang. Ia pun langsung merebahkan tubuhnya di ranjang sambil menikmati drama penyesalan dan rindu yang dia kemas menjadi satu.     

Rumah Keluarga Al Vero.     

Dari luar terdengar suara berisik barang-barang yang dibanting. Teriakan sang Mama membuat Julian yang baru pulang langsung kaget lalu berlari masuk.      

"Untung saja kakak cepat pulang. Zio mengamuk setelah bangun tidur. "Kata Nathan yang juga baru pulang setelah makan bersama Natalie.     

Julian mengerutkan keningnya melihat sang adik tiba-tiba ada di rumah. Karena dia tidak tahu akan kepulangannya.      

"Julian, kenapa kamu diam saja? Zio tidak bisa diam. Rumah ini akan menjadi kapal pecah kalau dibiarkan. "     

Teriakan Sarah membuat Julian tersadar lalu bergegas menuju ruang keluarga meninggalkan Nathan yang masih berdiri di depan pintu masuk.      

"Febrizio ... "     

Teriakan Julian yang mengerikan membuat Zio yang hampir memukul guci kesayangan kakeknya dengan pemukul bisbol itu langsung berhenti lalu menoleh kepada Papa nya.      

"Julian, jangan terlalu kasar, kasian dia! " Walau kesal, Sarah tidak ingin melihat Julian memarahi Zio. Bagaimana pun juga, Zio adalah cucu pertama laki-laki yang sangat disayangi oleh kakeknya.      

Julian berjalan menghampiri Zio dengan ekspresi yang buruk. Qiara sudah membuat ia marah, sekarang anaknya menambah keributan di rumah. Ia pun tidak bisa menyembunyikan wajah kesalnya sehingga Nathan dan Sarah merasa kasihan pada Zio yang akan kena marah.     

Namun, yang tidak mereka sangka adalah, Julian malah membawa Zio ke gendongannya setelah melepaskan pemukul bisbol di tangan kecilnya itu.      

Sarah dan Nathan menghelai nafas panjang melihat Julian tidak memarahi Zio.      

"Apa kamu terluka? " Julian memegang tangan kecil putranya setelah ia mendudukkannya di ranjang kecil di kamarnya.      

Zio menggeleng tanpa menunjukkan tatapan ketakutan pada Julian sebagaimana Qiara saat menghadapi Julian.     

'Dia sama dengan Mama nya, tidak pernah takut pada apapun. Jika dimarahi dia memberontak, tapi jika dilembutin dia akan melunak. Zio, apa kamu rindu Mama sayang? '      

Julian menatap dalam manik mata Zio yang tidak menunjukkan emosi apapun.      

"Ada apa denganmu? Kenapa kamu merusak barang-barang itu? Kasian nenek yang sangat sedih karena barangnya kamu rusak?"     

Julian bertanya dengan lembut kepada Zio dan memendam amarahnya yang hampir saja menyakiti putranya.      

"Zio tidak mau punya Mama tiri. Kata nenek, Papa akan menikah dengan orang yang bukan Mama kandung Zio. Apakah itu benar? "     

Julian terdiam mendengar penjelasan putranya. Dia tidak kenal siapa Mama nya bahkan fotonya saja dia tidak tahu. Tapi, Zio masih tidak rela jika Mama nya tergantikan dengan orang lain.      

"Mama tiri itu jahat kata teman -temanku. Lebih enak tinggal bersama Mama kandung, dia tidak akan jahat"     

Zio menangis saat mengatakan ketidak inginannya memiliki Mama tiri.     

"Papa tidak akan mencarika mu Mama baru. Kita hidup berdua saja sudah cukup. Jadi, jangan berfikir macam-macam lagi. Zio tidak butuh Mama, hanya Papa yang Zio butuhkan. Malam ini juga, kita akan pindah ke rumah Papa. Apa kamu mau? "     

Julian menjelaskan dengan kalimat yang bisa dipahami oleh Zio. Karena tidak pernah melihat sosok seorang Mama, Zio pun tidak keberatan untuk hidup berdua saja sama Papa nya.      

Julian sangat kecewa melihat respon Qiara yang masih keras kepala seperti dulu, oleh karena itu ia memutuskan untuk tetap menyimpan Zio sendirian.     

"Apakah di rumah Papa banyak game dan mainan robot? "Tanya Zio sembari mengerjapkan matanya yang indah.      

"Semua yang kamu butuhkan ada disana. "Jawab Julian sambil tersenyum.      

"Kalau begitu, ayo kita ke rumah Papa sekarang juga karena aku tidak suka disini! "     

Zio menjadi semangat mendengar penjelasan Papanya. Bermain game adalah kegemarannya, bahkan dia suka sekali mencaritahu bagaimana cara membuat game yang bagus.      

"Tapi, Papa mandi dulu, kamu bisa tunggu disini sampai Papa menjemputmu. Oh iya, bagaimana dengan lukamu? Apakah masih sakit? "     

"Hanya luka kecil, Zio bukan bayi lagi yang cengeng jika terluka. "Jawab Zio sambil menunjukkan betapa kuatnya dia.      

"Anak Papa memang kuat. Baiklah, Papa akan ke kamar dulu. "     

Julian keluar dari kamar Zio dengan ekspresi gelap. Setelah itu ia berjalan menghampiri Mama nya yang sedang duduk bersama Nathan.     

"Bagaimana dengan Zio? Kamu tidak marah padanya kan? "     

Sarah langsung menyerang Julian dengan pertanyaan ketika melihat putranya itu duduk diseberangnya.      

"Kak, ada apa dengan Zio? Kenapa dia mengamuk seperti itu? "Tanya Nathan yang juga khawarir pada keponakannya itu.      

"Mama bilang apa sama dia? "     

Sarah dan Nathan terdiam saat mendengar pertanyaan balik Julian tanpa menjawab pertanyaan mereka.      

"Apa maksudmu? "tanya Sarah dengan bingung.      

"Kakak kenapa melihat Mama seperti itu? Aku saksinya kalau Zio mengamuk setelah keluar dari kamar. Padahal dia sedang tidur setelah Mama dan kak Viona keluar. "     

Nathan bergidik ngeri melihat tatapan mengerikan Julian. Selain itu, ia takut jika Mama nya akan kena marah Julian.      

"Apakah Viona datang kemarin sewaktu aku keluar?" tanya Julian     

"Iya, dia datang setelah tahu kalau Zio celaka. Ia pun memeriksa bagian luka Zio. Ia pergi setelah Zio tidur. " jelas Sarah.      

"Apa Mama membahas tentang pernikahanku bersama Viona di kamar Zio? "      

Julian terus-terusan melempar pertanyaan kepada Mamanya untuk menemukan jawaban yang dia inginkan.      

Sarah dan Natan terdiam mendengar pertanyaan itu. Seketika itu, Nathan mulai mengerti apa penyebab kemarahan Bintang Kecil itu.      

"Mama dan Sarah ngobrol saat Zio tidur. Apa mungkin dia mendengarnya? "     

Sarah mulai gemetaran karena dialah penyebab amukan cucunya.      

"Kami akan pindah dari sini malam ini juga. Kalau begitu, aku akan mandi dulu!"     

Tanpa menunggu pendapat Mama nya, Julian pergi meninggalkan ruang tamu karena dia merasa sudah tidak ada lagi yang harus di obrolin.      

"Nathan, apakah kakakmu serius akan meninggalkan Mama bersama Zio? "     

Mata Sarah mulai memerah saat bertanya pada putranya itu. Dia tidak diberikan kesempatan untuk berpendapat, Julian malah pergi begitu saja.      

Semenjak ada Zio, rumah besarnya terasa hidup. Dia tidak keberatan sama sekali dengan kelakuan nakal Zio, asalkan dia tetap berada di rumah itu.     

"Bukan meninggalkan Mama, mereka hanya pindah rumah. Mama tahu sendiri kalau kakak sudah mengambil keputusan, tidak akan ada yang mampu merubahnya."     

Nathan mencoba menenangkan hati ibunya karena ia tahu kalau Ibunya sangat mencintai Zio.     

"Kalau saja Qiara tidak meninggalkan anak dan suaminya ,mungkin cucu ku tidak akan seperti ini. Pokoknya, Mama tidak rela dia kembali lagi bersama Julian. Oleh karena itu, Julian harus segera menikah dengan Viona, sebelum wanita yang tidak tahu diuntung itu muncul kembali. "     

Sarah sangat marah saat mendengar berita perceraian Julian dan Qiara yang bertepatan dengan kelahiran cucu pertamanya. Sejak saat itu juga ia memutuskan hubungan dengan Renata karena menganggap Qiara yang salah.     

Padahal dia sudah sangat bahagia melihat Julian berubah semenjak menikahi Qiara. Tapi, rasa sayangnya pada Qiara berubah menjadi benci.     

"Mama jangan ngomong gitu di depan kakak! Walaupun dia terlihat dingin dan tidak mau tahu tentang mantan istrinya. Tapi, dia sangat menghargainya dan tidak suka orang lain menjelekkannya. Ya sudah, aku akan ke kamar dulu! "     

Setelah mengatakan itu, Nathan pergi ke kamarnya karena tidak ingin mendengarkan omelan Mama nya tentang mantan istri kakaknya.      

Sementara itu, Qiara tidak bisa tidur malam ini. Dia bolak -balik tidak karuan di atas ranjang.      

Bagaimana pun juga dia yang salah bukan Julian, hanya saja satu hal yang membuat amarahnya tidak tertahan, yaitu ketika Julian tidak menepati janji dan membiarkannya hamil diusianya yang masih muda.     

Qiara menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan sendu, pikiran nya pun melayang ke lima tahun lalu, saat Julian menjaganya dengan baik di Eropa walaupun mereka tidak saling bicara.      

Diwaktu yang sama, Julian juga terdiam di kamarnya setelah mengepak barang yang akan dia bawa ke rumahnya. Namun sebelum itu ia melempar ingatannya ke masa lalu.      

Mereka berdua secara bersamaan membawa ingatan mereka ke masa lalu tanpa mereka sadari.      

~Flash Back~     

"Aku tidak pernah melihat ibu sejahat ini seperti kamu. "     

Wajah Julian memerah saat mengatakan itu. Ia seperti terbakar api yang menyala begitu besar saat melihat penolakan Qiara yang tidak mau diajak ke rumah sakit untuk memeriksa kandungannya.      

"Kamu tidak perlu khawatir. Anakmu tidak akan kenapa-kenapa walaupun tidak diperiksa ke rumah sakit. Jadi, sebaiknya kamu keluar dari kamarku dan biarkan aku sendirian! " Jawab Qiara tanpa menoleh kepada Julian.      

"Sebaiknya kamu ikuti perkataanku atau aku akan membuatmu menyesal. Sekarang, kamu pilih saja. Mau di seret atau ikut tanpa memicu keributan! "     

Qiara terdiam seraya menoleh kepada Julian. Ia tidak menyangka kalau Julian berubah menjadi orang semeyeramkan itu.      

"Apa kamu mengancamku? "Tanya Qiara seraya menantang tatapan Julian.      

"Aku hanya mencintai anakku, sedang cintaku padamu sudah hilang di telan kesombongan dan keegoisan mu. Jadi, jangan berfikir aku tidak akan melakukan hal kasar padamu. Apa kamu faham. "     

Qiara bergidik ngeri mendengar apa yang Julian katakan. Dia tidak menyangka kalau cinta yang dulu dia pernah dengar dari Julian ternyata secepat itu menghilang.      

"Ayo pergi! "      

Julian tidak punya pilihan, dia menarik tangan Qiara dengan kasar. Untungnya perut Qiara masih kecil.      

"Julian lepasin aku! Kenapa kamu kasar banget. Aku akan mengikuti mu asal kamu lepaskan tanganku karena ini sakit. "     

Qiara terus berteriak seraya memegang tangan Julian yang mencengkram pergelangan tangannya.      

"Jangan banyak ngeluh, kamu harus ikut aku! "Kata Julian tanpa melirik Qiara.      

Melihat ekspresi Julian yang terlihat marah besar, Qiara akhirnya mengangguk dan mengikuti Julian dengan patuh.     

"Ayo!" seru Julian lagi ketika melihat Qiara tidak lagi merajuk dan mulai melunak.      

"Iya," ucap Qiara tanpa ekspresi.     

Julian hanya menarik nafas dalam, dia bukannya tega, tapi dia harus melakukannya karena Qiara benar-benar keras kepala.      

Semua dia lakukan demi bayi di dalam perut Qiara yang harus dia jaga dari segala kemungkinan buruk.      

'Maaf sayang, aku harus melakukan ini. 'Batin Julian setelah membawa Qiara masuk ke mobilnya.      

Tidak lama kemudian mereka sampai di rumah sakit. Qiara menjalani pemeriksaan dengan patuh.      

Setelah itu, dokter menjelaskan kepada mereka kalau bayi mereka sehat. Julian sangat bahagia walaupun tidak dengan Qiara.      

Beberapa saat kemudian, mereka sampai di depan rumah.      

"Mereka siapa? "Tanya Qiara dengan heran ketika melihat beberapa orang berdiri di depan rumah mereka.      

Wajah mereka sangat menakutkan dengan bola mata biru dan kecoklatan. Satu orang menggunakan jas hitam dan dia terlihat masih sangat muda.     

'Kurang ajar, bagaimana mungkin Virsen bisa menemui ku disini. Jadi, dia selamat dari kecelakaan maut itu? 'Batin Julian seraya mengepalkan tinjunya.      

"Sayang, sebaiknya kamu masuk duluan, aku ada urusan bersama mereka! "Kata Julian dengan nada suara dingin.      

"Jangan. Kamu tidak boleh menemui mereka. "Kata Qiara dengan khawatir karena dia merasa orang-orang itu tidak baik.      

Julian tersenyum melihat sikap khawtir Qiara. Setidaknya Qiara masih perduli padanya.      

"Baiklah, kita tidak akan tidur di rumah ini. Kita tinggal di Apartemenku ku. "Kata Julian seraya menginjak rem mobilnya dan memutar balik meninggalkan rumahnya sebelum Virsen melihatnya.      

Qiara merasa lega mendengar apa yang dikatakan Julian, dia senang karena Julian masih mau mendengarkan permintaannya.      

Sepanjang perjalanan, mereka tidak membuka pembicaraan sedikitpun hingga malam makin larut, mereka sampai di Apartemen Julian.      

"Sayang, ayo keluar ! " kata Julian seraya menjulurkan tangan kanannya sambil tersenyum manis.      

Sayangnya, uluran tangan itu tidak disambut hangat oleh Qiara. Walaupun begitu Julian tidak marah lalu membawa Qiara masuk ke dalam apartemen sambil menggandeng tangannya dengan mesra sebagai bentuk perhatiaannya kepada Qiara sekaligus ia ingin minta maaf atas perlakuannya tadi pagi.      

'Ini hanya untuk anaknya, bukan untukku. Dia tidak mencintaiku lagi itu yang dia katakan. 'Batin Qiara seraya berjalan patuh digandeng oleh Julian masuk ke Apartemen.      

"Malam ini kamu mau makan apa sayang?"Tanya Julian sambil membelai wajah Qiara setelah mereka sampai di kamar mewah dalam Apartemem Julian yang berada di pusat kota, tepat saat itu Eropa sedang di guyur salju.      

'Ada apa dengan Qiara? Kenapa dia masih dingin dan tidak mau melihatku, apakah dia masih marah?' 'Batin Julian dengan ekspresi yang bingung.      

"Apa yang bisa kamu buatkan untukku? "Tanya Qiara tanpa ekspresi karena dia memang sedang ingin memakan masakan Julian yang tidak begitu enak itu.      

"Baiklah, aku akan memasak makanan spesial untukmu"Jawab Julian sambil tersenyum manis karena dia merasa senang kalau Qiara menjawab pertanyaannya.      

"Baiklah, aku akan makan apapun yang kamu buatkan. "ucap Qiara dengan malas.      

Julian pun langsung mengangguk dan membuat panggilan kepada sekretarisnya untuk membelikannya bahan makanan.      

"Aku akan ke dapur sekarang. Kamu tunggu di kamar ya, nanti kalau sudah selesai aku akan memanggilmu. "Kata Julian setelah selesai bicara dengan Qiara.      

Setelah mengatakan itu, Julian melepas jasnya lalu melonggarkan dasinya baru kemudian dia melipat lengan bajunya hingga ke siku dan keluar dari kamar. Sayangnya dia lupa membawa ponselnya.      

Tepat saat itu Qiara memeriksa ponsel Julian. Karena sandi yang Julian gunakan adalah ulang tahunnya, dia pun tidak kesulitan untuk membukannya.      

Qiara terkejut ketika membaca satu pesan yang baru masuk ke ponsel Julian.      

'Kamu dan Rena harus membayar apa yang kamu sudah lakukan padaku. Tapi, aku akan meloloskanmu jika membuat kakak ku bahagia. Kak Viona sangat mencintaimu, dan ingin menikah denganmu. Jika tidak, aku akan membunuhmu. '     

Qiara gemetaran setelah membaca pesan itu. Air matanya meluncur deras.      

'Julian tidak boleh mati, dia harus merawat anak kami sampai aku datang kembali menjemputnya setelah aku merasa siap menjadi Ibu. Bagaimana ini? Aku tidak mungkin membiarkan orang yang aku cintai mati sebelum aku. Apa yang harus aku lakukan?' Batin Qiara seraya menggigit bibirnya.      

Setelah lama berfikir, Qiara pun langsung memiliki ide untuk menelpon nomer itu untuk melakukan negosiasi untuk keamanan anak dan suaminya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.