Istri Kecil Tuan Ju

Percaya Padaku!



Percaya Padaku!

0"Kevin, biarkan aku memeluk Bibi Monica!" Kata Maxwell.      

Kevin menoleh kearah Maxwell dengan sedikit ragu. Karena seingat nya kalau Monica tidak akan bisa tenang tanpa di bius terlebih dahulu.      

"Apa kamu yakin? Bibi sedang mengamuk, kemungkinan kamu akan kewalahan." Tanya Kevin.     

"Tidak apa-apa! Tenagaku lebih kuat darimu. Jadi, berikan dia padaku!" Jawab Maxwell dengan yakin.     

Kevin pun langsung mengangguk dan memberikan Monica ke pelukan Maxwell. Seketika itu, Monica berhenti mengamuk, ia hanya menangis sambil memeluk erat tubuh Maxwell.      

Kevin terkejut. 'Ini aneh. Bibi sudah di nyatakan sembuh, tapi saat melihat Maxwell dia kembali histeris. Ingatan nya yang penuh dengan luka pun kembali. Namun, di pelukan Maxwell juga dia menjadi tenang. Biasanya dua harus di bius terlebih dahulu. Apa mungkin Maxwell adalah salah satu dari anak Bibi yang hilang? Tapi, ini mustahil.'     

Kevin tertegun sambil memperhatikan kedua orang yang sedang berpelukan layaknya anak dan ibu yang sudah lama tidak bertemu.     

"Bibi, tenanglah! Aku berjanji padamu akan menemukan kedua anakmu. Asalkan Bibi kembali tenang dan mau menunggu. Jadi, tolong percaya padaku!" Kata Maxwell dengan suara yang lembut.     

"Aku percaya pada Maxwell. Karena Maxwell adalah orang yang sangat hebat. Jarum di tumpukan jerami saja mudah dia temukan, apalagi anak Bibi. Jadi, tolong percaya pada Maxwell dan tenanglah! Jika Bibi tidak mau tenang, maka kakek akan membawa Bibi kembali ke tempat yang jauh itu sehingga Bibi tidak akan bertemu dengan anak bibi lagi." Kevin membantu memperkuat perkataan Maxwell dengan harapan agar Bibinya bisa lebih yakin.     

"Apa kalian tidak berbohong?" Tanya Monica sembari menatap Maxwell dan Kevin secara bergiliran.     

"Bibi bisa memegang janjiku!" Ucap Maxwell.     

"Aku bukannya tidak percaya padamu. Tapi, selama puluhan tahun, ayahku sendiri yang katanya sangat hebat, tapi tidak pernah menemukan titik terang soal keberadaan anak-anak ku. Lalu, bagaiamana mungkin aku bisa mempercayai kalian?"     

Maxwell dan Kevin saling pandang. Kevin pun memberikan sinyal lemah karena ia juga ragu. Kevin tahu betul bagaimana usaha kakeknya untuk menemukan kedua sepupunya yang hilang itu. Namun, tidak pernah ada hasil hingga saat ini. Kedua anak itu seakan di telan bumi tanpa jejak.      

"Aku adalah Maxwell Adamson, lelaki yang tidak pernah gagal dalam misinya. Jika aku tidak mencoba nya maka aku tidak akan tahu seberapa sulit nya. Jika kakek Luan gagal bukan berarti aku harus menyerah sebelum mencoba, bukan?" Kata Maxwell.     

Melihat tatapan tulus Maxwell, Monica pun mengangguk. Hatinya meminta nya untuk percaya pada pemuda yang mengingatkan nya pada suami tercintanya.     

"Tidak hanya itu. Aku juga akan berusaha mengungkap misteri kematian suami Bibi. Sekarang aku hanya butuh kepercayaan dan Do'a Bibi!" Kata Maxwell lagi sembari memegang kedua tangan Monica yang putih dan lembut.     

"Baiklah, aku percaya padamu! Sorot matamu yang tajam dan tulus membuat hatiku menjadi tenang karena itu mengingatkan ku pada suamiku." Ucap Monica sambil tersenyum.     

Maxwell hanya tersenyum karena ia tidak tahu harus berkata apa.      

Tepat saat itu, kakek Luan beserta beberapa pengawal dan dokter datang. Namun, ia terkejut ketika melihat Monica sudah tenang dan biasa saja.     

"Baiklah, aku akan pulang sekarang! Maaf mengganggu mu!" Setelah mengatakan itu, Monica bergegas pergi dari hadapan Maxwell. Ia tersenyum setelah berada di depan ayahnya yang masih terdiam sembari menatap nya.     

"Ayah, ayo kita pulang! "      

Suara Monica menyadarkan kakek Luan. Ia pun mengangguk tanpa mengatakan apapun.     

Setelah itu, Kevin mengikuti Monica dan rombongan kakek Luan pergi meninggalkan rumah Maxwell.     

Untuk sesaat Maxwell merasa tidak rela melihat Monica meninggalkan nya. Namun, ia segera menghentikan perasaan yang mengganggu itu karena sekarang urusan nya bertambah banyak. Ia harus menyelesaikan satu persatu secepat mungkin.     

Setelah kepergian tamu nya, Maxwell kembali menghubungi Rafael.     

"Halo bos?" Terdengar suara Rafael dari seberang telpon setelah panggilan tersambung.     

"Apakah kamu sudah menemukan keberadaan Tuan Jhosep?"      

"Sudah bos. Tapi, dia menggunakan petugas polisi dan tentara untuk menjaga tempat itu sehingga orang-orang kita tidak bisa masuk. Tapi, bukti kejahatan Tuan Jhosep sudah saya kumpulkan." Jelas Rafael dengan detail.     

"Bagus. Tapi, sekarang tugasmu bertambah."     

"Apa itu bos?"     

"Cari tahu dimana rumah sakit tempat ku dilahirkan sekaligus tempat kedua orang tuaku di larikan saat kecelakaan. Selain itu, kamu juga harus menemukan informasi tentang anak pertama kakek Luan yaitu Monica. Dia melahirkan di hari yang sama dengan Ibuku dan di rumah sakit yang sama. Setelah kamu mendapatkan petunjuk, segera hubungi aku!"      

"Baik bos! Saya akan berusaha menemukan petunjuk. Tapi, sepertinya agak lama karena kejadian nya sudah puluhan tahun yang lalu. Mungkin saja rumah sakit itu sudah tutup atau berganti nama." Kata Rafael dengan sedikit ragu.     

"Kamu atur saja!" Maxwell sangat memahami cara kerja Rafael sehingga ia tidak tahu sedikit  pun dengan asisten terbaiknya itu.      

"Baik bos. Saya akan usahakan memberikan anda kabar!"      

"Baiklah, aku tutup!" Setelah itu Maxwell mengakhiri pembicaraan nya dengan Rafael.     

Karena mood yang tidak baik, Maxwell mengurungkan niatnya untuk pergi. Ia kembali masuk ke dalam rumahnya lalu menikmati suasana di kebunnya untuk menjernihkan pikiran nya.      

Di tempat yang berbeda, Nathan terlihat mabuk gara-gara Agatha tidak mau memberikannya kesempatan.     

Natha. Di temani oleh sahabat baiknya itu Alex.      

"Nathan ... Berhentilah minum! Ngurusin satu orang mabuk udah nyusahin tahu!" Larang  Alex yang merasa khawatir melihat kondisi Nathan yang hampir pingsan.     

Natha  tudak peduli dan  tetap meminumnya. Namun, tidak lama setelah itu Nathan memegangi kepalanya yang mulai pusing dan jatuh di pangkuan Alex.     

"Aku bilang juga apa ... " Desah Alex  yang melihat Nathan tampak kacau.     

"Aku tidak apa-apa!" Kata Nathan setelah ia berhasil duduk kembali dengan tegak. Ia berdiri lalu jalan sempoyongan semabari berusaha tetap fokus. Tapi, pandangan matanya kabur lalu jatuh lagi ke arah seorang perempuan yang sedang jalan dengan laki-laki paruh baya yang sesuai ayahnya.      

Nathan melihat perempuan itu seperti melihat Agatha. Nathan pun  tersenyum sinis. Ia lalu berjalan menghampiri perempuan itu dan memegang tangan gadis itu dengan  erat.     

"Jadi, kamu menolakku demi menjadi simpanan lelaki tua?" Tanya Nathan sambil  tersenyum.     

Perempuan itu  terkejut melihat Nathan.  Ia mencium bau alkohol yang sangat kuat dari mulut Nathan.     

"Kenapa kamu menjadi perempat murahan ... " Teriak Nathan ketika perempuan itu mengabaikannya      

"Kamu kenal sama orang itu?"  tanya lelaki paruh baya yang sedang bersama perempuan itu.     

"Nggak!" Jawab perempuan itu dengan cepat.      

"Jadi, kamu tidak mau ngaku? Memangnya lelaki itu ini bayar kamu berapa? Sedangkan aku bisa memberikan seluruh kekayaan ku padamu."Tanya Nathan dengan kesal semabari menggenggam tangan perempuan itu  Kembali.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.